M I J I L - 1

117 6 4
                                    

Happy Monday!

Pagi ini perkuliahan perdana dimulai. Rasanya agak sedih karena tidak akan ada lagi Langit di sebelah bangkuku. Setahun yang lalu ketika kami masih sekelas dalam Program Pendidikan Kompetensi Umum, aku dan dia bagaikan bumi dan bulan yang tak terpisahkan. Di mana ada aku, pasti ada Langit. Di balik punggung Langit, bersembunyilah aku di sana. Ya, tahun ini kami sudah memasuki departemen masing-masing. Aku mengambil program studi Teknologi Pangan dengan mata tertutup ketika meng-klik nama tersebut. For your information, di kampusku ini terdapat istilah departemen dan program studi. Departemen adalah sebutan jurusan di kampus sementara program studi adalah program yang akan kita tempuh, misalnya strata satu Tekonologi Pangan, strata dua Ilmu Pangan, dan sebagainya. Dan tentu saja, ketersesatanku dalam memilih jurusan kuliah dikarenakan Mama tercinta. Ya, lagi-lagi memang alasanku untuk lahir seperti bayi suci di kampus ini adalah beliau. Aku yang tidak tahu-menahu tentang jurusan ini oke-oke saja begitu Mama memberi masukan. Kupikir di sini aku hanya akan belajar memasak, memasak, dan memasak. Ternyata, kenyataan tak seindah ekspektasi yang kubayangkan.

Banyak hal yang harus kupelajari di jurusan ini. Bukan sekedar menyajikan makanan di atas meja makan, lulusan kami diharapkan mampu lebih dari itu. Ada beberapa divisi atau bagian yang terdapat di sini, yaitu Mikrobiologi Pangan, Kimia Pangan, Biokimia Pangan, dan Rekayasa Proses. Jadi, yang kami pelajari nantinya mencakup aplikasi ilmu dasar dan prinsip-prinsip keteknikan, ekonomi, dan manajemen dari tahap pemanenan sampai menjadi hidangan di atas meja. Seluruh aspek penanganan bahan baku, pengembangan produk pangan baru, pengolahan, pengawetan, penjaminan mutudan keamanan, penyimpanan dan pengemasan, distribusi dan pemasaran produk harus kami kuasai dengan baik supaya lulusan yang dihasilkan benar-benar berkualitas. Keuntungannya adalah peluang kerja kami sangat luas karena lulusan Teknologi Pangan dapat bekerja di industri peralatan pengolahan pangan, industri kemasan pangan, industri flavor, industri ingredien dan bahan tambahan pangan, industri jasa boga, pusat pelayanan informasi bidang pangan, konsultan, jurnalistik, lembaga penyuluhan, dan masih banyak lagi. Menarik, bukan?

Sayangnya, aku bahkan tidak tertarik sama sekali. Memang bodoh sih diri ini yang kurang bersyukur kepada nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan. Padahal banyak di luar sana yang sangat menginginkan posisiku untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi di universitas prestisius. Mau bagaimana lagi, yang kujalani saat ini bukanlah passion-ku. Mendengar dosen yang sedang berbicara mengenai water holding capacity dan water acivity membuat kepalaku cenat-cenut. Belum lagi dengan bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa Inggris. Bah, makin kelihatan betapa rendahnya IQ seorang Lentera Malam. Tahu begini, aku mengambil jurusan yang sama dengan Langit. For your information, si Langit ini ternyata satu jurusan dengan Rakai si ketua tim komdis masa ospek fakultas kemarin.

Ngomong-ngomong tentang Rakai, senior fakultas yang sudah memasuki tahun ketiga itu membuatku amat penasaran. Sikapnya misterius, seolah-olah menyimpan rahasia yang sengaja ia sembunyikan dari dunia. Aku jadi teringat dengan sikap anehnya ketika aku baru sadarkan diri dari pingsan akibat melewatkan makan siang di hari terakhir ospek fakultas. You know lah, siapa lagi yang merampok makananku kalau bukan Langit Biru.

Ketika itu aku baru saja membuka kelopak mata yang terasa begitu berat dengan kepala pening seperti habis digilas truk tronton. Yang kulihat pertama kali adalah Kak Anggita, salah satu anggota tim medis yang seumuran denganku. Informasi yang kudapatkan adalah ia mengambil kelas akselerasi secara berturut-turut di bangku SMP dan SMA. Whoaaa... kebanting banget ya IQ-ku?

"Mmm... pusing..." rintihku saat itu. Mendengar suaraku yang terdengar begitu memelas minta dikasihani, Kak Anggita segera mengambil segelas air mineral dari galon dan mengangsurkannya padauk. Tak lupa ia membantuku minum.

"Sudah baikan?"

Dari situ aku baru sadar bahwa kami tidak hanya berdua saja, melainkan terdapat manusia bernama Rakai Akasa. Senior yang menjabat sebagai ketua tim komdis itu melipat kedua lengannya di depan dada dan duduk di atas kursi lipat beberapa meter jauhnya dari tandu tempatku berbaring.

NEMBANG PUCUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang