M A S K U M A M B A N G - 2

112 6 1
                                    

Cuk, gue enggak ngerti lagi sama junior-junior ini.

Susah ya menaati peraturan di zaman sekarang? Apa slogan break the rules itu benar-benar mereka terapkan semau dan seenak jidat? Man, bego semua lo pada yang setuju sama begitu.

Peraturan dibuat untuk dilanggar.

Yah, lo-lo pada kalau mau setuju begitu enggak masalah. Itu prinsip hidup lo. Gue bukan orang yang ngasih duit tiap bulan sama lo-lo pada jadi gue memahami setiap perbedaan prinsip setiap insan. Tapi, seyogyanya kita sebagai manusia yang punya akal pikiran hendaknya berpikir dulu gitu barang sejenak mana yang cocok kita ikuti. Kenyataannya enggak semua yang kita lihat, dengar, dan rasa bisa kita implementasikan di kehidupan, bro.

Ya gue enggak mangkir juga dari kenyataan bahwa diatur-atur ketika ospek itu rasanya enggak ada enak-enaknya. Mau pakai baju ini-itu dilarang. Bagi cowok kayak gue gini yang sudah sehidup semati dengan rambut gondrong pasti bakal mencak-mencak. Belum lagi kesalahan-kesalahan kecil yang kita lakukan enggak bakal luput dari senior. Tapi itu dulu pemikiran cetek gue ketika jadi junior.

Sekarang? Sama saja. Gue masih Rakai Akasa yang enggak bakal dengerin orang kalau gue enggak mau. Silakan hujat, itu bebas hak kalian semua. Udah gue sampaikan kalau gue enggak masalah dengan prinsip hidup orang. Ya tapi setidaknya sekarang gue mengerti mengapa waktu itu senior gue kudu ngelakuin ini-itu dan tak jarang ada drama sana-sini. Semua itu ya memang buat kebaikan kita semua, khususnya saat itu adalah para junior. Mumpung belum nyemplung pada kesesatan kayak gue, mending diluruskan terlebih dahulu.

Jadi, jangan hujat gue yang setia dengan rambut panjang macam iklan sampo ini.

"Kai!" seseorang memanggil nama gue dengan nada tinggi dari luar ruang sekretariat BEM fakultas yang menjadi basecamp panitia ospek. Masih pagi begini, kayaknya sudah ada yang enggak beres dengan peserta ospek.

Gue pun melongok keluar dan mendapati muka masam Jati, salah satu anggota gue di tim komdis.

"Ada apa?" tanya gue kemudian menoleh kanan-kiri untuk melihat situasi. Belum terdengar ramai suara-suara peserta ospek seperti hari-hari sebelumnya. Tumben, biasanya mereka sangat berisik, entah meributkan apa hingga kami tim komdis harus maju untuk mendiamkan mulut mereka.

"Banyak yang belum datang, Kai." lapor Jati.

"Panitia atau peserta?" tanya gue balik.

"Dua-duanya."

Gue menarik alis ke atas secara refleks. "Panitia juga? Pada kemana? Kan udah gue bilang semalem jangan pada telat. Ini hari terakhir ospek!"

Jati mengangkat bahu. "Ya gimana, Kai. Panitia pada capek kali, ngurusin beginian."

"Cuk, pada kemana komitmen mereka?" tiba-tiba saja gue pengin memutilasi panitia satu demi satu. "Udahlah, lo urusin panitia yang pada ngaret itu. Lo telfonin kek, samperin ke kosannya kek, pokoknya setengah jam lagi kita kudu mulai. Enggak ada kata ngaret lagi!"

Cepat-cepat gue ambil sneakers dari dalam rak sepatu di depan basecamp. Mengikat kedua tali sepatu erat-erat dan merapikan kerah polo shirt yang gue kenakan.

"Gue mau ngurusin junior-junior belagu itu dulu." tanpa menoleh pada Jati, gue ambil langkah-langkah panjang menuju lapangan parkir tempat berkumpul peserta ospek.

---

Ternyata nyali junior-junior gue besar juga. Dari 400 orang dalam satu fakultas, masih ada lebih dari 30 orang yang belum hadir. Matahari sudah naik begitu tingginya namun masih juga ada yang mungkin molor di tempat tidur.

NEMBANG PUCUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang