Satu Ikatan

2 1 0
                                    

Nabila duduk bersila di atas ranjangnya dengan air mata berlinang, padahal sudah lebih dari sepuluh menit adegan menyedihkan yang ia tonton berlalu. Pundaknya naik turun, isakannya terdengar memilukan dan berlembar-lembar tisu yang kusut berserakan di lantai dan sekitar laptopnya.

Nabila sedang menonton akhir drama kolosal asal negeri gingseng, "The Great Queen of Seondok" . Sepanjang episode drama tersebut episode terakhir dimana Bidam, seseorang yang dianggap penghiat oleh kerajaan Sila mati terbunuh dihadapan kekasihnya, sang Ratu Deokman.

Adegan paling membekas di hati Nabila, perjuangan Bidam yang ingin bertemu dengan Deokman harus terhenti selamanya saat jaraknya dan sang Ratu hanya sepuluh langkah saja. Sangat disayangkan, padahal Bidam telah melawan banyak prajurit seorang diri.

Tangis Nabila kembali pecah ketika teringat kisah cintanya dengan Sahrul. Bertahun-tahun ia menunggu pria itu dengan begitu setia, tapi apa yang terjadi? Pria itu meninggalkan dirinya dan memilih menikahi gadis lain.

Rasanya tidak mudah untuk move on dari Sahrul meski sewaktu pacaran dulu mereka jarang bertemu dan berkomunikasi. Walau demikian, setiap momen kebersamaan mereka sangat berkesan bagi Nabila.

Saat pertama kali bertemu dengan Sahrul yang dulu tinggi badan keduanya sama. Saat pemuda itu mengungkapkan isi hatinya dan saat Sahrul berjanji akan melamarnya. Semua kenangan tentang pria itu masih segar di ingatan Nabila.

Ujian hati adalah ujian terberat yang Allah berikan pada setiap manusia. Tapi, bukankah luka hati bisa disembuhkan oleh orang lain? Dan Nabila berharap ia segera dapat penawarnya.

Nabila memercayai bahwa rencana Allah akan indah pada waktunya jika kita bersabar dan selalu istiqomah di jalan-Nya.

"Ya Allah, ikhlaskan dan lapangkan hati hamba." Batin Nabila.

Drama korea yang di tontonnya telah habis. Nabila menutup laptopnya dan melihat jam di atas nakasnya.

Gadis itu tersenyum miris dengan air mata yang kembali membasahi pipi. Jam yang dilihatnya menunjukkan pukul 12.15 dan itu artinya sepuluh jam lagi dirinya akan berstatus istri dari seorang pria yang tidak pernah ia kenal. Dan Nabila harus bisa melupakan bayangan Sahrul.

1♥1♡

Nabila terbangun di waktu subuh, ketika hendak mandi ia melihat noda merah di celana dalamnya. Di hari pernikahannya gadis itu dalam keadaan datang bulan dan juga badan yang kurang fit serta matanya yang sembab.

Nabila keluar dari kamarnya untuk mencari Ibunya, karena persediaan pembalutnya habis sekaligus untuk mengambil timun.

Rumah yang biasanya sepi kini ramai oleh kedatangan saudara-saudarnya, bahkan Icha menginap di rumahnya sejak dua hari yang lalu. Ibu muda itu senantiasa menemani dan menghibur Nabila.

Sebenarnya Hilya juga sempat bermalam di rumahnya tapi hanya semalam saja. Wanita yang tengah mengandung itu tak bisa menemani Nabila karena saudaranya juga akan menikah dan Nabila tidak ingin mengatakan nama saudara Hilya itu.

"Bil, kamu datang bulan?" Nabila mengangguk ketika ditanya oleh saudari sepupunya ketika hendak menuju kamarnya karena sudah mendapat pembalut.

"Wah, ini kabar mengejutkan." Nabila terlihat bingung dengan ucapan Citra.

"Gagal malam pertama." Lanjut Citra sambil terbahak-bahak.

Nabila menggeleng mendengar candaan Citra. Saudari sepupunya itu memang senang membuat Nabila terpojok.

"Harus dilaporkan pada yang lain." Tambahnya sebelum berlari menjauh dari Nabila.

1♥1♡

Meski matanya tak sesembab waktu bangun tidur, kepala Nabila semakin terasa pusing. Gadis yang tengah dirias itu mencoba mengabaikan rasa pusingnya.

Nabila menyemangati dirinya di dalam hati. Hari ini adalah hari pernikahannya, hari yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besarnya termasuk oleh dirinya sendiri meski setengah hati.

Betapa bahagia keluarganya ketika gadis yang pernah menjadi Polwan itu menyetujui perjodohan yang ditawarkan oleh orang tuanya. Di antara keluarganya, Kakeknyalah yang terlihat sangat senang hingga pria renta itu menangis haru.

Dan untuk hari ini saja, Nabila tidak ingin membuat keluarganya khawatir dan kecewa karena ia merasa tidak enak badan.

"Nah, sekarang Mbak boleh buka mata." Ucap seorang wanita yang merias Nabila.

Nabila membuka matanya yang terasa berat karena bulu mata palsu. Ia melihat pantulan wajahnya di cermin.

Make up yang menempel di wajahnya membuat ia sedikit pangling dengan wajahnya sendiri.

"Maa Syaa Allah, saudaraku yang tomboi ini bisa secantik bidadari dirias oleh Mbak Ike." Cintra yang baru saja masuk ke kamar Nabila langsung memuji calon pengantin wanita dan sang perias tersebut.

"Baru sadar, Cit?" Icha yang berujar.

"Iya, aku baru sadar bahwa saudaraku laku juga." Tawa Citra membuat kamar Nabila dalam sekejap menjadi ramai.

Nabila tidak menanggapi candaan saudarinya, ia fokus pada cermin dan perias yang kini sedang memasangkan khimar putih.

Nabila menghembuskan napas dan tersenyum meski rasa pusingnya tak kunjung reda. Ia berharap hari ini adalah hari yang sempurna dan semoga lekas berlalu.

Sejujurnya, kepala Nabila sudah terasa berat sedari tadi dan kini wajahnya juga ikut berat karena make up. Yang paling mengganggu adalah bulu mata palsu. Rasanya bulu mata palsu yang dipakainya semakin membuatnya ingin memejamkan mata saja.

Dan acara meriaspun selesai ketika sang perias meletakkan tiara di atas kepala Nabila yang tertutup Khimar.

Citra segera keluar dari kamar Nabila untuk mengambil ponsel sekaligus memberitahu keluarganya yang lain bahwa calon mempelai wanitanya telah selesai dirias.

1♥♡1

Gugup, itulah yang dirasakan oleh Sahrul ketika ia dan rombongan keluarganya tiba di rumah calon istrinya yang telah dihias secara sederhana. Prosesi ijab qabul akan dilaksanakan di rumah mempelai wanita jam sepuluh pagi.

Pernikahannya diadakan secara sederhana. Tidak ada acara resepsi. Hanya Walimatul Ursy dan setelahnya acara keluarga saja. Tentu Sahrul sangat setuju dengan rencana acara tersebut.

Berprofesi sebagai guru SMA, Sahrul seringkali harus berhadapan dengan para siswinya yang masih dalam masa pubertas. Ia juga sering berhadapan dengan wali murid dari siswanya ketika pembagian rapot. Semua pertemuan itu tidak membuatnya segugup hari ini.

Sebagai Pria dewasa ia menyembunyikan rasa gugupnya. Ini adalah hari yang ia nantikan selama bertahun-tahun.

Walau gugup, rasa bahagia lebih mendominasi hatinya. Dirinya tak sabar melihat ekspresi calon istrinya. Membayangkannya saja Sahrul sudah girang hingga tak bisa menyembunyikan senyum bahagia yang terlukis di bibirnya.

"Sudah siap? Aku harap kau tidak gugup." Sultan menepuk bahu sepupunya, membuat Sahrul tersadar dari lamunannya.

"Jangan sampai mengulang." Sahrul mengangguk mantap menanggapi ucapan kakak kandungnya yang terdengar ambigu.

Sahrul merapalkan doa di dalam hati, berharap Allah melancarkan lisannya dalam mengucapkan ijab qabul.

In syaa Allah dirinya telah siap menjadi Imam dan suami yang baik untuk pujaan hatinya. Secara finansial, tentu Sahrul tak perlu diragukan lagi. Ia sudah membangun istananya sendiri sebagai hadiah untuk calon istrinya.

♡♥♡

Maaf jika ada kesalahan penulisan nama, saya sering lupa denga nama dan alur cerita yang saya buat sendiri.

Terkadang jika ingin menulis bab selanjutnya saya sering baca bab sebelumnya dulu.

Saya sering kesulitan nyusun kalimat, terkadang dalam waktu sejam saya cuma bisa nulis paling banyak 100 kata, mungkin.

Terima kasih.

Satu HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang