Meja makan lebih penuh dari biasanya. Kemarin, Gary berjanji akan merayakan terpilihnya lukisan Adina di daftar sepuluh besar. Jadi, malam ini, Mila memasak makanan yang cukup banyak dan semuanya terlihat nikmat. Seharusnya ini adalah bentuk sukacita, tetapi atmosfer yang tercipta tidak demikian. Semua akan terasa lebih nikmat andai saja pihak sekolah tetap menutup mulutnya.
"Jadi, ke mana kau hari ini?"
Suara Mila terdengar terlalu lembut. Itu membuat Adina takut. Gadis itu menyesal telah merusak hidangan mewah di hadapannya dengan menghasilkan konversasi yang cukup payah. Sekali lagi, andai saja pihak sekolah tetap menutup mulutnya. Andai saja tidak ada yang menyadari ketidakhadirannya di sekolah hari ini.
"Ada temanku yang sakit," jawab Adina pelan.
"Kau tidak bisa menunggu sampai pulang sekolah?"
Adina melirik bibinya itu. Mila menatapnya menantang dan terlihat cukup marah. Adina tidak mengerti apakah harus senang atau kesal. Dia tidak mengerti apa makna dari kemarahan Mila. Perhatian atau dakwaan?
"Ya," jawab Adina, semakin pelan. Dia tidak ingin menambah ketegangan di meja makan. Makan malam harus tetap dilanjutkan. Seberat apa pun dia menelan semua yang ada di piring.
"Harusnya kau jangan terlalu cepat puas."
Ternyata sebuah dakwaan. Adina mengangguk paham kepada Mila. Menjadi penurut adalah jalan keluar satu-satunya. Gary berdeham pelan. Entah karena tersedak atau untuk memecahkan ketegangan. Mila segera memberinya air minum.
"Pelan-pelanlah menelannya."
"Ya, makanannya sangat enak," jawab Gary, membuat Mila menepuk pelan pundaknya.
"Ah, Adina. Aku dengar acara lelang akan segera dilaksanakan," lanjut Gary lagi. Kali ini dengan antusias penuh.
Adina mengangguk cepat. Mendukung pamannya untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Kapan itu?"
"Sepertinya hari Sabtu," jawab Adina.
"Bagus. Kami akan datang. Bagaimana, Mila?"
Anggukan Mila cukup mengejutkan. Adina pun menyetujui rencana Gary. Diawali dengan senyuman hangat, dilanjutkan dengan berterima kasih.
"Hei, Eve. Bagaimana persiapan promnight?"
Adina melepas napas lega. Pertanyaan Gary menandakan bahwa mereka sudah selesai dengannya. Sekarang giliran Evan. Adina menatap sepupunya itu dengan tatapan prihatin. Semoga berhasil.
***
"Siapa yang sakit?"
Adina menoleh ke belakang. Evan sedang membuka lemari es untuk menyimpan beberapa botol susu yang baru saja dia beli tadi sore.
"Jory," jawab Adina sembari menyusun piring-piring yang telah selesai dikeringkan. "Hanya kecelakaan kecil," lanjutnya dengan hati-hati.
"Apakah parah?"
"Tidak. Tidak ada luka yang berarti," ucap Adina cepat. Dia belum yakin apakah Evan harus mengetahui yang sebenarnya. Dia juga belum yakin apakah Jory ingin Evan mengetahui yang sebenarnya.
"Baguslah." Evan menutup lemari es.
"Hei, bagaimana tentang hubunganmu dengan Kiera?" Adina mencoba membuat topik Jory terasa basi.
Evan terlihat bingung lalu menaikkan kedua bahunya. "Sepertinya temanmu itu hanya ingin berteman denganku," jawabnya kemudian.
Adina hanya tertawa prihatin bersama bunyi piring. "Aku menyesal mendengarnya."
"Adina! Cepatlah kemari!"
Suara Gary dari ruang keluarga mengagetkan keduanya. Evan segera bergegas menghampiri ayahnya. Adina menyusul dari belakang. Dia bertanya-tanya apa yang membuat pamannya itu terlalu tergemap?
Di ruang keluarga, Gary dan Mila ternyata sedang menonton siaran televisi. Adina mencermati layar yang menyala di hadapannya. Sebuah berita siaran langsung dengan headline yang membuat semuanya terlihat kabur.
KEBAKARAN DI GOLDEN LAKE ART CENTER.
***
Bunyi sirene masih menjerit memenuhi kawasan sekolah. Sebelum Subaru milik Evan berhenti sempurna, Adina segera melompat turun menuju pelataran gedung Golden Lake Art Center, membuat Evan mengumpat jelas.
Semua benar. Kondisi gedung di hadapan Adina terlalu kacau. Suasananya juga menggemparkan. Adina bahkan tidak tahu harus melihat ke arah mana dahulu. Terlalu ramai. Beberapa pemadam kebakaran masih berusaha menyirami gedung meskipun api sudah tidak terlihat. Garis polisi baru akan dipasang oleh beberapa petugas berpakaian dinas. Mereka juga menghalangi beberapa orang yang mendekat. Termasuk Adina. Termasuk Shad. Adina membekap mulutnya tidak percaya. Ada Shad di sana. Seketika, mereka terpaku, terkunci oleh pandangan masing-masing.
Adina menyeret kakinya, mendekati Shad. Kepalanya terlalu berat. Penuh dengan hal yang belum tecerna dengan baik. Dia bahkan tidak mengerti dari mana kekuatan yang diperoleh untuk menampar pipi milik Shad.
"Kau benar-benar berusaha, Shad. Kau benar-benar …."
Shad terpaku, menikmati rasa nyeri di wajahnya dan menikmati tatapan kecewa milik Adina.
"Siapa yang melakukan ini?"
Tubuh Shad goyah ketika Adina mendorongnya kasar. Tenaga perempuan itu mendapat dukungan dari emosi dan air mata. Berkali-kali, Adina memukul dan mendorong bahu milik laki-laki itu.
"Siapa, Shad? Kau? Teman sialanmu itu?"
"Hei, hei, Adina." Evan menghampiri mereka dan segera menahan Adina. "Berhenti menambah keributan."
"Adina? Kenapa kau di sini? Tuhan! Berita itu benar ...."
Seseorang lagi menghampiri Adina. Melihat kehadiran Niki, Adina segera memeluknya erat. Tangisnya pecah di hadapan gedung yang setengah terbakar. Shad segera pergi meninggalkan segalanya.
***
"Aku harus masuk ke dalam."
Niki menahan Adina di dekat garis polisi. Beberapa penjaga melarang gadis itu dengan tegas. Adina yang merasa gusar tidak ingin mendengarkan siapa pun.
"Jangan menambah pekerjaanku, Nak. Tetaplah berada di luar garis."
"Ada apa?" Derida mendekati mereka dari dalam garis polisi. "Oh, Niki. Aku sangat menyesal dengan kejadian ini," ucapnya lembut.
Niki mengangguk mengerti dan segera menarik Adina menjauh.
"Hei, kau, Adina?"
Adina menoleh. Derida tampak mengamati ke sekeliling, lalu segera menunduk demi melewati garis polisi.
"Bisakah aku berbicara denganmu?" tanya wanita berumur itu dengan nada rendah.
Adina menatap Niki dan laki-laki itu mengangguk sekali, meyakinkannya.
"Asal aku boleh masuk ke dalam," jawab Adina, mencoba sedikit berkompromi.
Derida berpikir sejenak, lalu akhirnya mengangguk. "Setelah semuanya benar-benar padam," katanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/157083139-288-k299101.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladiol Liar
Teen Fiction⭐ Baca edisi revisi di KaryaKarsa dan Kwikku (dengan judul baru: Jejak-Jejak Gladiol). --- Satu-satunya yang Adina syukuri adalah dia kembali satu sekolah dengan Shad. Namun ada yang tidak beres. Teman kecilnya itu sekarang berteman akrab dengan Ed...