Hari sudah menunjukkan pukul 19.00wib, dan aku baru pulang bekerja, aku sedikit berjalan kedepan jalan besar agar mendapatkan angkutan umum. Sialnya, sudah hampir satu jam aku menunggu, namun tidak ada tanda-tanda angkutan umum akan lewat. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki.
"Sial banget yaa, tadi dikerjaan diomelin bu ratna, sekarang harus jalan kaki karena angkutan umum gakada, begini amat sih tuhannn" ocehku sendiri.
Aku mengoceh sendiri mengingat betapa sialnya aku hari ini, kulihat sebuah botol bekas minuman terletak tepat didepan kakiku kemudian dengan perasaan kesal aku menendang botol itu dengan kakiku dan sontak saja aku kaget melihat botol itu terbang bebas dan mendarat di punggung seorang pria yang sedang memperbaiki motor nya saat itu.
"Aduh mati!" aku menepuk keningku pelan, mengingat betapa bodoh nya aku tidak melihat ada orang disana.
"Woi, lo fikir punggung gue tong sampah" ucapnya dari kejauhan sana.
"Ma..af" aku hanya menundukkan kepalaku, tapi masih terlihat olehku dia mulai berjalan kearahku, aku hanya bisa pasrah jika dia akan marah padaku nanti.
"ini botol lo gue balikin" ucapnya sembari menarik tanganku dan meletakkan botol itu di genggamanku. Aku masih menunduk tak berani melihat wajahnya.
"Iya, sekali lagi maaf ya..." aku mulai berani mengangkat wajahku dan melihat wajahnya.
"Prilly?" ucap seseorang itu menyebut namaku.
Dan taukah siapa lelaki itu? Dia adalah ALI, lelaki pengecut yang tidak punya hati itu, aku langsung berlari ketika aku melihat wajah nya, "prilly tunggu prilly jangan lari" begitulah sepenggal kata yang terdengar di telingaku, namun aku tidak perduli, aku terus berlari sekencang yang kubisa, sambil aku berlari menjauhkan diri darinya, bayangan masalalu justru ikut hadir diotakku, seolah ikut berlari-lari di pelopak mataku. Tanpa kusadari air mataku mulai menetes, berbulan-bulan aku tidak meneteskan air mata karenanya hari ini terulang lagi. Aku tetap berlari tapi apalah daya seorang wanita sepertiku, meski aku sudah berlari sekencangnya ali tetap bisa mengejarku.
"Prilly tunggu, jangan lari please" iya menarik tanganku dan membuat langkahku terhenti.
"Lepasin tangan aku, atau aku teriak" aku meronta, berharap ali melepaskan genggaman tangannya dariku.
"Please, kasih aku waktu prilly, aku mohon" dia tetap bersikeras tidak melepaskan cengraman tangannya.
"Buat apa ha? Buat nyakitin aku lagi? Apa yg lalu itu belum cukup buat kamu ngerusak hidup aku?" ucapku dengan nada kecewa disertai tetes airmata kecewa.
"Prilly aku minta maaf soal itu" ucapny enteng.
"Maaf? Haha kamu fikir dengan maaf kamu itu bisa ngebalikin hati aku yg udah kamu buat patah, dan ngebuat perasaan aku ke kamu itu kayak dulu lagi? Enggak akan lagi" kataku masih dengan nada kecewa yang bernotasi cukup tinggi.
"Aku tau aku salah, aku gakminta kamu cinta sama aku lagi, aku cuma minta kamu maafin aku, itu aja" dia mulai merenggangkan cengraman tangannya dari tanganku.
"Makasih buat kamu li" aku menatap matanya dingin.
"Makasih? Maksud kamu?" balasnya.
"Iya! Makasih untuk pelajaran tentang manusia yang ternyata bisa berubah, makasih untuk pengalaman cinta yang berawal manis namun berakhir pahit, makasih karena kamu udah ngebuka pikiran aku bahwa memang gak semua kisah bahagia bisa berakhir dengan bahagia juga" aku menunduk, airmata yang selama ini tak pernah lagi tumpah, kini berderai lagi.
"Aku nyesal uda nyakitin kamu pril, aku nyesal kalau akhirnya kesalahan aku itu bisa ngebuat kamu sebenci ini sama aku" katanya dengan penyesalan.
"Penyesalan emang selalu datang belakangan kan? Kalau begitu aku juga nyesal pernah perjuangin kamu mati-matian kalau pada akhirnya aku disakitin mati-matian oleh kamu"
Aku berlalu meninggalkan ali disana, kali ini dia tidak menahanku, mungkin dia sudah kehabisan kata didepanku hingga dia membiarkan aku berlalu tanpa sedikitpun menahanku lagi. Entah kebetulan atau takdir kenapa kami dipertemukan lagi malam ini, padahal aku tidak pernah berharap bertemu pada lelaki tak berperasaan itu. Setelah apa yang dia lakukan padaku, dengan mudahnya dia meminta maaf. Bukan aku menutup hati atas permintaan maaf darinya, tapi sungguh aku belum bisa melupakan semua sakit hati di masalalu akibatnya.
Bukannya aku mengungkit apa saja yang telah dia buat patah, tapi sungguh dia sangat mahir membuat yang utuh menjadi terurai berantakan. Ini bukan prihal siapa yang menyakiti siapa, tapi tentang siapa yang terlalu percaya pada siapa. Dia memang pantas kujuluki sebagai patah hati terbaikku, lelaki yang dengan tega merusak kebahagiaan seorang wanita yang sangat tulus mencintainya, lelaki yang hobby membuat yang utuh menjadi hancur berkeping-keping. Sungguh, aku menyesal menaruh hati pada lelaki yang tak punya hati seperti dia, yang dengan mudah membuat hati wanita melayang bebas kemudian dengan mudahnya juga menghempas tanpa berperasaan.
