Petaka

12 4 2
                                    

Dulu, aku pernah berkata, kalau tersesat di suatu komplek perumahan itu akan mudah menemukan jalan. Dan hari ini, aku menarik perkataanku itu.

Sial, jalan mana yang harus kulalui. Perumahan elite memang berbeda dengan perumahan biasa! Sudah sekitar 45 menit aku mencari rumah Kartika. Gila, ujung perumahannya saja masih jauh.

Aku menghentikan laju motorku untuk bertanya pada salah satu petugas komplek. "Pak, maaf, kediaman keluarga Suseno di sebelah mana ya?"

"Oh pak Suseno. Itu dek, di jalan yang itu." Jawabnya, tersenyum seraya menunjukan salah satu jalan "adek salah satu petugas cathering ya? Daritadi banyak yang nanya, haha. Tapi adek keliatannya kaya orang besar."

"Oh haha, bukan pak. Saya calon mantu nya." Jawabku. Sedikit kesal karena dianggap petugas cathering -_- bagaimana mungkin pakaian rapih ini disebut petugas cathering? Jasku rapi, celana apalagi. Jam ayahku sengaja ku pakai agar aku semakin gaya.

Aku lalu tancap gas ke arah jalan yang tadi ditunjuk bapak itu. Woah, rumah Kartika sangat keren! Besar dan keliatan mewah. Sepertinya acara ulang tahunnya akan segera dimulai.

"Maaf, petugas cathering harus masuk lewat pintu belakang." Ucap resepsionis saat aku akan masuk. Sial sekali. Lagi-lagi aku dianggap pegawai dari perusahaan cathering. Tapi tidak ada waktu untuk membantah, yang penting aku cepat masuk. Aku lalu bergegas masuk melalui pintu belakang.

Wah, dapurnya saja besar begini. Saat pertama masuk tadi, kukira ini adalah pabrik mobil. Habisnya besar sekali sih. Wangi dari makanan bercampur aduk disini.

"Sialan, kaya sih boleh kaya, tapi kok salah sedikit dijadiin masalah gede, sih!" Tak sengaja kudengar seorang pegawai cathering mengeluh. Entah apa yang terjadi. Dari nametag nya, tertulis nama Agung. "Udah tua bukannya banyakin ibadah, malah bikin orang lain marah!" Ucapnya lagi. Sementara tangannya nakal, mencolek kue itu lalu mencicipinya. Padahal tentu, itu hal yang salah.

Agung kulihat sedang menghias kue ulang tahun. Berwarna pink dengan hiasan hello kitty diatasnya. Aku tau, Kartika sangat menyukai kucing itu. Makanya, hadiah yang kuberi adalah sebuah boneka berbentuk hello kitty.

Ah iya!
Aku lupa. Hadiah itu kusimpan dibagasi motor dan aku lupa membawanya. Aku lalu kembali ke tempat dimana kuparkirkan motorku.

Saat keluar, kulihat Kartika sedang ada didepan. Ia melihatku "eh, sudah datang, Di." Sapanya, lalu menghampiriku. "Makasih ya udah datang, seneng deh!"

"Oh iya lah, aku pasti datang. By the way, tunggu. Aku ambil dulu hadiah untukmu." Jawabku lalu berlari ke arah motorku. Namun saat aku kembali, Kartika sedang berbicara dengan Rio.

"Tadinya sih, papaku menyarankan aku memberikan mu sebuah mobil dengan gambar hello kitty. Tapi, jika aku memberikan itu, pasti tidak akan terpakai, toh mobilmu saja sudah banyak." Ucap Rio. Membuat mentalku turun. Memberi mobil? Memberi motor saja mungkin aku tidak bisa.

"Hahaha, ada ada saja papamu." Jawab Kartika. "Terus kamu ngasih apa dong?"

"Ini, kau tahu, aku belajar masak satu bulan penuh hanya untuk memasak ini. Nasi goreng buatan chef Rio hahaha." Rio memberikan sebuah wadah berisi nasi goreng pada kartika. Bahkan, wadah makanannya saja ber merk supreme.

"Eh, Di, Rio, ayo masuk. Mau mulai." Ajak Kartika. Kami pun masuk. "Kebetulan aku belum makan. Aku makan ini dulu ya, dibelakang."
.

Acara berjalan sangat lancar, kini tiba acara pemotongan kue. Saat Kartika akan memotong kue, tiba-tiba Lusi datang mencegahnya. Lusi juga mengambil mic, lalu berkata.

"Kakak ku yang cantik, biar aku yang memotong kuenya, ya." Ucap lusi. Tidak kusangka, ternyata Lusi bisa menjadi selembut itu. Bahkan harus kuakui. Setelan yang ia pakai sangat membuatnya menjadi cantik. Dress warna biru, digabung dengan tas kecil yang sedari tadi ia pakai. Kalau dilihat dari jauh, tas itu malah terlihat seperti tas tanpa isi. Aahh, ia menjadi seperti kakaknya. Ia lalu memberikan potongan kue itu pada Kartika.

"Nah, kak. Berikan ini pada orang yang sangat kau sayang." Ucap Lusi kembali. Kartika lalu mengambil potongan kue itu. Memotong kembali kue itu sedikit dan menyuapkannya pada ayahnya, Pak Suseno.

"Sekarang, biar ayah yang menyuapimu, sayang." Pak Suseno lalu mengambil sendok itu, dan meyuapi putri pertama nya itu.

Kejadian itu disambut oleh sorak-sorai dan tepuk tangan semua orang yang melihatnya. Cukup mengharukan bagiku. Namun, tiba-tiba, baik pak Suseno maupun Kartika, kejang-kejang lalu tak sadarkan diri. Tentu semua menjadi panik. Aku, orang yang berdiri paling dekat dengan mereka tentu bergegas mengeceknya. Sementara Lusi panik dan ikut-ikutan pingsan. Piring, sendok dan setengah potong kue pun terjatuh berserakan. Sementara sekilas, kulihat isi tas Lusi hanyalah sebuah plastik yang nampak basah.

Sayang sekali, aku tidak bisa merasakan denyut nadi mereka. Mereka berdua sudah tiada! Pikiran ku langsung berkecamuk. Ini tentu sebuah pembunuhan!

Aku berdiri, meraih ponsel yang sedari tadi diam di dalam saku ku. Ku tekan nomor itu dengan terburu-buru. Menunggu telpon ku diangkat. Dan...

"Ardan! Cepat kemari! Kediaman pak Suseno."

___

Arsip : Pesta Selamat TinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang