Bertegur Sapa

62 6 0
                                    

Bayu PoV

Rutinitas harianku adalah berkendara sekaligus berjualan dan berinteraksi dengan kaum hawa. Keren kan, biar begini aku selalu ditunggu loh sama mereka. Mulai dari pegawai negeri sampai emak-emak berdaster pasti selalu menanti kedatanganku. Telat sebentar aja udah pada ngomel-ngomel nggak jelas, dan kalau sudah gitu berimbas minta potongan harga. Hadeh, emak-emak emang suka gitu ya?

Seperti biasa, pagi ini aku sudah dicegat segerombolan wanita dewasa diperempatan pertama depan pos ronda. Ini tempat paling banyak pelanggannya, sekaligus paling banyak ibu-ibu gosipnya. Heran deh, tiap hari ada aja yang diobrolin, dan itu pasti saat belanja ditempatku. Alhasil aku lumayan lama ngetem disini, nungguin mereka pada milih sayur sambil ngerumpi. Niat hati sih mau negur, tapi kok gimana yaa, tapi kalau dibiarin kelamaan juga! Serba salah kalau sudah menyangkut soal wanita. Karena pada prinsipnya wanita selalu benar dan pria akan mengalah.

Sambil nungguin ibu-ibu belanja, aku duduk dibangku pos ronda, menghitung pesanan beberapa orang yang pesan bahan makanan dalam partai besar. Sebagian orang memang lebih memilih pesan sama pedagang sayur keliling macam aku begini, katanya kalau belanja langsung kepasar tempatnya jauh, harus pinter-pinter pilih mana yang kualitas baik dengan harga miring, belum lagi ongkosnya plus capek gitu sih katanya. Kalau mau terima bersih yaa tinggal pesan, gitu.

Tapi ya balik lagi sama orangnya, kalau percaya sama aku yaa aku beliin, disesuaikan sama keuangan juga ding. Kadang uang pas-pasan minta yang kualitas bagus, yaa mana boleh, kalau aku disuruh nombok ya nggak mau lah, lama-lama bisa tekor dong! Eh, tapi ada loh yang model begitu. Kalau kejadian kayak gitu besok-besok aku udah nggak nerima pesanan lagi.

Saat masih menghitung pesanan buat besok, tiba-tiba ada sesosok wanita tinggi semampai berdiri didepanku. Aku yang mulanya menunduk mengamati layar ponsel -dalam mode kalkulator on- mendongak. Kulihat dia memakai seragam rapi, khas pabrik dengan id card terkalung didadanya. Aku masih menatapnya heran, ada apa? Aku mengerjap minta penjelasan.

"Mas!" Dia menegurku yang masih menyelesaikan hitungan dibuku catatanku.

"Ada apa mbak?" Tanyaku setelah merapikan buku catatanku kedalam tas.

"Mas beneran yang jualan sayur itu?" Katanya sambil menunjuk motorku yang masih penuh dagangan.

"Iya. Emang kenapa mbak? Mbak mau beli apa?"jawabku sambil bangkit.

Kulihat dia merogoh sesuatu dibalik saku celana bahannya yang disetrika halus. Rapi banget penampilannya, batinku memuji. "Nih, mau ambil pesenan ibu." dia mengangsurkan catatan kecil berisi daftar pesanan. Aku mengangguk menerimanya.

Aku mengambil pesanan atas nama bu Santi yang memesan beberapa kilo daging ayam. Setelah memastikan jumlah pesanan kuangsurkan plastik itu kepada 'mbak rapi' yang tak kutahu namanya itu. "Ini, mbak. Totalnya 114 ribu." Dia menerima bungkusan yang kusodorkan. "Bentar ya mas uangnya." Dia menaruh buntelan itu disamping kakinya. Aku hanya mengangguk.

"Berapa tadi mas?" Tanyanya sambil merogoh saku sebelah kanan celana bahannya, mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan lima puluh ribuan.

"Seratus empat belas ribu mbak."

"Ini," dia mengangsurkan tiga lembar pecahan uang limapuluh ribuan.

Aku menerima uangnya dan menyerahkan kembaliannya. "Kembalinya tiga puluh enam ribu ya, mbak," dia menerimanya sambil tersenyum. Kulirik jemarinya masih kosong, wah, masih single nih kayaknya! Batinku. "Makasih ya mbak," ucapku balas tersenyum.

"Oke. Aku juga makasih, mas!" sahutnya sambil berlalu.

Kulihat dia menyapa beberapa ibu yang tengah belanja disamping keranjangku. Samar kudengar ada ibu yang menanyakan tumben belanja, yang dijawabnya 'ngambil pesanan ibu' seraya tersenyum lalu menstarter motornya.

Aku merasa familier dengan seragam dan motor yang dipakainya, tapi seragam apa ya? Dimana aku pernah melihatnya? Perasaan kok terasa nggak asing. Jelas aku pernah melihat motor dengan modifikasi unik itu, tapi dimana? Padahal baru kali ini aku melihat mbak itu tadi belanja. Ah, entahlah. Aku hanya mengendikkan bahu. Lain kali kalau ketemu lagi, coba tanya deh.

_____

Perjalanku masih jauh, pokoknya selama dagangan belum habis ya belum pulang. Alhamdulillah, dagang sayur begini bisa buat biaya hidup sehari-hari.

Hari ini aku sampai dirumah sebelum jam 12. Jam pulangku tak tentu sih, pernah aku pulang menjelang ashar. Dan itu membuat ibu khawatir, setelah kejadian itu kuusahakan sebelum jam satu siang aku sudah sampai dirumah.

Sesampainya dirumah kuparkirkan motorku di teras. Segera kuturunkan keranjang sayur muatanku. Merapikan beberapa bumbu dapur yang berserakan kedalam wadah kecil-kecil untuk memilahnya.

Kulihat rumah dalam keadaan sepi, biasanya kalau jam segini ada Fandi -anaknya Anissa- yang tinggal disini. Maklum Anissa dan suaminya -Faisal- bekerja dipabrik. Mereka memutuskan tinggal bersamaku dan ibu karena memang Anissa nggak bisa jauh dari ibu. Mbak Shinta dan adikku Noval sudah memiliki rumah sendiri tak jauh dari sini. Hanya beda RT saja. Mereka juga sering main kesini, bahkan menginap. Aku bersyukur memiliki mereka.

"Assalamualaikum," aku memasuki rumah sambil mengucap salam. Sepi, tidak ada sahutan.

Aku melangkah menuju dapur untuk mengambil minum. Setelah dahaga hilang kulangkahkan kaki menuju kamar ibu, kubuka pintunya perlahan, ternyata ibu sedang tidur memeluk Fandi. Aku tersenyum melihat hal itu. Kututup kembali pintu kamar ibu.

Deritan pintu yang tertutup rupanya membangunkan ibu. "Le?" Aku menoleh saat kudengar ibu memanggilku, lalu kubuka kembali pintu kamar ibu. Aku masuk lalu tersenyum, mendekati dipannya dan duduk didepannya. Kuraih tangan keriputnya lalu mengecupnya pelan. Ibu balas tersenyum teduh.

"Lagi mulih?" Tanyanya sambil mengelus bahuku. Aku hanya mengangguk, menikmati elusan lembutnya di bahuku. "Yowes, gek leren." Beliau menepuk pelan tanganku, menyuruhku untuk istirahat. "Nggih, buk." Aku mengangguk lalu bangkit menuju kamar mandi.

Selesai bebersih diri aku segera sholat, baru setelahnya aku berganti baju santai, kaos oblong dan celana training pendek.

Kurebahkan diri diatas kasur, dengan posisi telentang. Bayanganku mengingat-ingat kejadian hari ini. Pertemuan pertamaku dengan seorang wanita dewasa yang berwajah manis, terbayang sampai sekarang. Siapa dia?

Aku masih tersenyum bodoh saat menyadari aksi terpanaku tadi pagi, tapi untung dia tidak menyadarinya.
Andai 'si mbak' tadi tau, betapa malunya dia, dan lagi sempat-sempatnya melirik jemari panjang milik 'si mbak' tadi.

Perasaan ini apa ya namanya? Sampai sekarang aku masih memikirkannya. Apa mungkin ini artinya penasaran kalau iya, bener apa kata bang Haji yang bikin lagu 'Penasaran'. Karena baru kali ini aku penasaran dengan seorang wanita, yang anehnya baru pertama kali berjumpa dan bertegur sapa dalam urusan jual beli.

Hampir enam tahun aku berjualan, dan baru kali ini aku dibuat penasaran oleh seorang gadis! Ini aneh!

"Mbak, kamu siapa?"


●●●●●

Mas Bayu penasaran?

Mbak Nanda manis ya??

Kalian penasaran nggak?
Tenang, masih ada lanjutannya.
Sampai tamat pokoknya. Hehehe

Jangan lupa tinggalkan jejak.
Terima kasih.

Salam wkwkwk_

JombloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang