Nadira membangunkanku dengan sedikit goncangan, rasanya baru sebentar aku menutup mata tapi harus bangun lagi, semalaman tidak bisa tertidur hingga pukul 3 dini hari mataku masih saja terjaga, pukul 4 baru bisa terlelap."Ada apa Nad?" tanyaku dengan mata yang masih sedikit terpejam, rasanya ada lem yang melekat karena begitu susah untuk membuka
"I..itu i.. itu ada sepupu aku"
Aku mengerutkan dahi tidak mengerti apa yang diucapkannya, lalu memilih membaringkan tubuhku kembali, aku butuh tidur sekarang, tapi belum juga niat terlaksana Nadira dengan sigap mengguncang pundakku,"Itu diluar ada sepupu aku ay...Halil"
"Ooh, Halil... memangnya kenapa? Aku bertanya ogah-ogahan tentang sepupu Nadira yang datang, siapa juga yang peduli dengan kedatangan sepupu orang lain yang tidak kukenal
"Itu Halil sepupu aku, sahabat kamu juga ay!" pekik Nadira pelan, refleks aku menegakkan tubuhku, kantuk yang kurasakan sempurna hilang, mataku sempurna terbuka perkataan Nadira sungguh kejutan untukku dipagi hari
"Se..sejak kapan?"
"Sejak subuh, tapi tenang. Halil tidak tau kalau kamu ada disini"
Aku termenung akan hal itu, baru saja semalam Halil mengirimiku pesan kalau dia mengharapkan aku cepat pulang. Tapi pagi ini aku dikejutkan dengan kedatangannya dirumah Nadira yang notabenenya sebagai sepupu jauh Halil."Terus aku bagaimana, bagaimana ini?" ucapku panik, meski Nadira mengatakan kalau dia tidak mengetahui keberadaanku
"Kamu dikamar aja, kunci pintu dari dalam jangan buat suara-suara yang bisa terdengar dari ruang tamu, kamu tau kan sepupuku itu pendengarannya sangat tajam dan suka kepo"
Aku hanya mengangguk, bergerak menutup pintu setelah Nadira keluar dan juga menutup jendela walau baru saja dibuka. Ponsel kuubah dalam mode silent berjaga jaga siapa tau ada yang menelpon tiba-tiba. Karena bosan duduk diatas kasur yang hanya diam terpekur aku beranjak, memutuskan untuk sedikit menguping dari balik pintu kamar Nadira yang kebetulan dekat dengan ruang tamu rumah ini.
Mereka hanya berbincang-bincang tentang daerah ini, hal-hal akain yang tak kumengerti. Sejauh ini hanya itu yang bisa terdengar di indra pendengaranku, posisi membungkuk dengan daun telinga rapat dipintu aku terus menguping, aku menyelipkan rambut didekat telingaku agar tidak menghalangi dan aku lebih leluasa untuk mendengarkan dari balik pintu cokelat ini, andai saja pintu kamar Nadira ada lubangnya walau sekecil cincin aku bisa melihat sahabatku.
Tapi... ah, lebih baik jangan aku belum siap untuk melihat wajahnya.
"Bagaimana dengan kehidupan baru mu lil, pasti menyenangkan ya? pengantin baru memang selalu membuat iri untuk orang sepertiku."
Kali ini pembicaraan mereka mulai menjurus ke hal-hal serius, aku tidak tau ekspresi sahabatku, Halil. Apakah ekspresinya tersenyum malu-malu dengan pipi merona seperti tomat, aish itu tidak mungkin, atau biasa-biasa saja.
Tidak lama terdengar suara yang kali ini perkataannya membuat aku termasuk Nadira bingung
"Tidak ada pernikahan" ruang tamu mendadak senyap, suara Nadira belum juga terdengar. Aku tetap menguping, dan mulai menerka-nerka apa pernikahan itu batal?, diundurkah?, atau karena sebab lain?.
Hampir saja aku terjungkang kebelakang jika tidak memegang kenop pintu, ketukan dari luar yang tiba-tiba membuatkan terkejut, refleks mengusap dada
"Siapa?" Tanyaku dengan suara pelan yang kubuat-buat, aku merasa was-was jika sahabatku yang mengetuk pintu karena telah mengetahui keberadaanku. Tidak ada balasan, apa aku berhalusinasi ada yang mengetuk pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Alone
General FictionSejak kamu memilih pergi, saat itu aku tahu putaran roda kehidupanku sudah tidak sama lagi