PROLOG

201 40 41
                                    

***

"Hei! Buku aku mana?!"

"Enggak tau, lha. Ada yang ngambil kali!"

Bibirku mengerucut. Dengan satu kali hentakan, balpoin di genggamanku terjatuh. Bodo amat! Abis ngeselin sih, masa ya buku ilang gitu aja padahal baru beberapa detik yang lalu aku genggam?!

"Balikin dong! Aku mau ngerjain tugas nih."

"Berisik, Gi!"

Semakin gemas melihat tingkah mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. Perlahan namun pasti, pikiranku tertuju pada satu objek—seseorang yang berpotensi paling besar penyebab hilangnya buku paket pinjaman dari perpustakaan.

Ihsan! Iya, siapa lagi kalau bukan dia. Cowok absurd, jail, muka datar, so cool, tapi pecicilan. Setelah memantapkan hati, aku berjalan mendekati meja yang tengah ia duduki. Dengan gerakan cepat, aku menarik buku paket dihadapannya.

"Ini buku Sugi, bege!"

Dia terperanjat dengan gerakanku yang tiba-tiba. "Anjing!" aku tak kalah terlonjak mendengar makian yang keluar dari mulut lemes cowok itu. "Itu buku aku, Sugi!"

"Tapi, bukuku hilang, Ihsan!"

"Ya, aku gak peduli. Bukan aku yang ngambil, sini, balikin!"

Cepat-cepat aku berlari dari hadapan dia. Sedikit takut juga melihat wajahnya yang seperti tengah menahan amarah. Kan, dia yang salah. Ini buku Sugi. Jadi, dia gak boleh marah, bukan? Eh, tapi, emang ini buku yang aku cari?

"Sugi, balikinnnnn!"

"Enggak!"

Aku berteriak lantang sembari memeluk erat buku bersampul hijau ini. Teman-teman di kelasku hanya geleng-geleng kepala melihat interaksiku dengan Ihsan. Ish, lelaki itu! Kenapa pula dia malah mengejar? Emang enak gitu ngejar sesuatu yang gak pasti, eh!

Dia semakin gencar mengejar aku yang terus saja memutari isi kelas. Tidak berniat berhenti! Sebab, aku harus memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi milikku. Enak saja dia mau ngambil sesuka hatinya.

"Gih, balikin!" kali ini, suaranya lebih tinggi. Peluh mulai membasahi sudut dahinya. Suruh siapa siang hari dengan cuaca panas begini main kejar-kejaran!

"Enggak, Ihsan. Ini buku Sugi. Kamu gak boleh ngambil punya orang."

"Aku gak ngambil punya kamu, sialan! Balikin, gak?!"

Aku hanya diam terpaku mendengar kata makian yang lagi-lagi ia lontarkan untukku. Hingga suara tawa lepas berdengung hebat mengganggu daun telinga. Sontak, kepala ini bergerak mengikuti ke mana suara tadi berasal.

Di pojok kelas samping jendela, seorang lelaki cukup tampan tengah tertawa terbahak-bahak. Ia sampai memegangi perutnya. Aku mengernyit, lalu menghampirinya. "Kamu kenapa, kesambet mbak penjaga kantin?!"

"Hahahahaha."

Aku bingung melihat dia yang malah semakin tertawa tanpa jeda. Hingga, aku tidak menyadari bahwa Ihsan sudah ada di samping tubuhku. Ia menatap tajam ke arah lelaki yang masih saja tertawa, Zidan.

"Anjing, Zidan! Sugi, dia yang ngambil buku kamu! Sana ambil, balikin buku aku!"

"Ha?" aku membelalakan mata tak percaya. "Beneran?" Ihsan tak menjawab, ia hanya meraih buku yang kugenggam dengan gerakan cepat. Membuatku sedikit meringis pelan. Dia marah. Selama dia berjalan, mulutnya komat-kamit tidak jelas. Kebiasaan!

"Zidan ..." aku menatap ke arahnya dengan garang. "Ini buku siapa, hayo, ngaku?!"

"Iya iya, itu buku kamu."

MOURLITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang