A.n : Hallo, sudah lama kita tidak saling bertegur sapa. Huhu, aku rindu. Hampir setengah tahun, aku gak sentuh akun wp ini.
Alasan?
Aku tidak tahu pasti, tapi... ada kendala yang buat aku minggat dulu. Beralih ke akun yang lain. Weheheh.
Berhubung bab sebelumnya sudah mencapai lebih dari 25 pembaca, aku akan lanjutkan! Siap baca? Kuy!
- MOURLI -
"Gi, jangan dulu masuk!"
Langkahku tertahan saat sebuah suara berhasil menginterupsi pergerakan. Terlihat beberapa orang yang sangat kukenal, berdiri menghalangi pintu masuk.
"Kenapa?" tanyaku sembari mengeratkan pegangan pada tali tas. "Kalian ngapain berdiri di situ, sih? Ngehalangin jalan orang."
"Kamu udah ngambil kartu buat ujian?" Kautsar, temanku, dia berjalan mendekat. Tubuh kecilnya nampak sangat antusias untuk bergerak. "Kalau belum, ambil, yok!" katanya dengan riang.
"Ambil duluan aja, aku baru dateng, nih," balasku sembari melanjutkan langkah. Namun, beberapa orang yang tadi berdiri bersama Kautsar, kembali menghadang. "Apalagi, sih?"
"Gi ... ambilin kartunya, dong. Kami belum bayar ...."
Lha, sama, dong!
Timong menatapku seakan penuh harap. Bibir mungilnya mengerucut, membuat wajah yang biasa nampak sangar itu kini terlihat imut. Heleh!
Siti Nur Fatimah, namanya. Kerap kali disebut dengan panggilan 'Siti' dia marah. Katanya, nama Siti sudah terlalu banyak. Di angkatanku, pemilik nama Siti ada sepuluh orang dan itu ... disatukan dalam kelas yang sama.
Kebayang, kan?
"Ya sama, Sugi juga belum bayar, kok."
Ah, iya. Perkenalan kami sebenarnya cukup antimainstream. Awal kedekatan aku dan dia juga karena sebuah tragedi-sambung kata. Waktu itu ....
"Oy! Oy! Melon itu yang tempat buat isi air, kan?" Timong mengambil atensi. Dia berjalan perlahan dengan lengan yang merangkul bahuku.
"Heleh! Itu galon!" kataku, menanggapi ucapannya.
"Oh, galon itu yang bentuknya bulet, terus lembek, kan?"
"Itu balon, Timong!"
"Salah!" Timong menggeleng. Dahiku mengernyit, mencoba mencari tahu jawaban yang lain. Galon berbentuk bulat dan lembek, mungkin--
"Perutmu, Gi! Wahahahahahah." Timong tertawa sampai terduduk di lantai jalan. Hm, sialan. Bentuk perut keramatku dijadikan kambing hitam.
Tapi, tidak masalah. Aku tak marah, malah ikut tertawa dengannya. Lalu dari saat itu, kami - aku, Timong, Nia, Shanty dan April menjadi dekat. Menjalani hari-hari di masa sekolah dengan penuh tawa.
"Iya, makanya! Ayo, Gi, kamu ambil punyamu, sekalian punya kami ambilin." Kautsar menggenggam pergelangan tanganku, lalu berjalan. Membuat tubuhku tertarik perlahan. "Kamu ambilin, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOURLI
Teen Fiction[Yang tak selalu tentang cinta] ... "Ayo, deh, sini! Kita foto bareng ..." "Iya lah, ayo! Kamu tuh gak pernah mau foto bareng kita-kita pas SMA, kayak artis papan atas aja!" "Iya ayo, jarang-jarang kita bisa kumpul." Senyumku mengembang. Dengan...