BAB 5. Ini Ipa, Lho!

72 13 42
                                    

a.n : Sesuai janji, setelah dua puluh lima pembaca, aku update.

Sebelumnya, aku mohon maaf jika ada yang terusik dengan cerita ini.

- MOURLI -

Seharusnya, setelah ia memilih melepas, aku bahagia, tapi nyatanya aku malah terhempas. Lagi pula, siapa sih yang bisa dengan mudahnya ikhlas menerima saat seseorang yang dianggap terlalu berharga, memilih untuk pergi?

Menyisakan luka tak berkesudahan dengan akhir kisah yang tragis.

Tak adil!

Masa aku nangis bombay, sedangkan dia di sana tertawa dengan bahagia?

Aku menyukai hujan, tapi saat ini ..., aku tak suka. Hujan yang jatuh kini hanya membawa dua kemungkinan 'menghapus segala rasa sakit atau justru menambah pedih sebab luka yang semakin terbuka'

"Sugiii!!!"

Aku mendongak, menatap wajah seseorang yang kini ada di hadapanku. "Kenapa?"

"Kamu beneran putus?"

"Iya, aku putus."

Dia terlihat menahan napas sebelum kembali berujar, "Dia putusin kamu? Cuma gara-gara bosen?"

"Iya, Nita ...," ujarku seraya tersenyum simpul. Kabar bahwa aku putus dengan 'kakak kelas' itu sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Dan seharusnya, pertanyaan seperti tadi tidak perlu aku dengar lagi.

"Ya ampun, Gi! Itu cowok emang gila, ya?!"

"Sugii ..."

"Sugi sabar ya ..."

"Sugi, putus yuk! Aku udah bosen!"

"Hahahaha."

"Sugi, aku ga tahu kalau kamu sekuat ini. Kamu masih bisa kirim emot peluk selepas dia memilih melepas dengan cara seklise itu?!"

Nah!

Yang terakhir ngomong itu, Kannisa. Seseorang yang aku sebut namanya di bab sebelumnya, namun belum sempat dideskripsikan.

Dia, Kannisa Putri, namanya. Cewek berwajah bulat, memiliki mata minimalis yang jernih—lengkap dengan bulu mata lentik. Kulitnya putih, badannya tidak tinggi, 'pendek'. Meski begitu, dia cantik. Ditambah penampilannya selalu rapi dengan balutan kerudung panjang.

"Sugi." kali ini, Zidan yang memanggil. Dia berjalan menghampiriku dengan lekukan senyum, menghiasi wajahnya.

"Apa?" 

"Cowok goblok kayak dia, gak usah dipikirin! Udah, Gi, jangan sedih ..." jeda sejenak. "Sebagai ketua kelas yang budiman, aku gak terima kalau ada diantara kita yang sakit sendirian. Tenang, aku bakal nemenin."

Aku membelalak tak percaya. Ini ... Beneran Zidan? Cowok yang waktu itu nyembunyiin buku aku? "Wah beneran nih? Aku tersanjung loh, Zidan."

"Hm, maksudku ... Temenin ngetawain, 'kan kamu sakit hati gegara diputusin, aku sakit perut gegara ngetawain. Hahaha."

Selepas itu, dia berbalik dan berjalan menjauh dengan lengan bersidekap di dada, pun bibir yang membentuk seringai menyebalkan.

Hm

MOURLITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang