Twelve

17.9K 1.2K 45
                                    

Alona masih tetap bersungut-sungut ketika dengan tak punya hatinya Wickley malah membawanya menuju sebuah club malam di tengah kota. Pria itu tetap saja menyeretnya meski dia sudah menolak sekuat tenaga.
Apa dia gila membawa wanita hamil ke tempat tak sehat seperti itu?

"Jangan gila, brengsek. Aku sedang hamil." pekik Alona marah.

"Jangan berlebihan, Alona. Aku tak membawamu masuk dan beradegan tak senonoh disana seperti yang kau lakukan padaku dulu," Jawab Wickley santai yang jelas sedang menyindir kelakuannya dulu.

Alona melotot kaget. Apa tadi katanya?
Ingin Alona mejerit bahwa semua itu tidak akan terjadi jika si brengsek ini tak mendekati duduknya duluan. Tapi Alona merasa sia-sia jika membahas hal memalukan itu lagi sekarang.

"Tapi tetap saja. Udara disini tidak sehat, Wickley."

"Kau pikir aku tak memikirkan kesehatanku sendiri dengan membiarkan udara busuk memenuhi ruangan kerjaku setiap hari?"

"Tapi__"

"Dengar Alona, aku tak sedang ber mood baik untuk bertengkar denganmu." tukasnya. "Tempat itu ada dilantai bawah sementara kita di lantai teratas."

Alona merengut kesal, memang benar sih begitu, mereka sedang berada di lantai atas ruangan pria itu. Tapi kan saat ini dia sedang merasa tak nyaman berada di sekitaran club malam karena mengingatkan dia pada ulahnya dulu.

Alona memutuskan melihat-lihat ruangan pria itu. Matanya meneliti satu persatu barang Wickley yang semuanya terlihat berkelas. Pria yang terkenal kejam ini memang benar-benar punya selera yang tinggi.

"Kalau lelah kau bisa istirahat di ruangan itu." Wickley menggerakkan dagu memberi isyarat ada sebuah ruangan pada Alona.

"Tidak, terimakasih," Ucap Alona.

"Dasar keras kepala."

Alona mengabaikan omelan pria itu dan terus berjalan menuju dinding kaca yang tadinya tertutup tirai putih tipis. Alona menyibakkan tirainya dan merasa takjub dengan pemandangan lampu kota yang sangat indah di lihatnya dari lantai setinggi ini. Las Vegas memang benar-benar luar biasa.

"Suka?" Alona terkejut sekaligus merinding merasakan hembusan napas hangat tepat ditelinganya.

Wickley meletakkan dagunya di bahu kanan Alona dan melingkarkan kedua lengannya mengelilingi perut wanita itu, tepat disana pria itu mengusapnya lembut. "Kenapa perutmu belum membuncit juga?" tanya pria itu.

Alona yang merasakan hangatnya tubuh Wickley merasa seperti sedang di peluk oleh pria itu. Jantungnya berdetak cepat dengan tak tahu malu, bahkan tubuhnya seperti lemas dan berharap ditopang oleh kekuatan pria itu. Benar-benar tubuh kurang ajar.

"Jangan bercanda! Aku bahkan baru hamil dua bulan."

"Hm, apa kalau kau sedang hamil kita tetap boleh melakukan itu?" bisik pria itu lembut.

Alona melotot dan berbalik badan dengan cepat meski lengan pria itu tetap masih mengelilingi tubuhnya. "Tidak boleh!" bentaknya.

Bukannya marah, Wickley malah tertawa geli. "Maksudku boleh atau tidak itu menurut dokter bukan menurutmu."

Alona mendengus kesal. "Aku juga punya hak untuk menolak, tuan Wickley yang terhormat."

"Hm, sayang sekali Nona Alona, saat ini anda tidak sedang dalam keadaan bebas berpendapat. Ingat, sayang, kau tahananku sekarang."

"Atas dasar apa kau menahanku?" protes Alona.

"Dengan banyak hal."

"Coba sebutkan satu hal saja yang bisa membuat otakku mampu menerima perkataanmu, Tuan Wickley."

"Yang pertama, kau memanfaatkanku demi kesenanganmu sendiri. Kedua, membohongi serta memgelabui, ketiga... kau berniat membuat anakku hidup dalam kesusahan tanpa aku... ayahnya."

Alona mengerang kesal karena Wickley menganggap dirinya memanfaatkan apalagi mengelabui laki-laki itu, meski kalau dipikir lagi itu semua benar.

"Baiklah aku minta maaf jika kau merasa dimanfaatkan, tapi sungguh aku tak pernah berniat buruk soal itu." Ujar Alona lugas.

"Yang kedua aku tak pernah mengelabui dirimu, kau saja yang begitu tergoda dan melakukan semuanya tanpa akal sehat."

Alona mengisyaratkan Wickley untuk diam ketika pria itu bersiap akan mengeluarkan protesan panjangnya.

"Ketiga, ini anakku. Aku ibunya dan sekuat tenaga akan aku usahakan dia kelak berbahagia bahkan tanpa ayahnya. Dan jika dia keberatan hidup tanpa ayah, aku bisa mencari pria yang mau menikahiku dan menjadi ayah yang baik dari anak ini. Jadi... tuan Wickley yang terhormat, kau tak perlu repot-repot menahanku hanya untuk memastikan anakmu hidup baik-baik saja kelak, karena aku ibunya dan aku akan membahagiakannya."

Wickley tersenyum mengejek."Aku merasa... di negara yang jelas berbudaya setinggi itu tak akan ada yang mau menikahi wanita tak jelas statusnya sepertimu."

Alona merasa terhina, memang benar dia membenci pernikahan dan melakukan hal konyol demi mewujudkan cita-citanya, tapi setidaknya dia bukanlah wanita murahan yang menjalankan dirinya demi kesenangan pribadi, dia berusaha keras mendapatkan apa yang dia mau, mengorbankan rasa malunya serta menguatkan mentalnya. Toh dia memilih laki-laki lajang yang bebas, bukan menjadi simpanan om-om mata keranjang atau yang sudah pasti akan menerimanya selapang lapangan bola.

"Kau hanya punya aku, Alona, untuk menjamin hidup anak ini kelak."

Alona mendengus. "Siapa bilang? Aku punya seorang pria yang selalu menerima dengan tangan terbuka bagaimana pun keadaanku," ucapnya angkuh.

Sialan, karena ucapan sombong pria iblis itu Alona jadi harus menciptakan sebuah bualan tak bermutu.

Wickley menyipit tajam, wajahnya berubah tegang seketika, lingkaran tangannya semakin ketat sehingga tubuh mereka semakin merapat. "Siapa?" bisiknya tajam.

Alona merinding, kali ini bukan karena hembusan nafas hangat atau apalah itu yang tadi sempat dirasakan nya, kali ini dia merinding karena dihadapannya aura gelap menguar mengalahkan pekatnya malam, dia seperti menanti detik-detik murkanya raja iblis yang siap membantai mangsa-mangsanya. Tapi bukan Alona namanya jika begitu cepat mengalah.

"Kau tak perlu tau," Jawab Alona.

Seketika Alona merasa kesulitan menghirup oksigen, nafasnya terasa berat dan kepalanya mendadak pening, seperti ada yang menghentikan udara masuk ke tubuhnya, dan ya, pria sialan itu sedang mencengkram erat lehernya.

"Selalu kukatakan padamu, jangan macam-macam denganku, Alona." Geram pria itu. "Kau akan menyesal nantinya."

Alona memukul keras tangan pria itu yang masih mencekik lehernya. Tak perlu menunggu nanti, sekarang pun dia sudah menyesal setengah mati. Kadang Alona merasa bodoh karena selalu memancing kemurkaan sang dewa kegelapan ini, niatnya hanya menunggu hingga pria itu bosan lalu membuangnya, tapi kelihatannya sekarang Alona tak akan mungkin sanggup. Dia akan mulai memikirkan cara untuk melarikan diri, melarikan diri dari neraka jahanam ini.

Yang tak Alona tau, pria itu memang selalu lepas kontrol apabila menyangkut soal Alona. Ketenangannya seakan hilang entah kemana, yang ada hanya emosi yang tersukut karena wanita itu memang selalu memancingnya, apalagi dengan mengaitkan manusia berjenis kelamin pria benar-benar membuat darah pria itu mendidih dan otaknya yang ikut memanas.

___

Follow my IG : ay.tarigan

Udah kelihatan kejamnya belum sih si babang Wickley ini?

Kecup manjah, dari ratu tercantik sejagad raya 💋

Mission Completed (PINDAH KE DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang