Dua

85 12 2
                                    

Selamat membaca ❤

"Perhatianmu adalah kelemahanku, dan dinginmu adalah kerapuhanku"

Telat bangun di hari Senin adalah hal paling menyialkan bagi Ara. Jam putih di tangan kirinya sudah menunjukkan pukul enam lebih empat puluh menit. Lima menit sebelum upacara bendera, gerbang sudah akan ditutup. Sementara dirinya baru saja keluar dari rumah.

"Lama banget sih, Ra!" Elvan mengomel dari atas motornya.

"Pending dulu ngomelnya, atau lo mau kita berdua dihukum pak Dul?" sahut Ara sambil naik ke motor Elvan.

Tanpa menunggu lama, Elvan langsung menancap gas. Motor Ninja berwarna merah itu melaju dengan kecepatan di atas normal. Mencari celah diantara kendaraan lain yang juga sedang melaju berpacu dengan waktu.

"Lebih cepet, Van! Sebentar lagi gerbangnya pasti ditutup," seru Ara dengan keras.

"Lo gila?! Ini udah ngebut banget, Ra. Gue lebih baik dihukum pak Dul, dari pada harus masuk rumah sakit."

Ara hanya bisa mendesah pasrah. Elvan benar, lebih baik dihukum pak Dul karena telat. Pasti banyak juga siswa yang telat, atau minimal ada yang tidak memakai dasi atau topi.

Tunggu!

Ara membuka tasnya ditengah kecepatan motor Elvan. Ia mencari benda sakral jika hari Senin tiba.

Mampus! Ara menepuk dahinya. Topi berlogo SMA 45 tidak ada di dalam tasnya.

Motor Elvan sudah memasuki halaman SMA 45. Perjalanan yang biasanya ditempuh selama hampir dua puluh menit, pagi ini hanya sepuluh menit. Pecah rekor!

"Mampus gue, Van,"

"Kenapa?" tanya Elvan setelah menghentikan motornya di parkiran.

"Topi gue ketinggalan," jawab Ara dengan nada pasrahnya. "Percuma tadi lo ngebut, tetep aja gue pasti bakal kena sama pak Dul."

"Dasar sotoy!" Elvan menoyor kepala Ara. "Selamat menikmati hukuman ya, Ra." sambungnya, lalu meninggalkan Ara begitu saja.

"ELVAN SIALAN!"

💫

"Aduh, gimana dong, Key?"

Ara sudah kalang kabut di dalam kelas. Suara pak Dul sudah terdengar di speaker tiap kelas, menyuruh para siswa untuk segera bersiap-siap ke lapangan.

"Pinjem Danny aja, Ra. Dia mau tanding basket, kan? Pasti nggak ikut upacara." usul Kezia.

Dengan cepat Ara mengirim pesan pada Danny. Namun dua menit setelahnya masih tidak ada balasan.

"Gue coba cari ke kelasnya aja deh, Key. Siapa tau dia masih di kelas."

Ara berlari menuju kelas 11 IPA 1. Kelas berpenghuni murid-murid berprestasi.

Ara tidak menemukan keberadaan Danny di kelasnya. Ia pasrah. Ia ikhlas dihukum oleh pak Dul.

Ara kembali ke kelas untuk mengambil dasi yang masih belum dipakainya. Pandangan Ara terfokus pada sesuatu di atas mejanya. Sebuah topi berwarna biru keabu-abuan berada di atas mejanya. Di sampingnya ada sobekan kertas.

Lain kali jangan teledor!
Jangan begadang demi nonton drakor!
Pakai ini, biar nggak dihukum ♡

D.E

Ara menghembuskan napasnya lega. "Thanks, Dan."

💫

Hari ini SMA 45 bebas dari pelajaran karena ada pertandingan persahabatan antara tim basket SMA 45 melawan SMA Pancasila.

Ara tentu tidak mau ketinggalan momen ini. Ia harus memberikan semangat pada Danny. Ia akan berada di baris paling depan. Bahkan kalau perlu, ia akan duduk di samping pak Sam--pelatih tim basket SMA 45.

"Empat Lima,"

DUNG DUNG DUNG DUNG DUNG

"Empat Lima,"

DUNG DUNG DUNG DUNG DUNG

Suara sorak sorai dukungan terdengar menggema di atas tribun lapangan indoor SMA 45.

"DANNY SEMANGATTT!!!" Ara berseru lantang menyemangati Danny yang sedang men-dribble bola menuju ke ring lawan.

Suasana semakin ramai ketika Danny berhasil memasukkan bola ke dalam ring dari area three point. Empat detik kemudian, wasit meniup peluit tanda berakhirnya babak ke empat, sekaligus mengakhiri pertandingan yang dimenangkan oleh SMA 45 dengan skor 98-82.

Ara segera turun untuk menghampiri Danny.

"Selamat, Dan! Lo keren!" puji Ara.

"Makasih, Ra." balas Danny dengan senyum mautnya.

Melihat Danny tersenyum sangat manis seperti itu, ditambah dengan keringat yang membasahi wajah tampannya, membuat Ara harus menahan napas karena terpesona.

"Ini buat lo," Ara memberikan sebotol minuman dingin pada Danny.

"Thanks," Danny menerima minuman itu. "Gue ke sana dulu ya." pamitnya sambil menunjuk teman-temannya.

Ara kembali ke tribun karena Kezia dan Elvan masih berada di sana.

"Nggak ada sejarahnya cewek yang ngasih minum duluan buat cowok. Kodratnya itu cowok yang inisiatif beliin minum buat cewek." Elvan memberikan sebotol minuman untuk Ara. "Apa lagi buat cewek yang disayang."

"Halah! Sok banget omongan lo. Kayak udah tau rasanya sayang sama orang aja." ledek Ara.

"Udah dong, gue lagi suka sama anak kelas 11 IPA 4." balas Elvan yang tidak terima.

"11 IPA 4? Anak kelas kita dong, Key?" Ara menatap Kezia, dan Kezia hanya mengedikkan bahunya. "Asal lo tau ya, Van, cewek-cewek kelas gue itu udah tau semua kejelekan lo. Jangan ngarep deh!"

Elvan menyentil dahi Ara dengan keras. "Songong banget jadi orang!"

Ara hanya tertawa tanpa peduli kekesalan Elvan.

"Lo cuma beliin minuman buat gue?"

"Jangan ge-er! Noh Kezia juga gue beliin."

Kezia mengangkat botol minumannya yang sudah tinggal setengah. Sementara Ara sudah tidak mau ambil pusing.

Is That You? #GAPersonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang