Di sinilah Kara berada. Celingak-celinguk seperti anak hilang dengan wajah kebingungan. Gadis itu sekarang sedang mencari letak kelas barunya di sekolah yang super luas ini. Gila saja! Dari tadi Kara berkeliling sekolah ini sendirian, tanpa ditemani. Wajar saja kan kalau Kara tersesat?
Kara melangkahkan kakinya tak tentu arah, mengikuti setiap kelokan yang ada hingga akhirnya ia sampai di taman belakang sekolah yang kelihatan terawat. Banyak pepohonan dan tanaman hias yang ditanam di sana. Namun sepertinya taman ini jarang dijamah oleh siswa kebanyakan, dikarenakan sekarang saja taman itu sedang sepi.
Tentu saja sepi! Namanya juga lagi jam pelajaran mana ada siswa yang keluar? Kalo ada ya pasti bolos. Dasar Kara, IQ saja yang superior. Punya otak jenius tapi tidak dipake dengan baik, ck!
Kara menggelengkan kepalanya sambil terkekeh, membuyarkan lamunan konyolnya itu. Matanya menangkap sebuah kursi panjang tepat di bawah sebuah pohon rindang. Terlihat cocok untuk bersantai, pikirnya. Sekarang Kara berniat untuk duduk di sana, mencoba untuk mengistirahatkan kakinya yang cukup lelah setelah berjalan tadi.
Namun sebelum mendaratkan pantatnya di kursi panjang tersebut, bunyi gesekan dedaunan terdengar membuat Kara urung untuk duduk. Kara mendongak melihat ke arah pohon rindang tersebut dan seketika matanya membulat melihat seorang lelaki terlelap dengan damainya di salah satu dahan. Semakin lama posisinya semakin miring dan akhirnya terjatuh menimpa Kara yang tak sempat untuk menghindar.
Bunyi ringisan terdengar dari mereka berdua. Lelaki itu juga langsung terbangun ketika merasakan tubuhnya terhempas ke bawah. Lalu, apa kabar dengan Kara yang masih saja tertindih oleh laki-laki itu?
" Woy! Bisa gak sih lo menyingkir dari atas gue?! Lo berat tau!" teriak Kara tepat di samping kuping lelaki itu membuatnya tersentak dan refleks menoleh ke bawah.
Untuk sepersekian detik, iris mata Kara bertemu dengan iris mata lelaki itu. Mempesona, pikir mereka berdua. Dan seketika semuanya buyar akibat dari teguran salah satu pegawai tata usaha sekolah yang tidak sengaja lewat sana dan menyaksikan mereka berdua.
" Buat apa kalian di sini?!"
Kara yang terkejut dengan segera bangkit dari posisinya setelah mendorong paksa lelaki itu dari atasnya. Lelaki yang malang. Gadis itu pun menjelaskan pasal ketersesatannya di sekolah barunya ini. Untung saja pegawai tersebut yang Kara baru ketahui bernama Pak Rahmat langsung percaya dengan ucapan Kara. Jadi ia tak perlu susah-susah untuk membujuknya agar mengantar Kara ke kelas barunya, XI-IPA 1.
Sebelum benar-benar beranjak dari sana, Kara sempat untuk berbalik sebentar kemudian mendelik ke arah lelaki menyebalkan yang jatuh menimpanya tadi. Bukannya menyingkir dari tubuhnya malah bengong! Setelah itu barulah Kara berbalik dan mengikuti langkah Pak Rahmat yang akan membawanya ke kelas. Meninggalkan lelaki tersebut seorang diri dengan bibir yang diam-diam mengulas senyum miring dari balik punggung Kara.
" Gue menemukan lo."
<<<o>>>
Kara menghentakkan kakinya kesal. Entah sudah keberapa kalinya dia mengumpat hari ini. Ini semua gara-gara Gensa! Si cowok nyebelin yang entah kebetulan atau kesialan adalah orang yang sama yang jatuh menimpanya tadi pagi. Dan parahnya lagi, mereka satu kelas! Catat, SATU KELAS!! Oke, Kara rasa dirinya terlalu lebay akan hal itu. Tapi bagaimana lagi? Memang begitu reaksi Kara pas tahu bahwa mereka satu kelas.
Mungkin saja bagi siswi lain yang mengalami hal ini mereka akan mengatakan kalau kejadian ini adalah anugerah, rahmat, serendipity, atau apalah itu. Namun beda lagi kalau siswi itu adalah Kara.
Tadi saja, lelaki itu membuatnya malu di depan teman sekelas barunya. Gensa dengan sengaja mengait kaki Kara yang sedang berjalan menuju bangkunya. Dan Kara yang tidak melihat itu pun tersandung kemudian ditertawai oleh teman sekelasnya. Untung saja Kara tidak cium tanah air alias jatuh, bisa-bisa ia tambah ditertawakan lagi. Mau ditaruh di mana muka Kara?!
Saat ini sudah lewat jam pulang sekolah dan Kara belum ada niatan untuk pulang ke rumah. Lagipula di rumahnya pasti tidak ada orang. Kakaknya sedang ada di luar negeri untuk kuliah. Dan jangan bertanya tentang orang tua Kara. Kara sedang tidak ingin membicarakan tentang hal itu sekarang. Mengingat mereka akan membuatnya sedih dan merusak mood-nya.
Kara berjalan keluar ke pekarangan sekolah. Dirinya berniat untuk membaca novel terbarunya di perpustakaan sekolah. Setahu Kara, perpustakaan sekolahnya ini terbuka untuk umum jadi Kara tidak perlu merasa khawatir akan suasana sepi yang melandanya nanti.
Tapi tunggu dulu, Kara sepertinya melupakan sesuatu. Ahh! Iya, Kara ingat! Sewaktu di kelas pelajarannya sangat membosankan dia lebih memilih untuk membaca novel dibanding mendengarkan penjelasan guru. Karena sesungguhnya, walaupun tidak dijelaskan oleh guru sekalipun Kara dapat mengetahuinya dengan rinci dan lengkap. Ok, Kara sombong dan jangan ditiru sikap Kara!
Mungkin di antara kalian ada yang bertanya-tanya, lalu untuk apa Kara bersekolah? Dan jawabannya, bukannya Kara masih membutuhkan ijazah, ya kan..
Kara mendengus kuat. Bagaimana bisa ia melupakan novelnya di kelas? Ck! Bikin susah saja. Mana lagi letak kelasnya cukup jauh dari gerbang depan sekolah.
Kara memutuskan untuk kembali ke kelas dan mengambil novelnya. Kara tinggal berjalan lurus kemudian belok kiri, lurus lagi dan belok kanan. Kelasnya sudah terlihat dari sini. Namun belum sampai di kelasnya, Kara melihat siluet seorang lelaki dari kejauhan. Dan setelah Kara perhatikan lebih cermat lagi....orang itu adalah Gensa!
Apa yang dilakukan Gensa di depan kelas? Lelaki itu posisinya membelakangi Kara dan terlihat celingukan. Gerakan yang cukup mencurigakan, pikir Kara. Lelaki itu kemudian berjalan lurus ke ujung lorong yang mengarah ke koridor kelas XII. Lupakan soal novel! Sekarang Kara berniat untuk membuntuti Gensa dari belakang secara diam-diam. Instingnya mengatakan, ada hal penting yang harus Kara ketahui dari mengikuti Gensa diam-diam.
Namun, tanpa Kara dan orang lain ketahui. Lelaki itu. Gensa. Menyeringai secara misterius.
<<<O>>>
Kara menyusuri koridor kelas XII dengan was-was. Takut akan ketahuan oleh Gensa, bisa-bisa lelaki itu marah jika tahu Kara membuntutinya diam-diam. Tapi lari kemana lelaki itu? Cepat sekali hilangnya.
Tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutnya dari belakang, kemudian Kara di tarik masuk ke dalam salah satu kelas. Kara memberontak. Tapi orang itu dengan segera menutup pintu kelas dan mengurung Kara di antara kedua lengannya yang kokoh.
Sekali lagi, Kara menatap manik mata yang sampai membuatnya terpesona beberapa waktu lalu. Orang itu adalah Gensa. Gensa yang membekap mulutnya, kemudian mengurungnya di kelas ini.
Mata itu menyorot dingin dan menatapnya tajam. Kara menelan ludahnya gugup. Tatapan itu membuatnya takut.
" Lo ngapain ngikutin gue?!"
Nadanya yang datar dan dalam semakin mebuat Kara takut. Jantungnya berdebar dengan kencang. Gensa yang sekarang terlihat berbeda dengan Gensa yang mengganggunya di kelas tadi pagi. Sifat menyebalkannya seakan luntur begitu saja.
" Sekali lagi gue tanya, ngapain lo ngikutin gue?" Gensa menggeram pelan karena Kara hanya diam saja dengan raut wajah yang sulit ia tafsirkan.
Gadis itu sepertinya pintar berkamuflase.
" Gue peringatin. Jangan ikut ke dalam permainan gue. Teka-teki ini tidak semudah yang lo bayangin. Sekali aja lo salah langkah..."
Gensa menggantungkan kalimatnya. Lelaki itu langsung membuka pintu dan berjalan keluar meninggalkan Kara yang termenung sendirian di dalam kelas. Entah kenapa, perasaan Kara menjadi tidak enak. Dia rasa ia harus menjauhi Gensa. Mulai saat ini. Namun ada satu yang sedari tadi mengganjal di benak Kara.
" Teka-teki apa yang dimaksud Gensa?"
A/n
Sorry for any mistakes, guys. Jangan bosan baca cerita ini dan ikuti terus kelanjutannya
Don't forget to leave your votes and comments❤❤
Xoxo
Kamis, 6 September 2018
22:50
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODAY
Mystery / ThrillerSemua orang memimpikan hari-hari yang tenang dan aman setiap harinya Namun, bagaimana jika hari yang kamu miliki justru sebaliknya? Bagaimana jika hari-hari yang kau punya malah penuh darah? Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Seperti kisah keseharian...