Pernahkah kamu merasa menjadi manusia paling sial di dunia? Bahkan ingin sekali menyalahkan Tuhan, karena begitu tega memberikan cobaan yang begitu bertubi-tubi.
Jika, ya ... maka kalian sama dengan apa yang kini Anneta rasakan. Dia merasa menjadi manusia paling merana di dunia. Dia merasa, Tuhan sangat membencinya hingga memberikan cobaan hidup yang begitu berat dan seolah tanpa henti.
Belum kering luka kehilangan karena kecelakaan maut yang merenggut nyawa kedua orangtuanya. Kini dia kembali harus merasakan luka dari sebuah pengkhianatan, yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan akan terjadi.
Dia benar-benar masih tidak mengerti dengan apa yang kedua orang itu lakukan, kenapa mereka begitu tega? Apa kesalahan yang pernah Anneta perbuat? Apakah saat menjadi seorang sahabat dia pernah melakukan sebuah kekeliruan? Atau mungkin saat menjadi seorang kekasih dia kurang memberi pengertian ataupun perhatian pada Ryan? Pernahkan mereka berdua berpikir, bagaimana jika posisi mereka ditukar.
Tapi segala ujian yang Tuhan kirimkan nyatanya belum berakhir sampai di situ. Karena hari ini, Anneta harus kembali menelan sebuah kekecewaan. Bagaimana tidak? Skripsi yang sudah dia kerjakan secara mati-matian, dinyatakan gagal. Konsentrasinya terpecah dan dia tidak bisa fokus. Tuhan benar-benar sedang menghukumnya. Dosa besar apa yang sebenarnya pernah ia lakukan? Hingga Tuhan seperti begitu membencinya. Tak pantaskah Anneta mendapat sedikit saja kebahagiaan?
Gadis bersurai panjang itu menghela napas dan menyandarkan tubuhnya di punggung kursi taman kota. Tempat itu sedikit sepi, karena memang ini bukanlah hari libur. Netra cokelat itu menatap kosong ke depan. Menerawang jauh ke arah danau kecil yang mengering karena kemarau panjang.
"Ma, Pa, Neta kangen ...," lirihnya dengan satu bulir bening yang menetes dari sudut matanya.
Sebenarnya dia bukanlah gadis yang cengeng. Dia juga bukan tipe orang yang senang mengeluh, tapi kali ini dia benar-benar bingung harus memulai hidupnya dari mana. Harus mulai memperbaiki segalanya dari titik mana. Ponselnya terus berderit-derit, tapi Anneta sama sekali tidak mempedulikannya. Dia sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun.
Gadis itu kembali menghela napasnya yang terasa sangat sesak. Jika boleh, rasanya ingin napas itu dihentikan saat ini juga. Dia ingin mamanya ada di sini, memeluknya, mengusap rambutnya, menghapus air matanya.
Anneta memilih bangkit, entah ke mana dia harus pergi sekarang. Karena di rumahnya pun tidak ada siapa-siapa yang bisa ia jadikan tempat sandaran. Pulang ke rumah Tara pun rasanya kurang nyaman. Dia tidak ingin merepotkan siapa pun.
Gadis itu berjalan tanpa arah, netra cokelatnya memperhatikan segala yang ada di sekitarnya. Entah itu menarik atau tidak, yang terpenting dia bisa menatap apa pun selain kekosongan. Sampai matanya menangkap satu benda yang tergeletak di pinggir jalan, di atas rerumputan. Warna pink yang mencolok membuat kaki Anneta mendekati benda, yang ternyata adalah sebuah buku.
Awalnya tidak ada yang menarik, sampai satu foto terjatuh dari dalam buku tersebut.
Foto itu menampakkan sepasang laki-laki dan perempuan yang tengah duduk bersama. Di mana kepala wanita itu tengah bersandar di bahu sang laki-laki dengan senyum mengembang. Mereka terlihat sangat bahagia, seperti dia dan Ryan dulu. Setidaknya, dia pernah merasakan manisnya jatuh cinta. Sebelum Ryan menghancurkan segala rasa yang ia punya. Hingga berantakan, dan tidak berbentuk sama sekali.
Anneta memilih memasukkan buku itu ke dalam tas selempangnya. Entah kenapa, dia merasa ada yang menarik di dalamnya.
Deritan panjang dari ponsel kembali terasa, dan menunjukkan nama Tara.
***
"Kamu udah makan?"
Anneta hanya menggeleng lemah, mulutnya masih enggan membuka barang sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNETA (LENGKAP)
Romance💜Pindah ke Dreame/Innovel💜 Kehidupan Anneta terasa jungkir balik semenjak menemukan sebuah buku Diary. Dia yang selalu merasa tidak beruntung dalam kehidupannya. Bahkan sering menyalahkan Tuhan, dan merasa Dia tidak adil. Akhirnya merasa lebih be...