1. Kanaya

5.6K 191 5
                                    

Kanaya pulang kerumah dengan langkah gontai. Pakaiannya lusuh dan jilbabnyapun sudah tak berbentuk lagi. Kenapa nasib buruk selalu saja terjadi padanya. Dia dipecat dari pekerjaannya saat dia membutuhkan uang untuk biaya berobat ibunya.

Gadis itu mengetuk pintu dan tak lupa mengucap salam.

"Assalamualaikum, ibu." Ucapnya.

Tak ada sahutan dari dalam. Biasanya sang ibu langsung membukakan pintu dengan senyum sumringahnya. Kanaya mengetuk beberapa kali tapi masih tak ada sahutan. Akhirnya dia mendobrak pinti itu. Walau badannya terbilang kecil, tapi dia begitu kuat. Dia mampu melindungi dirinya sendiri dan juga ibunya. Wanita yang paling dia sayangi.

Dugaannya benar, ibunya tergeletak pingsan diruang tamu. Masih dengan cadar yang membungkus wajahnya.

Kanaya segera memanggil warga sekitar. Ibunya segera dilarikan kerumah sakit terdekat. Dia menangis tanpa henti, takut jika ibunya akan meninggalkannya.

"Suster, tolong cepat selamatkan ibu saya."

"Maaf mbak, silahkan isi formulir dulu."

Kanaya berlari menuju tempat pendaftaran.

"Mbak, saya mau mendaftar untuk ibu saya. Bisa kan, pakai BPJS"

"Maaf mbak, gak bisa. Layanan BPJS dirumah sakit ini gak berlaku."

Si penjaga terlihat ketus saat Kanaya mengeluarkan BPJS yang disediakan negara.

"Lho, kok gitu mbak? Bukannya BPJS ini berlaku untuk semua rumah sakit?" Tanya Kanaya.

"Iya, ini rumah sakit swasta mbak. Sebelum kesini mbaknya harusnya bawa terlebih dahulu ke puskesmas terdekat. Mbak jangan ngeyel deh."

"Tapi mbak, ibu saya itu sakit parah. Dia harus cepat ditangani. Ini masalah keselamatan ibu saya. Kalau saya harus bawa ke puskesmas, itu terlalu jauh."

"Mbak, saya cuma mengikuti prosedur yang ada. Itu peraturan dari rumah sakit ini."

Tiba-tiba ada salah satu dokter wanita yang melintas, dan Kanaya mengenalnya.

"Mbak Karla, tolongin aku mbak. Ibuku sakit , dia lagi di UGD, tapi mbak ini bilang gak bisa pakai BPJS."

Belum selesai bicara, Dokter Karla seperti tak mengenal Kanaya. Padahal mereka adalah tetangga.

Kanaya menangis tersedu. Memikirkan nasib ibunya yang tak kunjung ditangani.

"Ok, kalau kalian tidak mau menangani ibu saya. Saya akan laporkan semua ini. Apa gunanya pemerintah membuat program BPJS, kalau rakyatnya masih terbengkalai seperti ini. Setahu saya, BPJS itu bisa untuk semua rumah sakit."

Kanaya mengacak-acak barang yang ada didekatnya.

"Ada apa ini? Kenapa gaduh? Pasien disini bisa terganggu. Lagian, ini sudah malam."

Seorang lelaki dengan menenteng tas hitam datang.

"Mereka tidak mengijinkan saya untuk memasukkan ibu saya kerumah sakit ini, karena saya hanya pakai BPJS." Ucap Kanaya sendu.

"Kata siapa tidak bisa? Rumah sakit ini bisa pakai BPJS kok." Ucap si lelaki.

"Maaf, saya hanya mengikuti prosedur." Ucap si penjaga

"Ibu kamu ada dimana sekarang?"

"Di UGD mas."

Lelaki itu segera bergegas menuju UGD. Benar rupanya. Si ibu wanita itu pingsan. Dia hanya mendapat infus. Lelaki itu terus memeriksa denyut nadi dan segera mengambil stetoskop.

"Ini gawat. Siapkan oksigen. Wanita ini kritis. Telat beberapa menit saja, dia akan meninggal."

Kanaya syok. Dia bingung. Akhirnya dia berlari bersama beberapa perawat yang kebingungan mencari oksigen terdekat disana.

Kanaya berhasil menemukan tabung oksigen dan segera membawanya. Dia membantu pria itu memasangkannya pada ibunya. Dia membuka cadar ibunya, dan saat itu pria itu merasa semakin iba. Wanita dibalik cadar itu tidak terlalu tua, cantik dimasa mudanya.

"Kita bawa dia keruang ICU." Ucap si lelaki. Kanaya baru sadar kalau dia adalah seorang dokter.

Kanaya terus menangis. Dia takut jika dia akan kehilangan orang yang satu-satunya dia sayangi.

"Kamu tunggu diluar. Biar saya yang tangani "

Kanaya hanya mengangguk. Dia pasrah . Dia hanya bisa berdoa supaya ibunya sehat kembali seperti semula.

°°

Dokter itu keluar dari ruang ICU. Melihat Kanaya yang masih setia menunggu diluar.

"Bagaimana keadaan ibu saya?" Ucapnya

"Masa kritisnya sudah habis. Dia akan segera siuman. Untung saja kita tepat waktu. Kalau tidak, saya tidak tahu apa yang terjadi. Apa kamu tahu dia sakit apa?" Tanya si dokter.

" Kanker Rahim stadium 3 dok. Saya tahu."

"Kalau begitu, kenapa kamu tidak membawanya ke rumah sakit dikota besar saja? Di Surabaya ada rumah sakit khusus untuk kanker kan?"

"Saya tahu dok. Tapi, ibu saya tak pernah mau. Dia itu tak pernah mau. Katanya biayanya mahal. Dan dia juga tidak mau direpotkan. "

"Disana bisa pakai BPJS" ucap si dokter.

"Dokter, BPJS dirumah sakit ini saja susah. Apalagi disana? Saya juga masih mengumpulkan uang untuk biaya ongkosnya. Dari sini kesana lumayan jauh."

Dokter itu menghela nafas. Sepertinya gadis itu benar-benar tidak mampu. Melihat pakaiannya saja lusuh. Dokter pergi tanpa kata. Sedangkan Kanaya hanya pasrah.

Hanya satu tujuan Kanaya saat ini. Musholla. Dia ingin menunaikan shalat tahajjud malam ini. Langkahnya berjalan menuju musholla rumah sakit.

Hanya itu yang mampu membuat Kanaya tenang. Mendekat dengan sang pencipta-Nya. Membuat jarak antara dia dan sang khaliq tiada lagi. Kanaya tahu kalau  dialah satu-satunya tempat bersandar untuknya.

Segala ujian dan cobaan yang Kanaya hadapi saat ini adalah keinginan Sang Rabb-Nya. Bagaimanapun Kanaya harus bisa melewatinya. Dia tak ingin menjadi lalai karena tak mampu melewati ujian yang diberikan. Lagi pula Kanaya tahu kalau dia di ajarkan sesuatu yang sangat penting sedari kecil.

Ibunya selalu mengajarkan Kanaya arti sebuah kesabaran. Kanaya tak ingin lagi protes. Dia hanya ingin satu hal. Kesembuhan ibunya.

"Ya Allah, tolong sembuhkan ibu hamba. Jangan dulu ambil dia dariku. Aku masih membutuhkannya. Aku ingin dia ada di sisiku. Aku masih belum membalas jasanya. Tanpanya aku tak bisa hidup lagi. Dia satu-satunya yang sangat berarti untuk diriku. Aku tak tahu lagi apa arti hidupku kalau tanpa dirinya." Ucap Kanaya Lirih

Tanpa Kanaya ketahui ada yang mendengar doanya. Ada yang diam-diam menatapnya dari kejauhan malam. Baru kali ini lelaki itu menatap seorang perempuan yang berbeda. Kanaya berbeda di mata Alfa. Jika yang lainnya bisa mengeluh di sosmed, maka Kanaya mengeluhkan semuanya pada Allah. Sesuatu yang jarang di lakukan wanita lain di era modern seperti sekarang ini.

Tubuh Alfa terpaku. Pemandangan di depan matanya menjadi sangat menarik untuk di lihat terus menerus. Ingin rasanya dia beranjak namun tangis wanita yang dia lihat tumpah seketika. Alfa bisa merasakan nyeri yang dirasakan Kanaya. Alfa tak menyangka ada wanita setegar itu.

Alfa masih menatap Kanaya dari jauh. Wanita itu tenggelam dalam sujud-nya.  Shalat malam yang bahkan Alfa sendiri jarang lakukan dengan alasan sibuk dan lelah. Tapi yang Alfa lihat saat ini, walau dalam keadaan terpuruk sekalipun, wanita dihadapannya tetap ingat pada sang pencipta-Nya.

Alfa dan KanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang