It's a little secret between me, him and God...
Aku melihat dia berada ditengah taman kecil didepan rumahnya, orang itu bernama Uchiha Sasuke, seorang pria muda berusia 27 tahun yang mapan dan tampan.
Dia tengah memeluk bayinya yang sedang menangis keras, rupanya ia berusaha untuk menenangkan bayi itu namun gagal karena tangisannya tak kunjung reda. Kemudian aku juga mendengar suara-suara aneh dari dalam rumah besar tersebut, sepertinya jeritan pilu seseorang yang menderita gangguan mental.
"Naruto, gomen, gomen-nasai." Pria mapan itu ber-ojigi. Menyampaikan bahwa kondisinya memang harus kumaklumi. Aku dan Sasuke sebenarnya adalah tetangga, sejak setengah tahun yang lalu. Dia yang setahuku baru berkeluarga pindah kesini untuk berpisah dengan keluarga inti. Sejak saat itulah waktu santaiku pada sore hari dibalik teras rumah ini selalu terganggu.
"Ah, tidak masalah." Gerakan tangan dan senyum manis kulemparkan padanya, agar tidak menambah beban hidup pria tampan yang menurutku bernasib 'malang' itu. Sudah menjadi kebiasan lama, rumah tangga Sasuke akan kacau dalam hitungan detik ketika dia membawa pulang bayi dan dirinya sendiri kedalam rumah besar milik keluarganya tersebut.
Aku berusaha sebisanya untuk tidak merasa terganggu. Kusesap cairan panas berwarna hitam dari dalam cangkir, lalu kembali pada Tab-ku. Mulai fokus kelain hal selain Sasuke, dan... istrinya yang gila.
Perlahan aku mendengar suara tangisan yang mereda. Tapi selanjutnya, bunyi nyaring pecahan benda-benda keramik beruntun membuatku terkesiap.
'Apa istrinya mengamuk?' Pikirku.
Pria beriris hitam itu lekas berlari kedalam rumah, meletakkan bayinya diatas rumput taman yang berpagar, meninggalkan bayi kecil itu dengan sengaja. Safirku mengiba pada sang bayi, khawatir, ya sedikit. Bagaimanapun dia masih seorang bayi.
Aku beranjak dengan melupakan kegiatan santaiku, berjalan menghampiri bayi imut berpipi gempal itu. "Hai, celamat core?" Sapaku pada gadis mungil dengan pipi yang memerah, aku mencubitnya gemas. "Papa tega anet, ya, ninggalin kamu dicini. Papa jahat, ya?" Aku terus berusaha mengobrol dengannya dengan suara yang kubuat lucu, namun dia tidak bergeming sama sekali-tetap mendongak menatapiku waspada. Pada dasarnya, ini memang pertama kalinya aku melakukan kontak langsung dengan bayi itu setelah sekian lama bertetangga dengan Sasuke.
Kulirik pintu depan rumah yang kurang lebih dua puluh menit belum juga memunculkan sosok Sasuke, aku berinisiatif mengangkat sang bayi dan membawanya kerumahku saja. Tidak masalah, 'kan? Matahari sudah menjingga, suhupun sudah mulai turun. Meski aku membawanya tanpa seijin pria raven itu, tapi aku yakin ia pasti setuju dengan keputusanku.
...
"Tara! Tebak kau berada dimana?" aku berseru pada tubuh mungil yang baru saja kududukan diatas kasur empuk. Lalu kuambil handphone untuk mengirimi Sasuke teks bahwa anaknya ada bersamaku.
"Sebentar, aku sedang mengirim pesan pada ayahmu," keluhku pada si bayi yang terus berusaha merebut handphone dari tanganku. Akhirnya aku menyerah mempertahankannya setelah memastikan pesan itu benar-benar terkirim pada Sasuke.
Aku melihat si bayi membawa handphone kemulut dan mengemutnya perlahan. "Kau lapar, ya?" asumsiku. Namun si bayi tak menghiraukan, ia tak mengerti ucapanku dan tetap mengemut handphone yang kini dipenuhi dengan air liur.
...
Sudah dua jam berlalu dan aku berhasil menidurkan malaikat kecil itu saat Sasuke masuk kekamarku untuk menjemput putrinya.
"Kau tahu apa yang akan terjadi jika aku membiarkannya sendirian diluar?" aku mendahului apapun yang ingin ia katakan, kalau menganggap tindakanku keliru dan ingin protes, protes saja pada dirinya sendiri.
Wajah Sasuke berubah datar, ia tak segusar tadi. Ketika ia melihat bayinya yang tertidur pulas.
Aku sudah berada dikomplek ini sejak aku kecil, kedua orangtuaku tadinya juga tinggal disini. Tapi mereka pergi kelangit satu-persatu.
Aku tumbuh sendirian tanpa teman bermain, teman bermainku baru muncul ketika usiaku menginjak 27 tahun dan menjadi tetanggaku enam bulan lalu.
Tapi tak kusangka, teman bermainku itu memiliki masalah yang amat berat. Ia memiliki istri yang gila dan bayi perempuan yang tak terurus. Kadang, aku bersimpati padanya, lalu bertanya padanya apakah ia ingin bermain denganku.
"Sasuke, wanna play with me?"
Seperti sekarang ini, Sasuke sepertinya butuh hiburan. Lihat saja urat didahinya yang tidak pernah berhenti bekerja.
Dalam hitungan detik, perutku terasa berat karena ditubruk oleh Sasuke, ia membuat gelombang besar diatas kasur saat menaiki tubuhku. Aku terkekeh karena perbuatannya.
"Sasuke, jangan jadi gila seperti istrimu."
"Aku rasa aku sudah gila, gila karena dirimu."
"Haha, pelan-pelan saja, nanti putrimu akan terbangun."
Begitulah cara bermain dengan temanmu.
But, it's a little secret...
Psst...End
KAMU SEDANG MEMBACA
Psst, It's A Little Secret! (NaruSasu)
Romance[Drabble] : Aku melihat Sasuke bersama bayinya di pekarangan rumahnya, bayi itu menangis keras sekali lalu kudengar suara teriakan memengkakan telinga dari dalam rumah. Jeritan pilu seseorang yang menderita gangguan mental.