Kami sampai di Riau. Rokan Hulu. Keluargaku dan keluarga kawan-kawanku yang lain sudah menunggu di muka rumah Lek Sobri. Kami semua saling berpelukan, Ibu, Bapak dan adik - adikku.Ibu melemparkan senyum lega padaku.
"Syukur kamu selamat sampai sini So, Ibu khawatir, perjalanan ini yang paling jauh ya? Biasanya paling jauh simpang jalan besar Karang Bersiul. Ibu kan di rumah saja taunya. Sampai Ibu pernah berpikir, lahir di rumah, besar di sekitar rumah, jangan-jangan matipun di situ juga, gak kemana - mana he he he" Aku tersenyum heran, Ibuku tumben-tumbenannya banyak cerita. Kulihat, ada garis kelegaan di wajahnya.
Yah, mungkin di sini kami bisa memupuk harapan yang lebih bagus. Demi hidup yang lebih maju.
Daerah Rokan Hulu ini hampir 85% daratan, penduduknya juga masih sangat jarang. Masih belantara. Siapa yg membuka lahan dialah yang jadi pemilik lahan walau tanpa surat-surat memang. Entah berapa puluh tahun ke depan akan bisa disahkan lewat surat atau diambil alih semua oleh pemerintah. Negeriku ternyata sangatlah luas, di sekeliling kami hutan perawan dan masih sangat alami. Allah Maha Baik dengan menunjukkan kami di daerah yang hanya dengan kemauan, semua orang bisa menanam harapan besar. Dan akulah salah satu orang yang memiliki kemauan besar itu.
Keesokan harinya, 4 gubuk sederhana dengan satu sumur buat dipakai bersama, menjadi proyek yang harus kami kerjakan sebagai tempat tinggal selanjutnya, setelah menumpang sementara di rumah Lek Sobri. Kami semua, kaum lelaki yang ada disitu, akan bahu membahu selama satu bulan ke depan, membangun rumah.
Kesibukan kami, sejenak melupakan semua kesedihan yang kami rasakan. Kami membangun demi mengobati hati yang sakit.
4 gubuk sederhana, dengan uang patungan yang tak banyak, sebagian bahan tiang dan kayu sudah kami peroleh dari hutan. Rumah untuk keluargaku, sengaja dibuat lebih besar dari yang lain karena Iir memutuskan ikut tinggal bersama keluargaku. Kamarnya memang hanya nyempil di samping rumahku dan berpintu langsung keluar, dari dalam juga ada pintu yang menembus ke dapur.
"Gak enak kalau waktu makan, sendiri" katanya, sorot matanya sarat rindu. Yah siapa yang tak rindu kampung halaman, terlebih lagi Iir dia sendiri tanpa keluarga di sini.
Selama kami membangun, untuk sementara kami semuanya ikut menumpang di rumah Lek Sobri. Sempit-sempitan. Syukur Lek Sobri dan istrinya orang yang tak banyak perhitungan dan sangat dermawan. Dia seakan memberikan semua yang dia punya secara maksimal. Selama kami tinggal di rumahnya kami selalu makan enak.
Hampir tiap hari ayam dan bebeknya dipotong, dimasak beragam menu. Ibu-ibu memasak, kaum pria membangun rumah. Anak-anak remaja berkebun sayur. Alangkah tenteramnya hidup yang baru kami mulai di sini. Kebun belakang rumah Lek Sobri banyak sekali sayur mayur dan pohon buah. Pepaya, mangga, jambu, pisang, nangka, belimbing, bahkan tumbuhan merambat seperti anggur dan markisa ditanamnya, lalu dibentuk menjadi balkon kecil nan asri yang merambati atap-atap bersusun kayu bambu, buahnya bergelantungan menggoda. Duduk di bawahnya di sore hari, angin sepoi-sepoi sambil melepas lelah, menyeruput teh dengan pisang atau ubi goreng.
Kami mulai mencoba menikmati hidup. Kegetiran, dan kekhawatiran akan masa depan berusaha kami tepis, walau kami masih sangat kekurangan dan masih merintis. Tapi di sini sangatlah tenang. Dan sepi.
Semua menjadi keluarga, saling bahu membahu. Kulihat, sepertinya semua betah dan memilih menetap di sini selamanya. Kecuali dua adik perempuanku Sasa dan Susi.
Kata Ibu, sejak pindah, saban hari mereka menangis. Rindu rumah, sekolah dan semua kawan-kawannya. Terlebih Sasa adik dibawahku, yang baru lulus SD. Semua ijazah dan hasil belajarnya musnah terbakar dilalap api. Musnah sudah harapan dan cita-citanya. Meski sudah kubujuk bahwa itu bisa diurus lagi, tapi dia tetap tak mau berhenti menangis. Dia sepertinya tak percaya sebelum melihat sendiri. Patah hatinya, murung bawaannya. Bila ditanya jatuhlah air matanya. Semangatnya hilang. Seakan masa depannya sudah berakhir.
![](https://img.wattpad.com/cover/159352259-288-k458445.jpg)