말해 - 28

177 29 10
                                    

Sudah satu jam Namjoo duduk di kursi tunggu di dekat ruang UGD, namun belum ada seorang dokter pun yang mengabari keadaan Ayahnya. Matanya sembab dan merah setelah menangis begitu lama.

Semakin lama ia menunggu, semakin ia menyadari bahwa kondisi Ayahnya itu sangat serius. Namun ia tidak tahu seberapa serius. Seingatnya, Ayahnya selalu tampak sehat dan tidak pernah mengeluhkan apapun, hanya saja tampak lebih kurus selama berada di tahanan.

Changjo yang sedari tadi mengamati tiga orang lelaki berseragam polisi berdiri di pintu ruang UGD tampak penasaran. Salah seorang dari merekalah yang tadi mengabari Namjoo.

"Namjoo, mereka siapa? Kau mengenal mereka?"

Namjoo menoleh mengikuti arah pandang Changjo, lalu menghela napas panjang.

"Mereka yang mengantar Ayahku kemari."

Tentu saja lelaki itu semakin tidak mengerti. Namjoo menggigit bibir bawahnya, tampaknya Changjo membutuhkan penjelasan yang lebih detail.

"Aku pernah berkata padamu, bahwa kau akan sulit menemui Ayahku. Itu karena Ayah sedang berada dalam masa tahanan."

Mata Changjo setengah membelalak. Kabar yang sangat baru untuknya. "Ta..hanan?"

Namjoo mengangguk. "Ayahku melakukan kesalahan. Sudah satu tahun. Masih ada sembilan tahun yang tersisa." Ia menoleh pada Changjo, "tolong rahasiakan ini dari siapapun. Hanya beberapa orang terdekatku yang tahu tentang ini."

Changjo mengangguk cepat. Tangan lebarnya merangkul bahu Namjoo dan menepuknya pelan-pelan. "Ini pasti berat untukmu, Namjoo. Aku menyesal baru mengetahuinya. Selama ini kau sangat tangguh."

"Tidak juga," Namjoo tersenyum tipis.

Seorang pria dewasa dengan pakaian rapi datang dari arah pintu masuk, menghampiri mereka berdua.

"Saudari Kim Namjoo?" panggilnya.

Namjoo menoleh, lalu berdiri. "Ya?"

Pria itu mengulurkan tangannya. "Saya Pengacara Choi Seungyoon. Pengacara yang menangani kasus Pak Kim selama ini. Bisa meminta waktunya? Ada yang ingin saya bicarakan perihal Ayah anda."

-말해-

"Kanker.. paru-paru?" mata Namjoo membelalak. Tidak sedikitpun terbesit di pikirannya tentang hal itu. Penyakit yang kini tengah menggerogoti Ayahnya.

"Ya." Pak Choi menelan ludahnya dalam-dalam. Begitu berat membuka rahasia yang sudah satu tahun ia simpan. "Pak Kim meminta saya merahasiakan ini dari keluarga. Itulah mengapa beliau tidak memberi pembelaan apapun selama sidang kasus suapnya, karena tidak mau hal ini diungkit. Tapi rasanya ini sudah tidak mungkin untuk dirahasiakan lagi."

Namjoo melongo. Ia tidak tahu apapun karena ia bahkan enggan menghadiri persidangan Ayahnya saat itu. Sejak melihat Ayahnya tiba-tiba didatangi segerombol pria asing berseragam dan diseret ke kantor polisi, dengan mata kepalanya sendiri, seketika ia membenci Ayahnya tanpa alasan.

"Maksud Bapak, Ayah.. menerima uang suap itu, untuk pengobatan penyakitnya?" mata Namjoo mulai berkaca.

Pak Choi mengangguk pelan. "Setahun lalu, masih stadium satu. Awalnya beliau berencana mengunakan dalih jadwal tugas dinas ke luar negeri beberapa waktu untuk mendapatkan operasi di sebuah Rumah Sakit di Amerika. Agar operasinya berjalan baik tanpa sepengetahuan keluarga. Tapi sayangnya, kasus suap ini terungkap sebelumnya."

Gadis itu meremas kedua tangannya. Ia marah, tapi tidak tahu pada siapa. Marah pada Ayahnya, rasanya tidak bisa. Sang Ayah melakukan semuanya agar tidak membuat keluarga khawatir, meski dengan cara yang salah. Marah pada Pak Choi, tentu saja tidak pantas. Beliau hanyalah orang asing yang diminta sang Ayah untuk menyimpan rahasia miliknya.

말해; TELL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang