Derap langkah cepat harimau putih yang terendam oleh salju tebal cukup membuat Mark merasa canggung di belakang Renjun. Biasanya pangeran api ini punya beberapa topik obrolan jika dia dan para pengawal berkunjung ke suatu tempat. Sedangkan Renjun sendiri masa bodoh dengan itu. Ia tidak peduli jika lelaki di belakang mendiaminya.
Mereka bertiga berhenti begitu sampai di sebuah rumah kecil di perbatasan Ascea. Rumah kecil itu cukup untuk 3-4 orang di dalamnya. Renjun turun dari punggung harimau putih setelah mengelus dagu sang kucing besar itu."Terima kasih, Silver."
"Ayo masuk."
Mark hanya mengikuti dari belakang. Saat ia menyentuh daun pintu tersebut dengan ujung jarinya. Ia begitu tersentak saat merasakan sensasi yang begitu dingin.
Tak lama, Renjun bersin-bersin saat memasuki ruang tamunya. Ia merapalkan mantra seperti berbisik. Setelah itu ada angin yang menerbangkan debu-debu rumahnya keluar jendela. Dirinya kembali melangkah ke ruang tengah.
"Buka bajumu." Ucap Renjun saat sudah berdiri di depan sofa ruang tengah.
Mark memekik seperti gadis yang akan diperkosa. Ia menyilangkan dadanya. "Eh?!"
Perempuan bersurai putih kebiruan sepinggang itu memutar bola matanya malas. "Tidak usah teriak. Buka bajumu."
Sang lelaki bersurai jingga kemerahan itu cuma pasrah. Tenaganya sedang habis dan tubuhnya penuh luka, jadi melawan titah perempuan ini sama saja dengan bunuh diri. Ia membuka bajunya hingga hanya meninggalkan celana panjangnya yang terkoyak sedikit karena luka tebasan.
Sang penyihir putih menyuruh Mark untuk tiduran di sofa. Saat Jemari lentik Renjun menyentuh kulitnya, Mark bisa merasakan hawa dingin yang melingkupi dirinya hilang. Perlahan bekas luka yang dilewati oleh telapak tangan Renjun mulai mentup dan menghilang.
"Bilang dong kalau kau mau menyembuhkan aku. Ambigu tahu perkataanmu barusan." Sunggut Mark sudah bersikap tidak laki tadi. Mark itu masih perjaka, makanya ia takut diapa-apakan oleh seorang perempuan.
Sebuah cubitan mendarat di perut atletisnya. "Salah sendiri punya otak kok mesum."
Mark jadi salah tingkah sendiri. Ia terlalu sering menganggap kalau perempuan manapun akan agresif jika ketemu lelaki tampan dan seksi.
Terlalu percaya diri kau, wahai Mark Lee.
Renjun bangkit setelah menyembuhkan seluruh tubuh Mark."Aku akan membuatkan minuman. Mau apa?"
"Coklat panas. Mendidih." Jawab Mark seenaknya sembari memasang kembali bajunya. Dia pikir rumah Renjun itu kafe?
Terdengar kekehan manis dari bibir tipis kemerahan itu."Gila juga seleramu ya." Renjun meninggalkan Mark menuju dapurnya.
Mata bulat Mark menelusuri isi ruang tengah rumah Renjun. Ia bisa melihat beberapa foto figura menempel di dinding. Yang satu bisa ia tebak itu adalah foto keluarga, sisanya ia tidak tahu. Salah satu foto Renjun yang masih muda dengan seseorang lelaki yang tampak seumuran dengan gadis itu menarik perhatiannya.
Rasanya Mark merasa familiar dengan wajah itu.
Tidak lama kemudian, Renjun kembali dengan satu mug berisi coklat panas mendidih, satu mug berisi es teh charmomile dan satu toples kue kering coklat.
Mark meneguk minuman panas itu dengan entengnya. "Hah! Ini lebih baik."
Renjun hanya terkikik sembari menyeruput minumannya dan duduk di sofa dengan elegan. Seorang lady sekali dirinya.
"Jadi bagaimana kau bisa terlempar kesini?" Tanya Renjun langsung masuk ke topik utama.
Mark menaruh mugnya coklat panasnya yang sudah tersisa setengah. "The Destroyer datang ke negeriku dengan pasukan elitnya. Ia mencari api abadi yang biasanya menyala di obor kemenangan yang disimpan dalam istana."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Winter Witch (Mark X Renjun)
FanficMark Lee, seorang putra mahkota kerajaan dari Negeri Matahari harus menghentikan 'The Destroyer' menghancurkan semua makhluk di semesta ini. Pertemuannya dengan seorang penyihir musim dingin membuatnya merasakan apa yang belum ia rasakan sebelumnya...