Prolog

1.4K 107 12
                                    

Dalam hening malam lelaki berperawakan tinggi itu menangis. Entah menyesalkan nasib buruknya atau karena tak ada tempat untuk membagi beban berat di pundaknya. Takdir tanpa jenuh mempermainkan alur hidupnya, memberikan pukulan berkali-kali hingga ia jatuh untuk ke sekian kali.

Kedua orang tuanya meninggal ketika umurnya bahkan belum cukup dewasa, hingga Anggara kecil terpelanting pada hidup yang tak bisa dikatakan layak. Di tengah kemiskinan yang menaunginya, dokter memberikan vonis mengerikan, tumor otak. Penyakit yang seharusnya diberikan pada orang berada, bukan manusia sepertinya.

"Anjir. Biasanya gue selalu sampai akhir baca cerita lo, Al, tapi sekarang gue sama sekali enggak mau lanjutin," kata Juna sembari membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Berbaring di samping sahabatnya.

Aldi menoleh. "Kenapa?"

"Merinding aja, gue enggak bisa bayangin kalau benar-benar ada orang kayak gitu di dunia ini."

"Pasti ada, Jun. Kita aja yang enggak lihat. Gue jarang banget sih nulis yang menye-menye gini, tapi enggak tahu kenapa sekarang pengin banget."

"Bukan lo yang ngalamin, 'kan, Al?"

Aldi tersedak salivanya sendiri, refleks ia bangkit dari posisinya dan terbatuk beberapa kali. "Gila, enggak," sahut Aldi di sela-sela batuknya.

Juna tergelak melihat sahabatnya seperti itu. Ia ikut bangun, lantas menepuk-nepuk punggung Aldi. "Tapi, kalau Anggara itu benar ada dan dia sahabat gue, gue enggak bakal biarin dia sendirian. Walaupun gue sibuk di pelatnas dan cuma bisa libur Sabtu sama Minggu doang, sebisa mungkin gue akan selalu ada buat dia."

"Kok gue terharu, ya? Dapat petuah dari mana lo bisa ngomong kayak gitu?"

"Gini nih sahabat yang gak tahu terima kasih, udah gue manis-manisin malah ngeledek."

"Yang lo manis-manisin si Anggara, bukan gue."

"Enggak peka amat heran. Setidaknya gue memperlihatkan kalau gue ini sahabat yang baik."

Sebuah senyum tipis tersungging dari bibir Aldi. Juna memang orang baik. Meskipun masih muda, anak itu aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Belum lama ini Juna bahkan menggalang dana untuk membangun hunian sementara bagi korban gempa di suatu daerah. Jadi, bisa dipastikan kalau Juna tidak akan membiarkan orang di sekelilingnya kesulitan, kecuali jika orang itu menutup diri agar rasa sakit dan berbagai tekanan hidupnya tak terjamah oleh orang lain.

"Woy, kok ngelamun?"

"Gak ngelamun," kilah Aldi. "Si Aries seminggu ini tumben enggak ada mampir, ya?"

"Oh iya gue lupa, kemarin dia chat gue, katanya lagi sibuk banget. Sekarang dia ada event di Solo. Dia chat lo, tapi centang satu, terus ditelepon juga susah."

Aldi mengangguk-angguk. Ia memang sedang tidak memiliki kuota internet, jadi wajar saja kalau pesan yang dikirim Aries tak sampai. Lagi pula, akhir-akhir ini Aldi juga sibuk. Sibuk melarikan diri dari kenyataan.

-- tbc --

🍀🍀🍀

| CAST |

| CAST |

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ALDI

JUNA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JUNA

ARIES

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ARIES

Never Lose HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang