🍀 Friendship

832 88 8
                                    

Juna menaruh kantung plastik berwarna putih di atas meja samping tempat tidur Aldi, lalu mengeluarkan isinya sembari berkata, "Ini pesanan lo. Makanya kurang-kurangin minum kopi. Lo mau lambungnya bolong, hah?"

Aldi berdecak kesal melihat obat yang dibawakan sahabatnya. Padahal ia hanya memesan satu strip antasida yang harganya tidak akan lebih dari lima ribu, tetapi anak itu malah membeli plantacid sirup dengan harga berkali-kali lipat lebih mahal. "Gue minta tolong dibeliin antasida aja, kenapa lo beli ini?"

"Rewel, ya, tinggal minum aja sih."

Tak lama sahabat mereka yang satunya datang. Aries tampak kerepotan dengan tentengan belanjaannya. "Jun, bantuin gue."

Sembari tertawa Juna berjalan menghampiri sahabatnya. Mereka memang berniat makan besar hari ini, jadi Aries pasti benar-benar belanja banyak. "Sumpah, Ri, lo enggak beda jauh sama nyokap gue kalau abis belanja."

Kaki Aries terayun menendang tulang kering Juna. Anak itu memang seenaknya sendiri kalau bicara, bukanya membantu malah tertawa puas.

"Sakit!"

"Terus gue peduli?"

Jika tidak ingat kalau kosan Aldi dengan yang lainnya berdempetan, ia pasti sudah meneriaki lelaki itu. Atau paling tidak, Juna akan balas menendang Aries, lalu melemparnya ke bulan.

"Gue beli roti, camilan, susu, minuman dingin, ayam geprek sama bubur. Ayam geprek ini buat gue sama Juna, dan lo makan bubur."

"Tega amat," rengek Aldi.

"Siapa suruh sakit? Kurangin minum kopi sama mie instan. Itu gak baik buat lambung lo. Udah tahu dari orok punya penyakit maag."

"Btw, Ri, lo barusan mengutip apa yang udah gue bilang sama Aldi. Jadi, bilang makasih dulu sama gue." Juna menimpali.

Aries sudah siap menendang anak itu lagi, tetapi ia urungkan melihat raut melas Juna.

Di antara ketiganya, Juna memang si manja yang mandiri. Ketika sedang bersama Aries atau Aldi, dia bisa bertingkah bak anak kecil yang haus kasih sayang. Namun, saat kembali ke asrama atau bertanding di lapangan, Juna terlihat lain. Dia hebat dan mandiri.

"Minum obat dulu sana. Satu jam lagi kita makan."

Setelah bicara demikian, Aries melangkah ke dapur untuk mengerjakan apa yang bisa ia kerjakan. Lelaki itu menghela napas melihat semangkuk mie instan dan secangkir kopi yang masih tersisa banyak. Aldi sejak kecil memang begitu, senang berhemat——cenderung pelit pada dirinya sendiri. Bungkus mie instan dengan berbagai varian rasa pun terlihat menumpuk di tempat sampah. "Sekolah kesehatan, bergaul sama obat-obatan, tapi kok kelakuan kayak anak yang gak tahu apa-apa," omelnya pelan. Ia mengambil wadah kotor, lalu mencucinya. Malam ini sampai besok pagi, Aldi harus benar-benar istirahat agar kondisinya cepat membaik.

🍀🍀🍀

"Al, handphone lo berisik banget deh. Lihat coba, kali aja ada bidadari yang ngajakin lo pacaran. Lumayan buat ngerawat lo pas sakit gini."

Kedua netra Aldi yang semua tertutup rapat kembali terbuka. Tangannya meraba-raba mencari keberadaan benda pipih tersebut.

"Minta tolong makanya," sindir Aries.

Aldi menerima ponsel itu lalu membaca beberapa pesan yang masuk, satu diantaranya pesan dari Yua.

Yua
Al besok hari Minggu lho, kita jalan yuk!

Yua
Yah, gak di-read.

Yua
Aldi, masa udah tidur jam segini? Biasanya aja lo gak tidur sampai pagi.

Never Lose HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang