Chastity menghabiskan sebagian besar hidupnya bepergian ke berbagai negara. Teman-temannya ketika berkuliah di Oxford University dulu berpikir bahwa ia jarang terlihat duduk di kelas mengikuti perkuliahan karena ia sibuk menghadiri berbagai pesta dan undangan kegiatan sosial lainnya, tapi kenyataannya ia disibukkan oleh, katakan saja, urusan keluarga.
Setiap kali ia mendapat pesan singkat berupa kutipan ayat dari Kitab Suci di telepon genggamnya, Chastity akan meninggalkan apapun yang sedang ia lakukan saat itu untuk mengecek email-nya di sudut dimana ia yakin tidak ada yang dapat ikut membaca layarnya.
Ia akan menghafalkan detail lokasi pertemuan dengan penghubungnya, lalu menghapus pesan itu sebelum ia pergi menuju titik yang telah ditentukan. Disana sudah akan menunggu seseorang yang sudah diserahi tugas untuk menjelaskan kepadanya apa yang ia perlu lakukan sebagai seorang Ksatria Salib demi kemuliaan Tuhan dan Gereja.
Ah, ya... Chastity adalah seorang Ksatria Salib, bersama dengan ratusan pria dan wanita lainnya yang secara turun-temurun mengabdikan hidup mereka sebagai para agen khusus Gereja.
Ketika berusia tiga belas tahun, dirinya dikirim ke Vatikan bersama anak-anak keturunan Ksatria Salib yang lain untuk tinggal di asrama Ordo dan dididik di sekolah terelit di dunia. Hanya mereka yang mewarisi darah Raja-Raja Yerusalem, serta keturunan para Grand Master – posisi tertinggi dalam hierarki kepemimpinan Ksatria Salib – yang diperkenankan menerima kehormatan untuk menerima pendidikan ini.
Pendidikan yang diterima seorang Ksatria Salib dimulai sejak mereka berusia tiga belas tahun, hingga mereka diambil sumpahnya di usia delapan belas tahun. Saat itu mereka dianggap sudah siap menjalankan tugas sebagai seorang agen khusus Gereja dan diberikan rekomendasi ke berbagai universitas elite di berbagai penjuru dunia. Setelah mereka menjalankan cukup banyak misi dengan sukses, maka mereka akan dilantik menjadi Under Marshal yang bertanggung jawab atas para Ksatria lainnya yang tersebar di sebuah wilayah.
Selain prestise yang secara otomatis menyertai posisi tersebut, para Under Marshal punya hak untuk memimpin misi-misi yang lebih berbahaya daripada sekedar mengawal tokoh Gereja mengunjungi daerah konflik. Hak untuk mengorbankan diri bagi Gereja ini merupakan kehormatan besar bagi para Ksatria – paling tidak, begitulah mereka dididik.
Sebagai seorang perempuan, sekalipun ia keturunan Bertrand de Blanchefort, Grand Master keenam dalam sejarah Ksatria Salib, posisi Chastity di Ordo sering dipergunjingkan; hanya ada sedikit perempuan dalam Ordo, dan lebih sedikit lagi yang pernah memegang posisi Under Marshal.
Sudut pandang Gereja dan Ordo yang masih menjunjung paham dimana seorang perempuan seharusnya mengabdikan diri di balik layar, baik sebagai istri maupun biarawati yang mengerjakan tugas-tugas rumah tangga di asrama, membuat keberadaan Chas di deretan panjang Under Marshal pria terasa tidak lazim.
Tapi toh Chastity tidak ambil pusing mengenai hal tersebut – ia tahu ia lebih baik daripada para Ksatria lainnya, yang diambil sumpahnya bersamaan dengan dirinya, tapi belum juga dicalonkan menjadi Under Marshal. Ia berusaha lebih keras dari Ksatria manapun untuk mendapatkan – dan mempertahankan – posisinya itu.
Bicara soal mempertahankan posisinya, tidak sedikit yang curiga bahwa pencalonannya sebagai Under Marshal dahulu adalah karena campur-tangan tunangannya, Dante de Lusignan, yang memegang posisi Marshal.
Seorang Marshal pada umumnya memimpin setengah lusin Under Marshal, bisa lebih bila ia bertanggung jawab atas salah satu kota strategis – London, New York, Paris, Singapura, Tokyo, Beijing, Dubai, Sydney, Los Angeles, Toronto, dan tentu saja, Roma.
Bukan sebuah kebetulan bahwa sebagai pewaris keluarga Lusignan, salah satu Raja Yerusalem yang pertama, Dante memegang posisi Master of Rome yang diincar para Marshal, sekaligus Commander of Internal Affairs, yang meletakan pemuda berusia tiga puluh tahun itu di posisi tertinggi di Ordo, dimana ia hanya perlu menjawab perintah dari Grand Master seorang.
Tentu saja, tidak ada yang berani secara terang-terangan menuduh Chas menerima posisi yang seharusnya tidak diisi oleh seorang perempuan itu ('Itu kan pikirmu', kata Chastity setiap kali ada yang mencoba mengisyaratkan hal ini) karena hubungannya dengan Dante, mengingat ia dapat dengan mudah menjatuhkan mereka yang tubuhnya dua kali lebih besar dari dirinya.
Terlepas dari perannya sebagai tunangan Dante, Chas memastikan tidak ada yang berani meragukan kemampuannya. Lagipula, status bertunangan serta cincin berlian di jari manisnya hanyalah sebatas itu – sebuah status. Ia dan Dante sama-sama pewaris darah Raja Yerusalem, dan pertunangan mereka dimaksudkan untuk memperkuat pengaruh kedua keluarga.
Kadang mereka akan menghadiri acara sosial bersama, seperti yang diharapkan oleh keluarga mereka, tapi di luar itu mereka punya hidup masing-masing, ambisi masing-masing, bahkan kekasih masing-masing.
Seulas senyum menghiasi ujung bibir Chastity; ya, Dante dan dirinya punya kekasih masing-masing. Ia tahu Dante meniduri salah satu pelayan di townhouse mereka yang menghadap ke taman cantik Villa Borghese di bagian Utara kota Roma, dan Dante tahu Chastity tidak sesuci namanya.
Hmmm, ia sebenarnya berharap Dante bisa melihatnya saat ini, yang sedang tersenyum sambil mendengarkan Ash bercerita tentang Milan Fashion Week yang diadakan bulan September lalu.
"...Dan ia memutuskan untuk mengganti sudut eyeliner kami satu jam sebelum kami harus bersiap di belakang panggung..."
"Oh, tidak!" Chastity memekik kecil sambil menutup mulutnya; ia tidak sepenuhnya mendengarkan, tentu saja. Ia terlalu berfokus kepada kilauan indah mata Ash yang sedang bersemangat menceritakan pengalamannya menjadi model untuk koleksi adibusana dari seorang perancang yang sedang naik daun.
Suara indah Ash menggetarkan dadanya, membuatnya merasa seperti seorang gadis belasan tahun mendengar suara kakak kelas yang disukainya menjawab telepon. Vibra yang dihasilkan oleh suara Ash membuat nafasnya tercekat dan jantungnya berdetak cepat.
Tapi suara itu tidak ada apa-apanya dengan sensasi yang diterimanya ketika Ash menyentuh jemarinya. Sentuhan itu lembut, tapi penuh maksud; tangan Ash jauh lebih besar dari tangannya sendiri, dan tangan itu dengan mudah menyelimuti seluruh punggung tangan Chastity dengan sebuah kehangatan yang menggetarkan dadanya.
Chas dapat merasakan permukaan kasar telapak tangan pria itu, yang memberikan sebuah sensasi yang jauh berbeda dengan ketika Dante memegang tangannya – tangan Ash membuatnya merasa bahwa pria itu mampu mengerjakan pekerjaan kasar tanpa kehabisan nafas.
Tangan itu layaknya tangan seorang pematung, yang tahu dengan persis bagian otot mana yang harus digunakan untuk menggerakan pahatnya agar bisa menciptakan bentuk yang sudah tergambar jelas dalam pikirannya.
Oh, Chastity ingin tahu apa lagi yang bisa tangan itu lakukan, dan ketika ia menginginkan sesuatu, ia akan memastikan bahwa sebelum matahari tenggelam, ia telah mendapatkannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/161322657-288-k548819.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KoHA: Chastity
ПриключенияSebagai seorang Duchess, Lady Chastity Blanchefort memiliki segalanya; tunangan yang berpengaruh, kekasih yang pengertian, dan izin membunuh atas nama gereja...