Chapter 4

258 41 31
                                    

Hye-Jin tidak bisa tidur sama sekali. Sedari tadi perutnya terus bunyi—meminta untuk diberi makan. Ia bangun dari kasur berukuran king size, lalu mencari di mana keberadaan dapur.

Rumah Jung Chan-Woo sangatlah besar membuat Hye-Jin kesulitan mencari letak dapur. Dirinya tiba malam ini di rumah Chan-Woo, sehingga Chan-Woo belum sempat mengajaknya room tour.

Ia melirik ke sebuah jam dinding raksasa yang tergantung di ruang tamu. Rupanya sekarang pukul setengah dua, pantas saja Hye-Jin tidak dapat menemukan satu pun pelayan.

Kamar Chan-Woo berseberangan dengan kamar Hye-Jin. Ia tidak punya pilihan lagi selain membangunkan Chan-Woo, karena Hye-Jin sudah tidak mampu menahan rasa lapar sampai pagi nanti. Bisa-bisa ia akan mati kelaparan. Wait, bukankah bagus jika ia mati kelaparan? Hye-Jin segera menggelengkan kepala. Ia memang sangat ingin mati, tetapi mati karena kelaparan adalah hal yang sangat menyedihkan.

"Jung Chan-Woo SSi," Hyejin mengetuk pintu kamar Chan-Woo dan memanggil lelaki itu.

Tok ... tok ... tok .... Hye-Jin kembali mengetuk. Masih tidak ada jawaban. Kali ini ia mengetuk dengan tidak sabaran dan memanggil lelaki itu berulang kali. "Jung Chan-Woo SSi, Jung Chan-Woo, Tuan Muda Chan-Woo, segera buka pintu kamarmu."

Masih tidak ada jawaban. Hal tersebut membuat Hye-Jin geram. Gadis itu bersiap ingin mendobrak pintu kamar Chan-Woo menggunakan bahunya.

1 ... 2 ... 3 ....

Hye-Jin tidak merasakan tubuhnya menabrak pintu, melainkan ia menabrak tubuh Chan-Woo, menyebabkan mereka berdua terjatuh dengan posisi Hye-Jin berada tepat di atas tubuh lelaki itu.

Dari jarak sedekat ini, Kim Hye-Jin baru menyadari bahwa Jung Chan-Woo adalah lelaki yang sangat tampan. Jung Chan-Woo memiliki mata yang besar, bulu mata lentik, hidung mancung, alis tebal, pipi lelaki itu agak berisi—membuat Hye-Jin ingin mencubitnya, dan poni lelaki itu menutupi dahinya. Rasanya Hye-Jin ingin menyingkirkan poni lelaki itu dari dahinya.

Astaga, ada apa dengan pemikiran bodonya itu. Hye-Jin segera bangun dari tubuh Chan-Woo.

Ia berdeham. "Apa tadi kau sudah tertidur? Jika iya, maafkan aku telah membangunkanmu. Aku tidak dapat menahan rasa laparku."

"Aku baru akan memejamkan mata," sahut Chan-Woo.

"Kalau begitu apakah kau bisa mengantarkanku ke dapur?"

Chan-Woo melirik jam dinding yang tergantung di kamarnya. Pukul dua malam kurang sepuluh menit. "Aku akan memanggil pelayan dan menyuruhnya untuk menyiapkan makanan."

"Tidak perlu." Hye-Jin mencegah. "Kau hanya perlu menunjukkan di mana letak dapurmu itu, Chan-Woo. Saat ini sudah sangat larut malam, semua pelayanmu itu pasti sedang beristirahat."

"Lebih baik kau beristirahat saja, Hye-Jin. Keadaanmu belum pulih," jawab Chan-Woo. Lelaki itu terlihat benar-benar khawatir terhadap Hye-Jin.

"Aku baik-baik saja, lagi pula aku selalu mengurus hidupku sendirian. Jadi, tolong tunjukkan di mana dapurmu itu, Chan-Woo, karena sekarang aku sangat lapar."

Setelah itu Chan-Woo tidak berkomentar. Lelaki itu membawa Hye-Jin menuju dapur. Rupanya dapur Chan-Woo terletak di basement.

Hye-Jin membuka kulkas empat pintu yang terletak di sana. Ia akan memasak pasta

"Chan-Woo, kau mau carbonara?" Hye-Jin bertanya. Ia tidak mungkin memasak tanpa menawari tuan rumah.

"Aku tidak akan makan selarut ini, sangat tidak bagus untuk kesehatan."

Hye-Jin mencibir dalam hati. Dasar Tuan Muda Kaya!

"Silakan tinggalkan aku sendirian," ucap Hye-Jin.

Tetapi, Chan-Woo tidak meninggalkan Hye-Jin. Lelaki itu justru duduk di salah satu bangku yang ada di sana dan memandang Hye-Jin yang sedang sibuk memasak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

If You [Jung Chanwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang