Ini semua gara-gara Martin Luther orang Jerman itu. Dialah yang bertanggung jawab membawa-bawa nama saya di pengakuan iman orang kristen yang dibacakan tiap minggu. Dia bilang Yesus mati di bawah penghukuman Pontius Pilatus. Jadi seakan-akan sayalah yang membunuh Yesus orang Nazareth itu. Saya tidak tau apa yang ada di pikiran Martin Luther saat menciptakan dogma kristen itu. Padahal mestinya dia belajar teori psikologi massa sebelum mengeluarkan pernyataan. Kalau sudah begini siapa yang rugi? Saya! Semua orang percaya sayalah yang bersalah atas kematian Yesus.
Ditempatkan di Yudea merupakan mimpi buruk buat kami warga Roma. Itulah tempat yang paling kami hindari sebagai pejabat. Untuk apa? Yudea itu wilayah miskin, penduduknya bodoh dan barbar. Tidak ada keuntungan ekonomis apapun bagi saya ditempatkan di Yudea selain jabatan saya naik menjadi Gubernur. Tapi buat apa jadi Gubernur kalau tidak bahagia? Kalau boleh memilih, saya lebih suka tetap tinggal di Roma menjadi PNS biasa daripada mesti ke Yudea menjadi Gubernur. Tapi apa boleh buat, tanpa meminta pendapat saya, tiba-tiba Caesar menandatangani SK mutasi saya ke Yudea sebagai Gubernur Jenderal.
Saya Pontius, pria terhormat dari Roma yang namanya kalian sebut-sebut setiap minggu. Ah, saya bingung lihat orang kristen seperti kalian. Sukanya menghakimi orang lain saja. Padahal Yesus yang kalian sembah itu saja tidak pernah mau menghakimi orang lain. Ah,, sudahlah!
Sebelum ditempatkan sebagai Gubernur di Yudea, saya PNS golongan IV B di Roma. Saya bahkan bukan pejabat eselon. Namun menurut para atasan saya, kerja saya lebih baik dibandingkan para pejabat eselon. Saya menjunjung tinggi kejujuran dan kedisiplinan. Dan taukah kalian? Pantang bagi saya menjilat atasan. Saya akan berkata A jika A dan B jika B. Saya PNS, namun saya menolak menjadi parasit bagi bangsa saya. Yang ada di otak saya adalah bagaimana bekerja dengan benar, jujur, dan disiplin. Saya bahkan tidak pernah membayangkan dipromosikan menjadi kepala ini atau itu. Tidak! Saya bekerja karena saya memang suka bekerja.
Tanpa saya sadari, suatu kali atasan saya menyebut nama saya di hadapan Caesar. Waktu itu ada kekosongan jabatan Gubernur di Yudea, daerah kecil yang tidak menguntungkan secara ekonomi, namun karena alasan politik harus tetap dipertahankan di bawah kekuasaan Roma. Tidak perlu panjang lebar, akhirnya seperti yang kalian semua tau. Saya diangkat oleh Caesar menjadi Gubernur di Yudea. Waktu itu istri saya senang bukan main. Dasar perempuan, dia pikir kalau saya jadi gubernur otomatis uang belanjanya naik? Sori sori sori Jek! Uang belanja tetap sama, tidak perlu naik karena harga barang di Yudea jauh lebih murah ketimbang di Roma. Jadi tanpa perlu dinaikkanpun nilai uang yang saya kasih otomatis meningkat. Maaf sayang, sudah saya bilang saya mau kerja, bukan cari duit!
Kembali soal Yesus yang terpaksa saya salib itu. Sebagai gubernur, tugas utama saya adalah menjaga keamanan dan ketertiban. Waktu itu adalah tahun ke tujuh saya memerintah di Yudea. Soal keamanan domestik sebenarnya tanggung jawab Herodes, Raja Yudea. Tapi dasar si Herodes penjilat. Tiap kali ada masalah dia selalu datang ke saya dan meminta arahan. "Saya minta petunjuk Bapak Pontius"begitu terus. Sampai-sampai saya tidak bisa membedakan antara Herodes dan Harmoko, keduanya sama-sama hobi jilat pantat.
Waktu itu kira-kira jam 10 pagi. Saya baru saja selesai sarapan di kantor saya. Tiba-tiba seorang ajudan berlari tergopoh-gopoh memberi tau ada keributan di luar gedung. Masyarakat berdemo dan berpotensi terjadi kerusuhan massal. Semua staf ahli saya kumpulkan sebelum menemui kerumunan massa yang mulai beringas itu. Para staf ahli melaporkan, lebih dari seribu orang saat ini berkerumun di luar kantor gubernuran, meminta saya menghukum mati seseorang yang bahkan namanya tidak pernah saya dengar sebelumnya.
"Pak Pontius, massa mulai beringas. Mereka minta Yesus dihukum mati karena telah menghujat Tuhan"Staff ahli saya melaporkan. Saya meminta staf itu membawakan berkas si terpidana. Butuh waktu 30 menit saya membaca berkas pengadilan orang itu, dan saya menemukan dia sama sekali tidak bersalah atas tuduhan orang-orang itu. "Orang ini tidak bersalah, kenapa saya harus menghukum dia?"
Di luar kerumunan orang-orang terus berteriak "Salibkan dia, salibkan dia" dan beberapa massa mulai melempari kantor gubernuran dengan telur busuk. "Panggil pendeta paling senior di Yudea dan suruh menghadap saya segera" . Saya belajar psikologi massa waktu masih kuliah di Roma, dan saya paham betul kalau di Yudea, orang-orang lebih mendengar apa kata pendetanya dibandingkan apa kata rajanya. Saya pikir, jika saya bisa menghadirkan pendeta yang dihormati orang banyak itu, mereka akan tenang dan tidak berbuat anarkis.
Pendeta tua itu akhirnya datang, tidak perlu waktu lama karena ternyata pendeta yang namanya saya lupa itu dari tadi sudah ada di bawah di antara kerumunan massa. "Syalom Pak Pontius" kata pendeta tua itu. Setelah memperkenalkan diri, dia mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia bilang laki-laki bernama Yesus itu telah menghujat Tuhan dan tengah berencana menggerakkan massa untuk menggulingkan Caesar. Saya jelaskan kepada pendeta tua itu, bahwa dari berkas yang saya pelajari, hakim pengadilan tidak menemukan kesalahan apapun dari lelaki itu. Semua tuduhan adalah fitnah keji yang dialamatkan kepadanya.
"Bapak yang menjadi gubernur di sini, jadi semuanya terserah bapak Pontius" kata si pendeta tua."Tapi saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Bapak melepas laki-laki itu. Saya tidak jamin massa tidak beringas dan tidak rusuh. Pendapat saya, jika Pak Pontius masih ingin menyelamatkan jabatan bapak, lebih baik turuti saja keinginan massa. Ingat pak, vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan" Si pendeta menceramahi saya.
"Tapi laki-laki itu tidak bersalah" jawab saya. "Lebih baik melepaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah!"
Prang!! bunyi kaca jendela pecah mengagetkan saya. Massa mulai beringas dan melempari kantor saya. Dari ujung seorang staf berteriak massa mulai menyiapkan minyak untuk membakar kantor saya. Massa semakin beringas dan gila. Mereka melempari kantor saya tidak lagi dengan telor busuk tapi batu, dan mereka terus mengucapkan takbir memanggil-manggil nama Tuhannya.
"Gila. Ini benar-benar gila! Hei pendeta tua, tolong tenangkan orang-orang ini. Saya tidak mau ada korban nyawa hari ini. Terserah kau saja mau melakukan apa pada laki-laki itu, tapi ingat saya tidak bertanggung jawab atas kematian orang itu"
Si pendeta langsung berjalan tertatih ke arah balkon kantor gubernuran. Di bawah massa terlihat semakin beringas. Ketika mereka melihat pendeta yang mereka hormati mengangkat tangan di atas balkon, mereka mulai tenang. "Kita berhasil, kita akan menyalibkan pria yang telah menghujat Tuhan ini. Syalom Alehim..!!" teriak si pendeta lantang.
Massa bersorak, mereka melompat-lompat kegirangan, "Syalom Alehim!" teriak mereka.
Saya tidak ikut prosesi lanjutannya. Kepala saya tiba-tiba sakit. Perut saya mual membayangkan bagaimana mereka semua bisa tertawa dan menyebut-nyebut nama Tuhan sementara mereka berencana menghilangkan nyawa manusia.
Saya Pontius Pilatus, Saya mual..
YOU ARE READING
Pembelaan Yudas Iskariot
FantasyYudas Iskariot adalah murid Yesus yang dianggap berkhianat. Alkitab menggambarkannya sebagai seorang yang culas, jahat, dan rela melakukan apa saja demi uang. Hal inilah yang selama ribuan tahun dipercaya jutaan orang kristen, dan hingga kini masih...