Dancing in The Dark

1.2K 163 13
                                    

Petang sudah menyapa di langit Bangkok. Matahari yang tadi bertahta demikian agungnya perlahan tenggelam di pelatarannya. Angin sore yang menerbangkan helai daun membawa aroma khas.

Beam duduk seorang diri di bangku, termenung dengan sejuta pikiran yang berkecamuk dalam pikirannya. Ia tak percaya akan ucapan yang diucapkan Dokter Gun, dokter yang merawat ayah Forth.

Dokter yang sedang terkena flu itu, terpaksa ia ganggu jam istirahat nya dan membuatnya untuk menunjukkan hasil rontgen milik ayah mertuanya.

"Benar dugaanmu... Dokter Beam... Ini... Kanker paru-paru, sudah stadium akhir..."

Mata kelam Beam terkunci pada gambar x-ray yang menunjukkan betapa luasnya sel kanker yang menyerang.

Bagaimana ia bisa melewatkan hal ini?

"Ayah mertuamu... Beliau sudah menyadari kondisinya Beam... Aku sempat menyarankan untuk kemoterapi... Namun..."

Dokter Gun memberikan selembar surat kepada Beam. Surat yang ditandatangani sekitar 1 tahun lalu.

"Ini..."

Sebuah anggukan yang diberikan Dokter Gun menjadi jawaban atas isi surat yang Beam sering lihat.

Hati Beam hancur seketika, tangannya gemetar dan matanya mulai memanas. Sebuah helaan nafas panjang lolos dari bibir Beam, sesak mulai menyerang dirinya.

Sesak... Yang tak ada obatnya...

"Beliau menolak segala tindakan medis yang ditunjukkan untuknya..."

"Kenapa... Dad... Tidak mengatakan ini padaku atau Forth?"

Dokter Gun hanya terdiam dan menatap iba pada Beam. Sungguh ia sendiri pun tak mengira kalau Beam baru menyadarinya sekarang.

"Maafkan aku Dokter Beam... Aku tidak tahu..."

Bodoh, kata itulah yang berkali-kali Beam ucapkan untuk dirinya sendiri. Mengapa ia harus menanyakan hal itu pada dokter yang sama sekali tak ada hubungan keluarga dengan ayah mertuanya, sementara ia. Seseorang yang hidup dengan menyandang status dari keluarga Jaturapoom...

Orang yang dulu sempat mengambil kebahagiaan keluarga kecil demi kelangsungan hidupnya.
.
.
.
Beam baru saja keluar dari mobil SUV putih miliknya. Langkahnya terasa berat memasuki pelataran rumah yang menyimpan sejuta kisah keluarga yang kini menjadi bagian dalam hidupnya.

Ia berhenti sejenak mengamati jendela yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Didapatinya Forth dengan baju kerjanya, tengah menutup jendela dan yang terakhir adalah gorden putih. Hingga sosok Forth menjadi sebuah bayangan hitam yang terkena cahaya lampu rumah.

Setelahnya bayangan itu hilang...

Beam menundukkan kepalanya dan berjuang menahan gejolak dalam hatinya. Ia tak menyangka bahwa melihat pasangannya dari jarak sejauh ini mampu membawa rasa sesak itu lagi.

Bagaimana ia harus menceritakan ini pada Forth?

Bagaimana ia tega mengatakan bahwa hidup ayahnya mungkin tak akan bisa melewati akhir tahun ini?

Ia tak bisa membayangkan... Forth harus kehilangan keluarga lagi... Ia tak bisa melihat Forth bersedih untuk kesekian kalinya.

Ia...ia...

"Masih betah berdiri di situ?"

Suara hangat dan terkesan berat yang membuat benteng pertahanan Beam runtuh. Jemari putihnya terkepal dan air mata mulai berjatuhan.

Forth merasa ada yang tak beres dengan keterdiaman Beam. Mendekatinya dan meraih dagu Beam untuk menatapnya.

"Hei kau-"

The Precious Memory (Sequel Of God Give Me You) | Forth & Beam's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang