After We Became One

1.9K 183 23
                                    

#Untuk lebih jelas ceritanya, harap baca cerita sebelumnya God Give Me You. Selamat Membaca 😊

Pekerjaan yang tak mengenal batas waktu. Siang atau malam. Sebentar atau lama. Tidak ada ukuran pasti untuk menghentikan itu semua. Terkadang ia mendapati dirinya harus berlarian di sepanjang lorong putih. Berusaha mengejar waktu yang terus berlalu tanpa pengampunan.

Demi bertemu dengan orang-orang yang membutuhkan pertolongannya, berjuang antar batas hidup dan mati.

Sumpah yang dulu ia ucapkan menjadikan hal itu sebagai perjanjian dirinya sendiri dan Sang Pemilik Kehidupan... Bahwa ia akan menyelematkan kehidupan yang sejatinya luhur tanpa pandang buluh.

Dia bukan berusaha untuk menjadi seperti Tuhan... Yang mampu merubah jalan kehidupan. Setiap malam yang ia lalui, ia harus tersadar batasnya yang hanya manusia biasa.

Kematian bukanlah hal yang mampu ia cegah.

Dan itu terjadi malam ini...

Suara dengingan mesin defibribilator dan tubuh berlumuran darah yang keluar dari gadis berseragam ini. Dipastikan bahwa kecelakaan tersebut cukuplah besar. Mata gadis itu terbuka dan bola matanya begitu merah. Pembuluh vena tampak timbul di kulit putihnya, menandakan betapa menderitanya gadis ini. Sebelum nafasnya terhenti.

"Kau pasti sangat kesakitan..."

Satu hal lagi yang paling menyiksa batinnya. Ketika...

Jemari putih yang tertutup sarung tangan lateks, menutup kedua mata gadis yang bahkan belum memasuki usia 17 tahun.

"Waktu kematian 01.38 AM,"

Rasanya ingin sekali ia keluar dari ruangan ini. Berteriak sekencang-kencangnya.

Bagaimana bisa gadis semuda ini meninggal demikian tragisnya?Namun tak berapa lama setelahnya, seorang suster menarik lengannya.

"Dokter Beam... Anda dibutuhkan untuk operasi transplantasi jantung,"

Ya... Beam Baramee.

Spesialis bedah jantung.

Gelar yang diraihnya, membuat tanggung jawab yang dipikul Beam semakin berat.

Sekali lagi ia berlari ke ruang operasi.

Berpacu melawan waktu...

Setibanya di ruang operasi dengan segala persiapan yang baru saja rampung.

Ia akan memimpin operasi besar yang menyangkut nyawa seorang laki-laki muda berusia 17 tahun.
.
.
.
Hari sudah berganti, seingatnya langit masih gelap saat ia memasuki ruang operasi. Kini hari sudah sore dan matahari hampir tenggelam di pelatarannya.

18 jam sudah operasi tersebut berlangsung.

Beam baru saja keluar ketika seorang wanita paruh baya menghampirinya untuk menanyakan kondisi putra mereka.

"Operasi berlangsung lancar dan kini putra anda akan dibawa ke ruang perawatan intensif..."

Wanita itu meraih jemari Beam dan menangis  dihadapannya. Berulang kali ucapan terimakasih terlontar dari kedua orang tua itu. Beam tersenyum, seakan memahami bahwa keluarga ini telah melalui banyak hal untuk menyembuhkan putra mereka.

"Terimakasih sudah bertahan hidup... Tumbuhlah menjadi pria yang baik dan balaslah kasih sayang orang tuamu... "

Beam mohon undur diri dari orang tua yang tengah berbahagia tersebut. Ia membutuhkan istirahat sekarang dan dua jam lagi Forth akan menjemputnya.

Duduk di sebuah kafetaria rumah sakit, ditemani secangkir kopi. Perhatian Beam awalnya terkunci pada buku yang tengah ia baca. Sampai beberapa suster yang duduk tak jauh darinya. Mulai bergosip... Bukan bermaksud untuk menguping. Namun dalam jarak yang dekat serta volume suara yang cukup keras membuat Beam bisa mendengar pembicaraan mereka.

The Precious Memory (Sequel Of God Give Me You) | Forth & Beam's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang