"Eh Prill, tunggu deh!" Ali menatapku lekat dengan kedua bola matanya. Aku terdiam, menatapnya bingung. Ali hanya diam, Ia menatapku dengan pandangan mengintimidasinya. Ia mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya padaku. Semakin dekat, dan aku mulai gugup di kursiku. Matanya masih saja memandangku tajam. Astaga, apa yang akan Ali lakukan!?
"Li, lo ngapain?" Aku memundurkan tubuhku, menatapnya takut.
Ali tak menjawab, ia memiringkan kepalanya, mendekatkan bibirnya pada telingaku. "Muka lo merah." Bisiknya.
Apa? Sialan! Aku mendorong tubuh Ali dengan keras. "Gak lucu!" aku berseru marah.
Ali hanya tertawa di kursinya. Aku mendengus marah. Laki-laki ini benar-benar tak tahu sopan santun! Aku beranjak dari kursiku, mengubek-ubek tasku dan mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan dan meletakkannya di meja dengan sedikit kasar. Aku melenggang pergi, meninggalkan Ali dengan tawanya.
"Prill, lo mau kemana? Heh Prilly!" ali berteriak memanggil namaku.
Masa bodo. Aku tetap melangkah cepat menuju mobilku, memasukinya kemudian menghidupkan mobilku, meninggalkan Ali seorang diri di sini.
-Ali's POV
"Prill, lo mau kemana? Heh Prilly!" teriakku berusaha menghentikan langkah Prilly. Namun gadis itu tidak mendengarkanku sama sekali. Astaga, bahkan kini ia telah keluar dari restoran. Aku bergegas beranjak dari tempat dudukku ketika seorang waitress menahanku.
"Maaf mas, ini billnya."
"Hais mbak, saya buru-buru ini! nih lo ambil aja ama kembaliannya, sama uang yang ada di atas meja tuh, cukup kan?" Aku menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan dan segera berlari menyusul Prilly. Tak mempedulikan berpasang-pasang mata yang menatapku penasaran, atau kegirangan sang waitress karna mendapat banyak tip hari ini.
Kosong. Tak ada lagi mobil milik Prilly di tempat ia memarkirkan mobilnya tadi. Sial, gadis itu pasti meninggalkanku! Kenapa ia terlalu serius sih? Padahal aku hanya bercanda! Tuhan, kenapa kau ciptakan mahluk yang begitu sensitif seperti wanita?
"Sial! Gue balik ke lokasinya naik apa nih? Astaga, mati gue mati!" Aku mengacak-acak rambutku kesal. Doraeomon, izinkan aku meminjam baling-baling bambumu!
***
Hari ini, masih pukul 7 pagi dan aku telah sampai di lokasi. Lokasi masih sangat sepi. Bahkan tak ada satupun crew yang terlihat. Apa aku kepagian? Pikirku. Aku melihat sekeliling lokasi, udara masih segar, terlihat beberapa tetes embun pada kelopak dedaunan. Aku memutar pandangan dan menemukan sebuah mobil yang tidak asing.
"Itukan mobil Prilly. Ah iya, bener mobil dia!" aku melangkah cepat menghampiri mobil avanza silver itu dan mengetuk-ngetuk kacanya. "Prill, lo di dalem?" aku berusaha mengintip ke dalam mobil.
"Heh lo ngapain berdiri di situ? Awas awas ngalangin jalan gue aja!" seru Prilly sontak mengejutkanku. Aku refleks memundurkan tubuhku dan beralih menatap Prilly yang berdiri di belakangku dan menatapku dengan pandangan kesal.
Kelihatannya gadis itu masih marah. Ia melenggang begitu saja di depanku, mengacuhkanku dan memasuki mobilnya dengan cuek. Bahkan, ia membanting pintu mobilnya dengan keras di depanku. Aku mengelus dada. Aku membuka pintu mobilnya dan ikut masuk ke dalamnya.
"Heh lo ngapain?" ia bertanya kaget begitu melihatku duduk manis di mobilnya.
"Ya duduklah, lo ga liat apa? Mata lo burem?" jawabku sembari tersenyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adakah Kau Takdirku?
Teen FictionTakdir dan jatuh cinta adalah dua hal yang sulit ditebak. Tak pernah ada yang tau, apa yang terjadi padanya 10 tahun lagi bukan? Bahkan, tak ada yang bisa memastikan apa yang terjadi 10 menit kemudian. Sama seperti Ali dan Prilly. Takdir mempertemuk...