20. Tentang Menjadi Ayah

1.4K 192 74
                                    

Yudhis POV

"Selamat yaaa, tanggung jawabnya nambah nih. Sekarang ada cewek yang nungguin di rumah!"

Teman-teman kantorku datang dan memberikan bingkisan. Mereka hanya bisa bertemu denganku dan melihat  Sun-panggilan kesayangan ibunya- lewat jendela besar kamar bayi. Irsha sedang istirahat setelah menyusui putri pertama kami. Aku memutuskan untuk cuti selama dua minggu. Irsha pasti sangat membutuhkan bantuanku untuk menjaga Sun. Terlebih kami memutuskan untuk tidak menyewa pengasuh bayi.

Ini hari kedua kami berada di rumah sakit. Di hari kedua ini, kami bisa lebih bebas menggendong dan berinteraksi dengan Sun. Tapi karena dia lahir di usia kandungan yang belum cukup, saat Irsha beristirahat, dia harus kembali ke ruang bayi untuk observasi. Aku dan Mama bergantian ke ruang bayi saat Irsha istirahat untuk memberikan ASI dalam botol. Namun, saat ini Mama sedang menemani Papa ke kampus untuk menghadiri seminar. Aku menjaga Irsha dan Sun sendirian setelah teman-teman kantorku pulang. Terkadang, Bunda atau Mamih Nanda yang bekerja di rumah sakit ini menengok kami sesekali saat bekerja.

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 dan Irsha masih tidur. Artinya, Sun pasti membutuhkanku. Saat ini adalah jam minum susunya. Aku bergegas menuju ruang bayi. Kuhampiri kotak akrilik Sun setelah kubersihkan tanganku dan memakai baju ruang rawat warna hijau.

Ah, aku jatuh cinta pada bayi yang dilahirkan istriku ini. Bibir mungilnya mengecap-ngecap saat aku dekatnya jariku di bibirnya.

Yudhis : Laper ya sayang? Shusshh shusshh...

Aku mencoba membiasakan diri menggendong Sun. Tangan kiriku menahan tubuh mungilnya sementara tangan kananku memegangi botol susu ASIP yang telah disiapkan oleh suster ruang bayi. Semalam aku mendapat pujian dari Irsha saat melakukan hal ini, dia bilang aku seratus kali lebih tampan saat mengendong Sun walau masih kaku.

"Oh, udah ada Buyanya,"

Itu pasti suara Mama. Mama melihatku menggendong Sun yang tertidur, lalu Mama tersenyum dan mendekati kami. Mama mencium pipi putriku itu dengan hati-hati.

Mama Ray : Dhis, sudah diurus kan surat-surat buat aktanya si kakak?

Aku mengangguk. Mama senang memanggil anak pertama kami kakak. Ya, dia cucu pertama, anak pertama. Nantinya, dia akan jadi kakak untuk adiknya dan adik sepupunya bukan, anak-anak Rasha?

Yudhis : Udah Ma, tadi dibantu sama Bunda juga.

Mama Ray : Syukur deh, jadi cucu Yangti ini bisa cepet masuk TK kalau ada akta hehehe

Aku beruntung punya mertua yang humoris. Mama Ray sendiri minta dipanggil Yangti dan Papa minta dipanggil Eyang. Rasanya lucu kalau mereka sedang mengajak Sun berbicara dan menyebut diri mereka 'Eyang'. Mereka masih sangat muda untuk dipanggil 'Eyang'.

Mama dan Papa bukan tipe orang tua yang bawel. Mereka menyerahkan semua keputusan tentang mengasuh anak pada kami. Mereka hanya menasihati dan mengingatkan pada beberapa hal krusial saja.
.

.

.

Mama Ray: Dhis, gimana rasanya punya anak perempuan?

Side-story of EIL : Mas & AdekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang