ketiga

48 4 0
                                    

9.55

Bel istirahat audah berbunyi tiga menit yang lalu, tapi entah apa yang membuatku enggan melangkahkan kaki ke kantin. Padahal cacing diperurku sudah berdemo minta jatah.

"Ica! Lo nggak kekanti? " Tanya Karen yang sudah selesai membereskan peralatan tulisnya dan mendekatiku.

Ya! Ica itu jadi nama panggilan yang ditetapin oleh teman-teman sekelasku ini. Alasannya 'Gak seru manggil lo Cayla, Caca, Lala. Udah kebanyakan yang gunainnya. Jadi, tadi kita-kita sepakat manggil Lo ICA."

"Iya, ini juga mau kekantin." Balasku pada Karen.

Belum juga keluar kelas, Kevin teriak kaya bencong.

"Icaaaaa lo mau kekantin kan? Gue nitip Cilok mang udin yaa. 5 ribu. Pake duit lo duluuu makasih sayangkuhh." Entah bodoh atau apa aku malah mengangguk tanda setuju.

**

"Ca, lo denger gak? Katanya kak Rai mau nembak anak kelas sepuluh pulang sekolah nanti." Gosip pun dimulai oleh Salsha. Jujur saja memang biang gosip anak yang satu ini. Entah dapet darimana infonya. Yang jelas kalian jatuhin kancing baju saja dia tau jatuhnya dimana. Eh?

"Ica, lo denger gue ngomong gak sihh,  ihhh." Keluh Salsha karena tak kutanggapi.

"Ya bukan urusan gue juga, Sal. Lagian jijik banget gue ama tu kakak kelas. Emang harus banget ya ngumbar kalo mau nembak? Nggak kan. Buat apa coba." Balasku sambil berdiri meninggalkan Salsha, Karen, Tasya, Aisyah dan Wulan yang terbengong. Entahlah jika malas pada topik obrolan aku pasti pergi entah kemana.

"Ica kok pergi sihh." Teriak Wulan, namun kuhiraukan.

Di depan pintu kelas, hal pertama yang kulihat adalah Raga, Kevin dan Bagas sedang mengombrol di koridor kelas.

Sadar akan keberadaanku, Raga menoleh dan hanya melihatku sekilas lalu memalingkan wajahnya. Kenapa sih.

Ku langkahkan kakiku mendekati mereka. Lalu keserahkan cilok pesanan Kevin.

"Eh, Ca. Makasih yaa udah dibeliin ciloknya." Ujar Kevin sambil memegangi perutnya.

"Itu nggak gratis yaa, ganti duit gue!" Balasku.

"ihh kok ganti sih. Kirain gratis hahaha." kuhiraukan apa yang dibilang Kevin. Tatapanku fokus ke Raga yang ingin beranjak pergi.

Setelah agak jauh, aku menyusulnya. Entah kenapa tiba-tiba aku mau bicara padanya.

"Lo kenapa sih. Kaya ngehindarin gue? " Tanyaku to the point setelah langkah kami sejajar.

"Perasaan lo doang kali." Balasnya cuek.

"Lo marah?"

"Nggak! "

"Bohong."

"Berisik lo bisa diem nggak?" Sumpah demi apa, Raga ngebentak. Emang salahku itu dimana sih.

Dengan perasaan kesal kutarik tangannya agar berhenti.

"Apaan sih!"

'Cup'

"kamu ngeselin kalo lagi ngambek"

'plak! ' ya kali aku gituin Raga

"Raga! Gue mau ngomong." Ujarku dengan menggait bajunya.

"Apaan."

"Lo marah kenapa?"

"Kaga marah. Kalo gak ada yang penting gue ada urusan." Balasnya melenggang pergi dari hadapanku.

"Raga Berchay Bangsat!" Teriakku yang tak peduli tatapan orang-orang yang ada di sini.

'huh'

***

13.45

"Ica, kumpul kuy di tempatnya Tasya. Mager pulang." Ajak Karen sambil memasukkan barang-barangnya kedalam tas pink berlogo Exo.

"Kuy lah gue juga mager pulang." Balasku mendekati Tasya dan yang lain.
**

×Fake Friend×Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang