Dering telfon ku, membuat kami berlima memberhentikan sesaat aktivitas kami.
Raga?
"Halo, Ga?"
'Lo dimana?'
"Dirumah Karen. Kenapa?"
'Tut.'
Apaan coba dasar Gaje.
Setelah mendapat panggilan dari Raga dan dimatikan sepihak olehnya, aku mulai mengambil bantal dan memukul Karen yang sejak tadi memunculkan wajah anehnya mengejekku.
"Aww. Ihh ica mah sakit tau!" Keluh Karen mengusap wajahnya yang terkena lemparan bantalku.
"Ihh udah ah gak baik berantem." Lerai Aisyah. Jujur saja aku risih dengan kesok baikkannya.
Sibuk dengan rutinitas bermain dan mengobrol dikamar Karen. Tasya datang membuat suasana tbah gaduh.
"Anjirrr! Ca! Raga ada di bawah tai. Dia nyariin lo."
Haa? Buat apaan coba?
Penasaran, akupun turun dan berjalan keruang tamu. Benar saja ada Raga dengan kaos biru dongker bertuliskan One dan celana jins hitamnya yang robek dibagian lutut. Oh, dan jangan lupa jaket hitamnya yang menambah kesan emm kece mungkin.
"ngapain?" Tanyaku saat tatapan mataku dan Raga bertemu.
"Ikut gue!" Tanpa mendengar jawabanku, Raga sudah lebih dulu menarik pergelangan tanganku mengajak keluar dari rumah Karen.
"Apaan sih! Sakit tau!" Jujur saja aku masih kesal dengan Raga saat tadi disekolah dia mengabaikkanku.
"Pake!" Ujar Raga menyodorkan Helm merahnya padaku. Bukannya mengambil, malah kujitak kepalanya.
"Lo dateng kesini setelah mutusin panggilan sepihak lo. Dan tanpa penjelasan lo mau nyulik gue gitu? Gue bingung." Tapi walaupun aku berkata demikian, aku tetap menaikki motor Ninjanya, tentu tanpa helmnya.
Tanpa menjawab pertanyaanku, Raga memakai helm yang tadi dia tawarkan padaku, dan menyalakan motornya lalu pergi.
Reflek tubuh karena tarikan gas yang mendadak, membuatku mau tak mau mencengkram kuat jok motor Raga.
"Anjir lo mau buat gue salto belakang ha?" Kesalku yang dibalas lirikkan Raga dari spion motornya.
Hanya helaan nafas yang sedari tadi keluar dari mulutku. Bosan mengoceh yang hanya dibalas lirikkan saja membuatku malas membuka obrolan.
Sudah lebih dari 10 menit aku dan Raga menyusuri jalanan. Entah mau kemana dia sebenarnya.
Baru berfikir kemana tujuannya. Motor Raga sudah berhenti di kawasan yang adanya danau buatan dan pepohonan hijau disana. Tak banyak orang berada di danau ini. Bahkan aku yang sudah lama hidup disini belum tau adanya tpat seperti ini.
"Oh my God! Amazing! Lo tau dari mana tempat gigian anjirr!" Kagumi pada tempat yang ditemukan Raga. Bahkan sebelum Raga menyuruhku turun, aku sudah turun lebih dulu.
Tempat ini menghipnotisku. Hanya ada 3 orang ditempat ini, dan dengan kedatangan aku dan Raga membuatnya menjadi 5. Benar-benar seperti danau pribadi.
"Maaf." Ucapan dari Raga membuatku yang sedang takjub akan danau, mengalihkan pandanganku padanya.
"Gue minta maaf. Gak seharusnya gue nyuekin lo."
Kuhampiri Raga yang berdiri tak jauh dariku. Lalu kutangkup wajahnya dengan tanganku.
"Kita musuh!" Balasku pada Raga yang mematung saat mata kami bertemu tatap.
"Ah- itu.. Anu.."
"Apaan sih ngomong aja kaga jelas." masih dengan posisi yang sama bahkan sekarang wajahku lebih kudekatkan lagi kewajah Raga. Ingin mendengar lebih jelas apa yang sedang dia ucapkan.
"Ica-"
"Eh Raga, lo sakit? Kok muka lo merah bener?" Melihat wajahnya yang memerah aku bingung, kupikir dia demam.
Anjir, gue gila. Sumpah. Apaan nih. Kok muka gue ama muka Raga sedeket ini.
Sadar akan apa yang terjadi, kulepaskan tangan yang sejak tadi bergerak tanpa berpikir untuk menangkap wajah tampan Raga. Kualihkan pandanganku.
Kecanggunganpun menyelimuti kami berdua.
Inisiatif akupun mencari topik.
Ah, bener tanya aja. Cuman itu doang yang mau lo bilang sampe nyulik gue. Iya bilang gitu aja.
Ku arahkan lagi pandanganku pada Raga. Belum sempat berbicara, lengan kokoh Raga sudah lebih dulu menangkap daguku dan itu membuatku mati kutu.
Mau ngapain lo anjirr!
Jeritku dalam hati. Sumpah serapah kukeluarkan didalam hati tak berani mengucapkannya langsung.
Jangan bilang dia mau menciumku. Ah tidak. Kugelengkan kepalaku membuang jauh pikiran tersebut.
Tatapan mata kami terkunci, Raga memajukan wajahnya yang semakin lama semakin mengikis jarak antara wajahku dan wajahnya.
Oh Tuhan. Bahkan aku tak bisa bernafas. Sebenarnya apa yang akan dia lakukan.
"Boleh? Gue, emm. Boleh gue nyium kening lo?"
Deg.
KAMU SEDANG MEMBACA
×Fake Friend×
Teen FictionBerawal dengan MEMANFAATKAN, Dilanjutkan dengan KEPALSUAN dan di akhiri dengan KESERAKAHAN. Kisah pertemanan yang membingungkan antara Cayla Ananda Warisman dengan Sheilla Sandra Purnama.