Di mana aku? Ini bukan Bandung dan ini bukan Indonesia.
Mengapa begitu banyaknya salju? Apakah ini musim salju? Dan di sampingku terdapat pohon yang gugur. Apakah benar ini musim salju? Bagaimana bisa?
Aku memeriksa apakah benar ini musim salju. Aku mengambil salju segenggam dan ini dingin seperti es. Tapi, ada yang aneh. Mengapa di jari manisku terdapat cincin pernikahan? Bukankah aku belum menikah? Dekat dengan lelaki saja tidak.
Aku lihat sekelilingku. Di depan, terdapat jalan raya. Namun jalan itu sangat sepi sampai hampir tak ada sedikit pun kendaraan yang melintas. Aku berbalik melihat apa yang di belakangku. Ternyata...
"Japan Hospital"
Apa aku di Jepang?
Lalu aku lihat pakaian apa yang aku kenakan. Sebuah mantel cream dengan jas putih di dalamnya. Lalu, terdapat ID-Card yang aku kenakan. Di sana terdapat profilku.
Apa aku seorang dokter?
Tak mungkin. Aku saja SMA jurusan IPS. Sangat mustahil.
Tunggu. Jika ini benar aku berada di Jepang, kenapa aku tidak mengabadikannya terlebih dahulu? Dimana ponselku?
Tak lama kemudian...
"Hanny!"
Hanny? Siapa itu?
Aku pun menoleh. Ada seorang pria yang sekitar lima meter di depanku. Dia melambaikan tangan sambil tersenyum. Tampan. Gigi taringnya yang manis, matanya yang mempunyai alis hitam tebal, garis mata yang sangat tampak, dan bibir yang begitu merona, ia tersenyum padaku. Ia melambaikan tangan dengan ponsel yang ia genggam.
Aku turut tersenyum.
Saat ia datang mendekatiku, sinar cahaya datang begitu cepat sehingga aku....
"Hei bangunlah. Lima menit lagi kelasmu dimulai," tutur seorang wanita yang berusaha membangunkan dosen muda yang tertidur pulas ditutupi dengan novelnya. "Ayolah bangunlah, basuhi wajahmu."
Wanita itu terbangun dan membuka matanya pelan. Ia melihat arloji yang menunjukkan pukul satu siang. Oh sungguh, ini adalah jam tidur. Waktunya untuk tidur.
"Baiklah aku bangun sekarang."
***
"Baiklah kelas sudah selesai. Sampai jumpa pada pertemuan yang akan datang."
"Terima kasih," seru seisi kelas.
Arcella menghela napas dan mengambil beberapa barangnya dan bergegas untuk meninggalkan kelas.
Saat Arcella hendak membuka pintu kelasnya, ia terkejut kala ada seorang pria yang mengejutinya. "Ngapain sih kamu, Ra? Kebiasaan."
Adera terkekeh. "Ayo ke kantin. Atau mau ke kantor sebentar?"
"Kantor sebentar," balas Arcella menuju kantor bersama Adera di sampingnya.
Tiba di kantor, Arcella menaruh barang-barangnya di atas meja. Seperti tas, absen, dan buku. Tak lupa, ia memakai kaca mata minus-nya yang menambah kesan kutu bukunya. Ia pun berbalik, saat berbalik, Adera yang di belakangnya tersenyum.
"Tidak usah membuntutiku Profesor Adera. Aku...,"
Siapa dia? Kenapa aku tak asing lagi melihatnya?
Mulut Arcella terhenti kala matanya melihat sesosok yang tak pernah ia lihat di universitas ini. Namun, seseorang itu begitu familiar. Terkhusus, gigi taringnya yang manis saat ia tertawa. Ia duduk di antara dosen jurusan arsitek. Sepertinya, ia dosen baru.
"Kamu mengenalnya?" Tanya Arcella pada Adera.
"Siapa?" Adera turut menoleh ke arah pandangan Arcella. "Ah, dia dosen sementara pengganti Profesor Ryan."
Ah ya pantas saja. Profesor Ryan sedang koma sekarang karena kecelakaan.
"Sepertinya ia seumuran denganmu, Cel," sahut Adera saat Arcella melanjutkan perjalanannya ke kantin diikuti Adera di sampingnya.
Saat Arcella dan Adera melewati dosen baru itu, ia tersenyum pahit sembari memandangi jilbab panjang Arcella yang berwarna merah muda. Cukup lama ia memandangi dosen primadona di universitas itu.
Secepat itukah kau melupakan kenangan dan janji kita? Ini aku, Aden. Aku datang untuk menepati janjiku.
Farhan tersadar akan lamunannya. Ia berlari meninggalkan dosen lainnya di kantor dan mengejar Arcella di sana yang cukup jauh bersama Adera. Dan akhirnya, Aden berjalan di belakang Arcella dan berdehem untuk menyadarkan Arcella yang tengah mendengarkan ocehan Adera.
"Hmm," gumamnya. Arcella berhenti dan menoleh ke belakang. Alisnya bertaut dan seolah memberi kode pertanyaan Ada perlu apa kau denganku?
"Perkenalkan, aku Aden Arsenio. Dosen jurusan arsitek pengganti Profesor Ryan untuk sementara," tuturnya dengan senyuman dan sambutan tangan untuk berjabat tangan dengan Arcella.
"Oh, ya. Salam kenal," balas Arcella dengan tersenyum tipis dan berbalik lagi untuk melanjutkan perjalanannya.
Aden tertawa renyah. Ini sama seperti dulu. Sewaktu ia SMA tepatnya saat memperkenalkan diri dengan wanita dingin itu. Ya memang memperkenalkan diri, bukan perkenalan. Karena si wanita tak memperkenalkan dirinya kembali.
"Tunggu! Hei kau. Cewek dingin. Boleh berkenalan?" Teriak lelaki itu dari jauh kepada wanita yang duduk diam di halte menunggu bus sambil mendengarkan musik di earphone-nya.
Wanita itu dengar, namun ia abaikan. Lelaki itu menyerah dan menyusul wanita itu ke halte depan sekolah. Saat sampai ia tersenyum dan menjulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan. Wanita itu menoleh. Tentu saja dengan wajah datarnya.
"Apa?" Katanya.
"Perkenalkan. Namaku Aden Arsenio dari kelas X IPA 5," tutur Aden dengan semangat.
"Oh, ya. Salam kenal," balasnya dan tepat saat itulah bus yang ia tunggu sampai. Tanpa basa-basi wanita itu masuk ke bus meninggalkan Aden tanpa dosa.
"Hm? Ini bukan perkenalan."
Ia tersenyum dan kembali ke kantor sembari mengingat masa-masa indah SMAnya dulu bersama wanita introvert itu. Jika diingat-ingat, lucu juga.
Kau sama. Tak ada yang berubah.
Tbc
Haii semua!!
Welcome back to nabaekkie haha
Sebenernya ini cerita udah gue bikin konsepnya dari kelas XI
Yap, sekitar satu tahun yang lalu, dan baru sekarang gue published nya karna banyak ide yang dateng gegara dirumahaja
Gabut kan? Ajak temen-temen lo pada baca cerita ini yaa!!
Jangan lupa share dan vote!
Gue bakal lanjut ceritanya kalau vote lebih dari 5
thanks yaa😘❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
White Carnation
Teen FictionArcella Amanda, salah satu dari banyaknya wanita di dunia ini yang menjadi korban dari toxic relationship. Cinta pertamanya, juga cinta yang paling membekas lukanya di hidup. Pasti, sangat sulit melupakan luka itu seumur hidup Arcella. Cantik, idama...