Prayers

8.1K 576 118
                                    

Kakashi semakin menebas jaraknya dengan pintu ruangan operasi. Kaki dan tangannya gemetar. Dia tak tahu apakah masih memiliki sisa tenaga untuk menekan knop pintu di hadapannya.

Lampu hijau di atas pintu besi itu sudah mati. Pertanda operasi yang berjalan di dalam sana telah selesai.

Dengan gerakan yang sangat pelan, Kakashi membuka pintu ruang operasi. Tubuhnya memasuki ruangan itu tanpa suara. Seolah takut sedikit saja suara yang dia buat akan menentukan nasibnya.

Hal pertama yang dia lihat adalah Sakura. Wanita bersurai pink itu berada di atas ranjang dengan selimut menutupi ujung kaki sampai sebatas dadanya. Perutnya sudah tak lagi membesar. Wajahnya terlihat pucat, namun Kakashi hanya tahu begitu saja bahwa kekasihnya masih hidup.

Jonnin elite Konoha itu menelan salivanya gugup. Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan operasi untuk menemukan dua makhluk mungil yang akan segera dia panggil anak-anakku. Namun nihil. Dia tak menemukan siapa pun disana selain istrinya.

Pria itu mendekat ke ranjang operasi dan menyentuh tangan Sakura yang terasa sangat dingin. Kakashi tersentak karena hal itu. Keyakinannya bahwa istrinya masih hidup tiba-tiba runtuh bagai diterpa tsunami.

"Sa-Sakura... ?" Suaranya tercekat. Tangannya yang tadi dengan refleks dia lepaskan dari tangan Sakura, kembali menyentuh tangan dingin itu.

"Sakura ? Jawab aku..." Sekarang tangan yang diselimuti dengan sarung tangan ninja itu membelai kepala pink istrinya dengan gemetar.

"Tidak Sakura, jangan lakukan ini padaku." Pria itu berbisik lemah di telinga Sakura.

Satu menit, dua menit tak ada jawaban dari sang istri. Kakashi hanya tahu bahwa hidup memang tak akan pernah lelah mencederai dirinya.

"Kamisama keparat. Lagi-lagi kau melakukan ini padaku..."

"Tak baik loh berkata seperti itu, Sensei..."

Sepasang bola mata hijau itu terbuka. Kakashi masih menunduk dalam sambil memegang tangan sang pemilik suara.

"Baik atau tidak itu bukan uru....sanku." Sepasang iris obsidian itu terbelalak lebar seolah baru menyadari bahwa itu adalah suara kekasihnya.

"Sakura, kau... Hidup ?" Hatinya mencelos.

"Kakashi-sensei, kau benar-benar sensei yang payah yaa... Muridmu sedang tidur karena lelah setelah melahirkan anak-anakmu, kau malah sangat berisik." Sakura mengerucutkan bibirnya berpura-pura ngambek pada suaminya.

"Yokatta... Sakura, kau membuatku takut." Pria bersurai perak itu tersenyum lebar dari balik masker dan menciumi tangan istrinya. Mati-matian dia tahan air matanya agar tak terjatuh dari matanya.

"Loh, Kakashi-sama, kapan kau tiba ?" Shizune masuk ke dalam ruangan operasi melalui pintu belakang yang tehubung dengan kantor Tsunade.

Di tangannya, Kakashi bisa melihat dengan jelas bahwa Shizune sedang menggendong seonggok daging mungil rapuh yang sudah terbungkus dengan selimut putih. Kepalanya bergerak-gerak seolah mencari sesuatu. Shizune mendekat ke ranjang dan meletakkan manusia kecil itu ke dada Sakura.

"Yosh.. Yosh.. Ini, menyusulah pada ibumu..." Shizune membantu melepaskan pakaian operasi yang masih menempel di tubuh Sakura. Sakura meringis merasakan nyeri bekas operasi di perutnya. Posisinya tiduran dan bayi mungil itu ditengkurapkan di dadanya yang sudah tak ditutupi sehelai kain pun. Hal itu membuat Sakura bergidik kedinginan. Musim gugur tahun ini terasa lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya.

Kakashi diam mematung di pinggir ranjang dari arah berlawanan. Matanya seperti disuguhkan oleh suatu ketidaknyaataan. Pria itu terpekur di tempatnya. Tak kuasa merapal sebuah kalimat.

Hatake's Clan RevivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang