Prolog

2K 197 5
                                    

Bihind leaves

Disclaimer of Masashi Kishimoto

SasuHina Fanfiction

  ღ  

“Seharusnya kita pergi ke maldives saja.”

Hinata tersenyum pada ungkapan mustahil pemuda pirang di sampingnya. Naruto Uzumaki mempunyai pemikiran yang selalu bisa membuat orang lain terpesona tentang bagimana menikmati hidup dengan sangat baik. Hinata mungkin tidak menyukainya, jika Naruto bukanlah ketua tim dan juga kekasihnya.

“Aku harap kita bisa,” Hinata bergumam, lalu menoleh pada lelaki pirang dengan mata safir itu, lalu dia melanjutkan. “Tapi kita jelas tidak bisa.”

Naruto menghela napas dan melihat jendela pesawat yang menampilkan lanskap skandinavia pada malam hari. Lampu-lampu jalan dan rumah menampilkan keindahan layaknya batu permata, bersinar dan berkelap-kelip. Setelah lautan lampu dan perkotaan telah hilang di belakang, hutan yang gelap terhampar luas berhektar-hektar, menampilkan perbukitan, persawahan dan sungai yang meliuk-liuk seperti ular.

“Harusnya Sakura memesan tiket di kelas bisnis,” Naruto menggerutu, menyentak punggungnya ke sandaran kursi untuk mengisyaratkan betapa kerasnya kursi ekonomi.

“Kau tahu kalau ini hanya perjalanan bisnis kan? Hizashi-sama memilih tim kita dalam proyek besar ini saja sudah membuatku senang.” Hinata tersenyum saat mengingat proposal tentang kastil yang akan menjadi latar dalam iklan mereka telah terpilih.

“Tetap saja, aku sangat tidak nyaman di kursi keras ini selama lebih dari lima belas jam.”

“Mau aku pesankan bantal yang lebih empuk?” tanya Hinata. Naruto melirik ke arahnya, dan memberikan tatapan ‘apakah aku seperti orang yang hanya menginginkan bantal?’

“Aku tidak memerlukan bantal, aku hanya ingin pesawat ini mengerti dengan pelayanan konsumen dan mengganti kursi sialan ini.” Jawab Naruto. Hinata melihat Naruto mengatakan itu dengan ekspresi netral.

“Seumur hidupku aku tidak akan ke luar negri dengan kelas ini lagi.”

“Bersabarlah Naruto-kun, kita akan sampai sebentar lagi.” Hinata mencoba untuk membuat rasa kesal Naruto berkurang, tapi nampaknya itu tidak berhasil. Naruto melihat jam tangannya dan mendengus, “Masih satu jam lagi.” Dia berkata hampir frustasi.

“Tidurlah lagi, aku akan membangunkanmu jika kita akan lepas landas.”

“Aku ingin cepat tidur di villa, apa Sakura dan Sai tertidur di belakang?”

Hinata mengangkat tubuhnya dan menoleh ke belakang, dia melihat Sai membaca buku dengan lampu menyala di tempat ia duduk, dan lalu beralih pada Sakura yang telah terlelap dengan selimut berwarna biru milik maskapai penerbangan hampir menutupi seluruh badannya.

“Sai masih terjaga,” kata Hinata saat dia kembali duduk.

“Apa yang dia baca dari tadi,” Naruto berkata dengan nada bosan.

“Itu seperti sastra cina,” Hinata mengangkat bahu. “Mungkin.”

Naruto membuat wajah jijik pada komentar Hinata tentang buku Sai.

“Aku selalu tidak mengerti kenapa dia membaca buku yang sulit dipahami.”

“Itu tidak sulit Naruto-kun, kalau kau mengerti makna dari buku itu kau tidak akan berhenti untuk membacanya.”

“Well,” Sahut Naruto, “Aku akan memilih untuk tidur daripada berdebat dengan kutu buku sepertimu dan Sai.” Dia mengakhiri perdebatan.

Hinata menghela napas pelan, dia juga tidak menyukai sifat merendahkan Naruto tentang hobinya. Tapi dia selalu diam.

“Tidurlah Hinata, kau juga perlu tidur, biarkan pramugari yang membangunkan kita nanti jika pesawat akan lepas landas.” Kata Naruto, kemudian dia memejamkan matanya lagi, berusaha menghabiskan waktu dengan tidur.

Pipi Hinata merona, dia gampang sekali luluh dengan sedikit perhatian yang Naruto berikan, dia tersenyum lalu mengangguk. Tapi dia tidak langsung menuruti perintah Naruto, dia membuka catatanya dan menyusun jadwal tim untuk satu minggu mereka di Swedia.

Setelah hampir setengah jam berlalu, Hinata menutup buku catatannya dan melihat jendela melewati Naruto yang telah terlelap, jauh di kegelapan hutan di bawahnya, Hinata melihat sebuah kilau misterius yang membuat matanya melebar karena terkejut, cahaya putih kebiruan itu berpendar hanya sesaat, lalu hilang dan membuat jantung Hinata berdetak sangat cepat. Cahaya lampu tidak akan sebesar dan seterang yang Hinata lihat baru saja.

Apa itu?

“Blackwood”

Suara yang datang tiba-tiba itu mengagetkan Hinata, dia menahan sebuah jeritan di dalam mulutnya dan hampir terlonjak dari kursi, dia menoleh dan melihat seorang Pramugari berdiri tepat di sampingnya. Ketika Pramugari itu melihat keterkejutan di wajah Hinata dia buru-buru untuk membuat permintaan maaf.

“Maafkan saya, saya tidak bermaksud mengagetkan anda.” Pramugari itu membungkukkan badan untuk tanda penyesalan.

“Tidak apa-apa, aku hanya terlalu terhanyut pada apa yang aku lihat.” Sahut Hinata, dia menurunkan bahunya yang sebelumnya tegang dan mengulang, “Blackwood?”

Pramugari itu mengernyit, sedetik kemudian dia mengerti. “Hutan terbesar di Swedia,” katanya, sang Pramugari melihat keluar jendela dan Hinata mengikuti arah pandangan wanita itu. “Orang tua saya bilang banyak makhluk mitos di sana.”

Hinata mengerutkan keningnya sangat dalam dan melihat lagi wajah halus sang Pramugari. Wanita dengan surai hitam itu tersenyum ketika Hinata menatapnya aneh, “Saya juga tidak percaya dengan mitos nona, tapi orang tua jaman dahulu percaya dan menceritakannya ke anak mereka, lalu itu diturunkan oleh anak-anak mereka dan menjadi sebuah legenda.”

Sekarang Hinata mulai tertarik, “Legenda?”

Pramugari itu mengangguk, “Ya, seperti putri duyung, atau bajak laut.”

Hinata mengangkat satu alisnya, “Bajak laut bukan legenda, mereka benar-benar ada, bajak laut dikenal sejak zaman yunani kuno, dan mereka adalah pembajak kapal dan perampok di lautan.”

Wanita berseragam ketat berwarna biru dengan lambang pegasus milik maskapai itu hampir membuat dagunya jatuh karena sejarah tiba-tiba yang Hinata ungkap pada dirinya, Pramugari cantik itu tersenyum malu-malu, “Maksud saya itu seperti Peter pan.”

“Itu dongeng, dan dongeng hanyalah cerita khayalan yang orang tua buat untuk anaknya pergi tidur, dan legenda adalah suatu yang benar-benar terjadi (atau tidak) dan dianggap benar oleh orang-orang zaman dulu (ataupun sekarang).” Hinata menjelaskan, lalu mengernyitkan hidungnya ketika dia menyadari telah bersikap sok pintar. “Maafkan aku, aku terbiasa mengomentari kesalahan seseorang untuk pekerjaanku, dan itu membuatku selalu bersikap sok pintar dan mengoreksi semuanya.”

Sang Pramugari tersenyum maklum, dia telah melewati hampir dua ribu jam penerbangan dan bertemu dengan berbagai macam orang, tapi hanya sedikit yang mengutarakan pemikirannya sehalus Hinata.

“Jadi, legenda apa yang mereka ceritakan?” Tanya Hinata akhirnya.

Wanita itu menunduk cukup sampai ke telinga Hinata, lalu dia berbisik.

“Peri.”  

TBC

BEHIND LEAVESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang