Ara melihat punggung yang lebar dan tubuh yang bisa dibilang pas bagi porsi cowok biasanya. Ara merasa mengenali punggung itu, ia pikir pernah bertemu dengan punggung yang sama. Lalu Ara menggelengkan kepalanya dan berpikir logis kalau diluar sana banyak cowok yang berpunggung lebar enggak cuman dia doang. Ara memfokuskan dirinya untuk melihat kedepan tapi punggung itu mengganggu pikirannya.
"Boleh minjem pulpen gak?"
Arga bingung melihat tidak ada respon dari Ara. "Hello down to earth, boleh pinjem pulpen ga?" Arga melambaikan tangannya didepan wajah Ara, membuat ia tersentak dari lamunannya.
"Ha? Sorry tadi lo bilang apa?"
"Lo ada pulpen dua gak?"
"Ada, emang kenapa?"
"Boleh minjem gak? Gue lupa bawa tempat pensil."
"Yaudah nih." Arga segera membalikkan tubuhnya dan mulai fokus ke depan. Cika berbisik ke Ara.
"Ra anak baru udah lo mau embat aja."
"Ngaco, dia cuman minjem pulpen gue doang."
"Sekarang minjem pulpen doang tapi gal tau besok minjem apaan lagi." Kata Cika sambil bersenyum miring tanda meledek. Ara hanya merespon dengan memutar matanya malas dan segera mencoba fokus belajar.
~~~
Tettt... Tetttt
Bel berbunyi tanda waktu istirahat. Semua orang ingin pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka.
"Ra ayo cepetan udah laper nih."
"Sabar napa, dikit lagi ini kalo ga sabaran sana duluan aja sendiri."
"Tadi lo ngelamun mulu sih kerjaanya jadi nulisnya lama kan."
"Iya-iya nih udah selesai." Sisa Ara, Cika dan Arga di dalam kelas. Arga membalikkan badannya untuk mengembalikan pulpen Ara.
"Nih pulpennya makasih ya, nanti gue beli di koperasi kantin aja."
"Ohh okee."
"Sorry sebelumnya, gue belum tau nama lo tapi udah minjem pulpen aja." Arga menggaruk tengkuk belakang lehernya yang tidak gatal, kebiasaan dia jika bingung dan merasa tidak enak hati seperti sekarang ini.
"Iya selo aja. Udah ya gue mau cabut ke kantin."
"Eh tunggu dulu nama lo berdua siapa?" Arga menahan mereka untuk mengajak kenalan.
"Gue Cika."
"Gue Ara."
"Kenalin nama gue Arga." Arga menjulurkan tangannya untuk salaman dengan senyum yang lebar dan mereka membalasnya.
"Udah kan, yuk Cik keburu rame kantinnya." Ara menarik pergelangan tangan Cika, ia benar—benar merasa lapar karena tadi pagi belum sarapan.
"Ehh tunggu dulu, masa lo ninggalin gue sendirian sih?"
"Apa lagi?" Ara menatap Arga dengan wajah malas untuk menanggapi..
"Gue boleh ikut ga sama kalian?"
"Boleh." "Engga." Cika dan Ara menjawab bersamaan. Arga nampak bingung dengan jawaban keduanya.
"Jadi boleh ikut kan?"
"Udah Ra biarin dia ikut aja, lumayan kan ada cowok ganteng disebelah kita." Cika berbisik sambil membujuk Ara untuk mengizinkan Arga untuk ikut. Ara yang merasa kasihan ke Arga karena ia belum punya teman akhirnya pasrah dan Arga bisa ikut mereka.
"Yaudah boleh."
Mereka keluar kelas dan menuju ke kantin. Sepanjang koridor, Arga menjadi pusat perhatian karena tubuhnya yang tinggi dan juga gosip anak baru sudah menyebar ke seluruh sekolah. Mereka bertiga berjalan dengan cueknya dan tidak memperdulikan tatapan anak -anak yang melihat mereka dengan penuh tanda tanya, apalagi cowok bediri di belakang Ara dan Cika yang sedari mengikuti mereka berdua.
YOU ARE READING
ELUSIVE
Teen FictionKamu benar, tentang semua hal yang kamu katakan. Tentang waktu adalah hal yang paling berharga dan kenangan yang tak akan bisa dibuat kembali. Lalu aku terlupa dengan hukum alam yang bahwasannya semua yang kita lakukan akan mendapat resiko. Sama se...