K I T A

58 5 0
                                    

H a n s e l

Semalem gue tidur agak larut karena bantuin Luna belajar matematika.

Nggak terlalu rumit, sih. Untung aja dulu gue dulu ngambil jurusan matematika murni. Seenggaknya gue nggak bakal keliatan bego kalau ada yang minta bantuan ngerjain soal atau apa.

Tadi malam gue seperti melihat dua sisi berbeda dari Luna.

Nggak kaya biasanya, Luna yang selalu diam dan berbicara ketus sama gue jadi Luna yang agak cerewet dari biasanya. Katanya sih dia bosen kalau kelamaan ngeliatin angka. Padahal jurusan dia IPA.

"Kalau lo cerita terus gimana mau mudeng?"

"Istirahat lima menit ya. Otak gue bisa kram kalau dipaksain."

Akhirnya kita istirahat. Baik dia maupun gue sama-sama langsung buka HP. Kalau gue sih, ya paling notifikasi dari instagram yang banyak.

Males juga bacanya apa lagi balesin satu-satu.

Gue noleh saat denger Luna cekikikan. Mukanya keliatan sumringah, nggak kusut seperti saat ngerjain soal atau saat pertama ketemu gue waktu itu.

Gue liatin dia terus dan berlangsung sampai beberapa menit ke depan. Sadar kalau dia lebih manis saat senyum dari pada pasang muka jutek.

"Udah belom istirahatnya?"

Luna menoleh ke arah gue, diwajahnya masih tersisa guratan senyum, matanya masih menyipit, ujung bibirnya masih terangkat.

Kalian tau nggak? Gue jadi pengen waktu berhenti untuk beberapa saat aja, paling engga sampai gue bisa benar-benar puas menikmati senyum itu.

"Emang udah lima menit?"

Gue mengangguk.

"Kalau nambah lima menit lagi boleh nggak?"

"Boleh tapi lo nggak boleh main HP selama lima menit kita istirahat." Kalimat itu keluar dengan cepat tanpa pikir panjang, karena gue nggak suka dicuekin sama orang yang lagi gue perhatiin.

Dia cemberut, tapi nurut. Dia cuma diem sambil liatin gue. Iya dia natap gue.

Should she be looking at me like that?

Gawat, banyak setan yang udah bisikin gue buat nyium dia.

"Nggak usah liatin gue kaya gitu."

Sumpah gue udah nggak tahan lo tatap gitu, Lun.

Luna menggebrak meja dengan ringan. "Lah kok lo ngegas. Kan lo sendiri yang nyuru gue buat nggak main HP."

Bego banget bisa salah ngomong gini. "Gue nggak ngomong gitu."

"Hm..."

Luna membuang mukanya kearah lain. Jadi, gue cuma bisa liat rambut panjangnya yang jatuh ke punggung.

"Lun-"

"Lo dikasih tau apa aja sama Raya tentang gue?" Dia natap gue tajam. "Kalau lo nggak jujur, gue harap setelah produksi lagu lo selesai. Lo jangan datang ke sini lagi dan anggap kita nggak pernah kenal."

Gue bingung. Nadanya tiba-tiba jadi serius. Matanya masih garang, tapi gue melihat percikan kesedihan yang menggebu dibaliknya.

"Kenapa gue harus?"

"Tau sopan-santun?"

Gue ikut serius karena mulut Luna udah mulai sengak.

"Awalnya gue nggak ada niat buat tau. Tapi Raya ngasih tau gue banyak tentang lo saat gue tanya hubungan pertemanan lo sama Raya."

AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang