I'm the only one who should be punished. This feeling is wrong, and I know if I'm also the only one who deserve to be blamed.
Jonatan Christie. Salah satu atlet pelatnas terbaik yang sedang banyak digandrungi saat-saat ini. Macam prestasi diraih, memiliki wajah yang rupawan serta bertutur kata baik cukup membuat dirinya dihempas keatas langit. Dua ribu delapan belas sepertinya merupakan tahun baik untuknya.
Mungkin,
"Woy Jo, bengong ae Lo. Happy dong, masa yang dapet emas beginian nekuk mulu. Sini sama Gue aja emasnya." lamunannya membuyar sesaat suara itu rasanya semakin dekat tepat di daun telinga.
Ihsan Maulana Mustofa, siapa lagi cecunguk yang sering buat onar di daerah Pelatnas ini. Berjalan santai sembari mengambil tempat di samping Jonatan.
Sesi latihan mereka sudah selesai, sekarang giliran yang lainnya untuk berlatih. "Diem-diem bae, ngopi yuk?,"
Jonatan memicing kesal, mengingkari bagaimana menyebalkannya tipikal Ihsan yang harusnya sudah menjadi rahasia umum untuk dimaklumi. Ihsan ini manusia paling atraktif, banyak gerak dan nyebelin.
"Kalo Lo niatnya cuma ganggu Bang, bagus main aja noh sama Koh Kevin. Lagi nggak mood Gue."
Ihsan yang mendengar ucapan tak senang Jonatan hanya terkekeh. Sudah biasa, jadi berasa santai saja. Alisnya naik satu, main-main. "Sans Bro, kaya dateng bulan aja. Guekan cuma mau menghibur temen Gue dari kegalauan. Yakali, emas di dapat cinta menghilang."
Perkataan Ihsan benar-benar membuat Jonatan rasanya ingin melempar raket di genggamannya ini entah kenapa benar-benar menohok. Tapi dirinya juga tak bisa menyangkal jika apa yang dikatakan Ihsan adalah benar.
Emas yang didapat rasanya tak berarti, bahkan bonus dari negara saja rasanya tak cukup menutupi kegalauannya saat ini. Kejadian beberapa hari yang lalu benar-benar membuat hidup Jonatan seperti dibolak-balikan. Ingin rasanya memundurkan waktu kembali, tapi nasi sudah menjadi bubur dan hanya rutukan yang dapat dikeluarkan.
Ihsan menepuk pundak Jonatan, mengusapnya lembut. Raut wajahnya terkesan lebih serius sekarang. "Lo udah Gue anggap adik Gue sendiri. Udah berapa lama kita bareng? Jadi udah pasti gue tahu tipikal Lo gimana Jo. Lo nggak perlu ngerasa nyesel karena udah ngelakuin itu. Ony memang musti tahu perasaan Lo, dan itu wajar menurut Gue. Gimanapun Lo harus hargai diri Lo. Coba lagi, jangan nyerah. Dari kita bertiga, gue udah dari awal tahu kalo sejak lama perasaan Lo itu udah ada ke Dia. Gimana Lo yang selalu bergantung sama Ony, Gue udah tangkap itu. Nggak perlu takut, Gue tahu Lo nggak selamban itu untuk mikir apa yang Gue maksud."
Dan semua perkataan Ihsan barusan cukup membuat Jonatan terdiam. Semuanya benar, Ihsan benar-benar mengerti bagaimana melihat dirinya.
"Bang—"
"— udah ah, Gue mau mandi dulu. Gerah nih," Ihsan mengibaskan tangannya tanda tak ambil pikir, lalu segera beranjak setelah memungut peralatan Badmintonnya. Setelah itu kembali seperti biasa, menjadi Ihsan yang tidak tahu malu dan pembuat keonaran, teman akrab lambe Kevin Sanjaya.
Jonatan mengambil napas dalam, sekelebat kenangan dan kejadian beberapa lalu berputar kembali dalam otaknya. Hempasan tangan Anthony pada jari tangannya masih terasa betul. Kedua mata tajamnya beralih, berpindah pada sosok yang lama dirindukan. Bermain dari jarak lima meter, lincah seperti biasanya; Anthony Sinisuka Ginting.
•••••
Kedua netranya menatap sekeliling ruangan. Tidak ada yang spesial, bentukannya tetap sama karena apa coba yang spesial dari ruangannya ini kecuali dirinya yang biasa memiliki Roomate, sekarang tidak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOKTRIN
FanfictionApa yang kamu ajarkan padaku rasanya seperti Doktrin; kamu sosok yang membuatku mengerti jika hanya kamu satu-satunya tempatku bergantung dan terbiasa. Tapi sekali lagi itu seperti Doktrin- kamu seakan-akan tetap memberiku ingatan jika semua itu ad...