Kim Chorim tengah mati-matian menahan tawa lantaran Jeon Wonwoo terus memasang ekspresi kesal di hadapannya. Cowok itu makan, satu porsi ayam barbeku dibalut keju dengan satu botol cola, tapi enggan membuka suara apalagi menatap pacar cantiknya. Tatapannya selalu berhenti pada objek lain–entah botol kecap, hotplate, kotak tisu–apapun asal bukan sepasang mata bening yang nggak pernah gagal mengejutkan jantungnya.
"Wonwoo," panggil Chorim pelan–cewek itu mengulurkan tangan kanannya yang langsung dicekal Wonwoo dengan cepat. "Ih, sakit jangan kenceng-kenceng kenapa sih?"
"Mau ngapain?"
"Itu loh, di sudut bibir kirimu ada keju sedikit mau aku bersihin," jawab Chorim. "Jangan cemberut terus dong makanya–senyum sih, kan sayang gantengnya dianggurin."
"Kamu mau aku senyum? Mana ada cowok bisa senyum habis denger pacarnya banggain cowok lain?"
"Kamu sukanya nyari masalah, giliran masalahnya dateng malah badmood sendiri," ujar Chorim sembari menarik dua helai tisu dari kotaknya dan mengusap sudut bibir Wonwoo. "Kenapa juga tadi pakai acara tanya-tanya kelebihan Seungcheol kalau akhirnya bikin kamu kesel?"
"Aku nggak tahu kamu bakal jawab gitu."
"That's the truth. Choi Seungcheol nggak punya kekurangan dan–"
"Stop."
"Dengerin dulu makanya, jangan asal potong–ish." Chorim mengulurkan tangannya lagi entah untuk kali ke berapa. Sasarannya kali ini adalah puncak kepala Wonwoo. "Dia terlalu sempurna–dan itu bikin aku takut."
"Apa?"
"Wonwoo, aku punya masalah buat percaya sama orang. Nggak gampang buatku bisa percaya sama orang apalagi cowok. Beruntung, aku bisa percayain hatiku ke kamu–ew, cringe, abaikan." Chorim mengibaskan tangannya sembari bergidik geli. "Yang jelas, LDR itu terlalu berisiko menurutku. Seungcheol sempurna–banget. Nggak mungkin cewek-cewek di Amerika sana nggak tertarik sama dia."
"Kalau kamu percaya sama Seungcheol, itu bukan masalah besar. Dia juga kelihatannya bisa dipercaya–katanya dia sayang kamu?"
"Ya udah, mumpung Seungcheol di sini aku balikan aja nih?"
Wonwoo memejamkan mata, dalam hati bingung memutuskan antara ingin menoyor kepala Chorim atau mencubit pipinya. Chorim benar, kenapa sih belakangan ini dia hobi cari masalah tapi langsung kesal setengah mati kalau ditantang?
"Nggak kok, tenang aja. Aku udah nggak ada rasa sama Seungcheol. Maksudnya, rasa cinta atau apalah–ya ampun kenapa rasanya cringe banget sih bahas gini? Ya pokoknya, aku masih sayang sama dia tapi aku udah nggak mandang dia sebagai cowok. Jujur aja kadang aku kangen dia, tapi bukan yang gimana-gimana."
Wonwoo termangu.
"Beneran–sumpah." Chorim menambahkan begitu sadar Wonwoo nggak merespon pengakuannya dengan kata-kata. "Sekadar kangen sama mantan ... wajar kan? Masih boleh kan?"
"Terserah," jawab Wonwoo sebelum menyuapkan sepotong ayam ke dalam mulutnya. Matanya kembali mencari objek lain untuk dipandang–apapun selain Chorim. "Tapi jangan marah juga kalau aku kangen sama mantan pacarku."
Chorim tertawa. "Kok gemes sih cemburunya?"
"Aku nggak mau bercanda," desah Wonwoo pasrah. "Aku serius."
"Aku juga serius. Aku tahu kamu pasti paham kalau nggak gampang lupain orang yang pernah hidup di dalam hati kita," ujar Chorim sembari mengulas senyum tipis. "Kalau nggak ada orang-orang dari masa lalu itu, mungkin kamu nggak akan ketemu aku yang sekarang–begitu juga sebaliknya. We need to thank them."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love | Jeon Wonwoo
Fanfiction[Nggak punya jadwal update, mohon bersabar-lol. Ada AU-nya di Twitter] Jeon Wonwoo tipikal cowok setia dan nggak mudah jatuh cinta. Selalu butuh waktu lama baginya untuk bisa menghapus masa lalu dan melirik cewek baru. Sialnya, kali ini dia jatuh...