Bab III : Hujan Tak Bermusim

2.1K 145 14
                                    

Banyak yang mengira bahwa Hujan alias Husain Januar adalah tipe pria playboy. Dekat dengan banyak wanita dan cenderung ramah pada semua orang. Pribadinya yang supel dan menyenangkan ditambah lagi parasnya yang menawan dan rapi, membuat dia cukup populer di kalangan para perempuan mulai dari gadis-gadis ABG yang seumuran SMP sampai ibu-ibu centil yang hobi foto-foto di kedai miliknya untuk bisa terus eksis di sosial media.

Pengikut Instagram Hujan pun sudah puluhan ribu yang hampir setara dengan pemilik akun berprofesi model atau public figure. Pernah beberapa kali ditawari untuk jadi model sebuah merk fashion, tapi Hujan menolaknya dengan halus. Dia punya alasan tersendiri tanpa perlu banyak orang tahu.

Tumbuh besar tanpa ayah dan hidup hanya bertiga dengan ibu dan adik perempuannya, membentuk Hujan menjadi sosok tangguh sebagai tulang punggung keluarga. Sudah sejak umur 8 tahun, Hujan terbiasa membantu ibunya berjualan nasi kuning bungkus di sekolahnya. Hujan sangat rajin dan ulet, tindak tanduknya juga sangat cekatan membuatnya cepat naik tingkat. Dia bersyukur tetap bisa sekolah dan menyekolahkan adiknya dari hasil membantu usaha sang ibu dan mendapatkan ceperan dari kerja sebagai tenaga perbantuan di sebuah warung kopi milik Pak Yono yang tempatnya tak jauh dari rumah dan sekolahnya. Dari situlah Hujan mulai mengenal kopi dan jatuh cinta dengan dunia perkopian.

Tersebab Hujan sudah sibuk dan hanya fokus mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk keluarganya sejak kecil, maka ia tak pernah sedikitpun punya waktu untuk mengurusi hal yang remeh-temeh, seperti pacaran. Dia cuma fokus belajar dan bekerja. Selain itu Hujan juga merasa bahwa ia waktu itu masih dekil, kurus tak terurus dan kulitnya bersisik. Intinya jauh dari kata ganteng, menurutnya.
Padahal sejak ia menginjak usia SMA, pesonanya mulai terlihat. Tidak sedikit perempuan yang menggoda Hujan. Tapi dia fokus dengan kegiatan rohis dan OSIS. Sejak itu dia makin menjadi idola.

"Bro, kadang aku ragu. Kamu seleranya masih perempuan, 'kan?" Sergah pria berambut panjang diikat dan memiliki brewok tipis yang duduk tepat di samping Hujan di balik meja bar waktu itu.

"Maksudmu apa, Za?" Tanya Hujan seraya menoleh dengan sinis ke arah Reza. "Aku hanya tidak tertarik pacaran." Dengusnya.

Pernyataan Hujan barusan sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Sebetulnya dulu Hujan pernah ditolak pernyataan cintanya oleh seorang gadis bernama Nisa. Dengan alasan Hujan terlalu baik untuknya. Hingga akhirnya seminggu kemudian Hujan mendengar kabar bahwa Nisa sudah jadian dengan teman sekelasnya yang bernama Bowo. Cowok tajir anak pengusaha ternak lele yang punya cita-cita jadi youtuber.

Setelah kejadian menyedihkan itu, Hujan resah berminggu-minggu hingga pada akhirnya ia menemukan ketenangan lewat rohis di sekolahnya dan bertekad menghilangkan Nisa di kepalanya selamanya.

***

"Baru pertama kali ke sini?" Tanya Hujan ramah sambil meletakkan pesanan Aruna di atas meja yang berada tepat di depannya.

Aruna yang sedari tadi masih melamun memikirkan bagaimana bisa Rega dan Lusi tega berbuat hal itu di belakangnya, langsung terhenyak.

Aruna menjawab dengan nada datar, "iya. Terima kasih." Mata Aruna kembali menatap ke arah jendela, memperhatikan rerintik hujan yang memburamkan kaca jendela.

Hujan langsung tahu diri jika pelanggan barunya kali ini sedang punya masalah besar dan tidak bisa diajak sekadar basa-basi apalagi berkenalan.

Minimal tahu nama akun sosial medianya, misalnya. Pikirnya.

Hujan langsung kembali ke meja bar dan disambut ketawa cekikikan oleh Budi dan Sashi. Sashi adalah asisten chef-nya Budi. Perempuan berkulit hitam manis yang jika tersenyum kelihatan lesung pipinya.

"Berbahagialah kalian." Dengus Hujan dengan tampang lesu. "Reza kemana, sih?

Budi menjawab, "katanya masih berteduh di depan rumah orang, bos eh mas. Masih kejebak hujan."

Lelaki Hujan dan Perempuan KemarauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang