Mimpi

19 0 0
                                    

Ia berjengit saat tangannya menyentuh besi pegangan tangga di dekat taman. Terlalu panas, pikirnya. Memang musim panas disini sangat menyebalkan. Cuacanya terlalu panas bahkan dengan pakaian minim, ia berdoa semoga tidak ada yang memakai pakai tebal. Karena itu tentu akan sangat menyiksa.

Ia terpaksa menunduk saat sebuah dahan pohon rendah berada di depannya. Tangannya berusaha menutupi rambut pendeknya agar tidak terkena ranting dahan pohon itu. Tentu akan menyebalkan bila rambutmu tersangkut di sebuah ranting. Selain memalukan tentunya.

Ia menggerutu saat sebuah mobil berkendara dengan cepat disampingnya. Terlalu dekat dengan trotoar dan membahayakan. Orang itu sudah gila, pikirnya. Atau mungkin mabuk? Sahut pikirannya yang lain. Tapi mabuk di siang hari tentu hal yang sangat tidak mungkin. Memang mungkin, tapi kebanyakan orang tidak akan melakukannya. Selain tidak enak, mabuk di siang hari benar-benar terlihat aneh.

Langkah kakinya membawanya ke apartemennya, sebuah gedung berlantai empat dan hanya diisi dengan delapan ruangan yang saling berhadapan. Dua ruangan setiap lantainya. Dengan berhati-hati ia memasukkan kunci apartemen agar tangannya tidak menyentuh lubang kunci besi yang panas itu. Begitu terbuka ia segera mencabut kuncinya dan masuk ke dalam apartemen, begitu pintu tertutup, itu akan langsung mengunci sendiri. Ia menaiki tangga, menuju lantai dua, ruangannya bernomor 201. Tangannya mengambil kunci yang lain, memasukannya, memutarnya, dan mencabutnya, kemudian ia masuk ke dalam ruangan sederhananya.

Ia bergerak ke arah lemari pendingin yang berada di dapur, mengambil sekaleng minuman bersoda, dan bergerak ke arah balkon, dimana sebuah meja dan dua bangku sudah berada disana. Ia duduk dan meminum minumannya, sambil menatap ke bawah. Ia menjadi teringat akan pembicaraannya dengan temannya tahun lalu di balkon ini. Bukan perbincangan spesial, hanya perbincangan biasa.

Untung saja ada balkon lain di atasnya, jadi tidak terlalu panas. Balkonnya menghadap langsung ke jalan raya. Sedikit kendaraan yang berlalu-lalang, karena hari semakin terik. Semakin lama hawanya semakin panas, ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Speaker kecilnya ada di sudut kanan kamarnya. Ia menyalakan musik yang biasanya ia mainkan ketika ingin tidur siang. Debussy - Clair de lune. Musik berputar, ia merebahkan dirinya di kasur, dan terlelap.

Dalam tidurnya, ia bermimpi berada di jalanan yang gelap, namun terasa familiar. Matahari tak tampak, hanya lampu-lampu jalan yang sesekali menyala, lalu mati kembali. Debu-debu yang menggantung di udara, kendaraan-kendaraan yang rusak, dan mayat-mayat manusia yang bertebaran dimana-mana. Matanya tertuju pada sebuah potongan koran yang jatuh tertiup angin di kakinya. Diambilnya potongan itu dan berusaha membacanya dengan cahaya yang minim. Potongan berita dari halaman depan yang berbunyi "Akhir Dunia Kesalahan Manusia" disertai sebuah foto penampakan kota yang hancur. Kakinya melangkah ke sebuah minimarket yang berantakan, hancur di banyak tempat, dan sudah dijarah habis-habisan. Ia memasukkan potongan koran itu ke saku jaketnya, entah mengapa ia mengenakan jaket dengan potongan baju di dalamnya dan celana jeans. Pakaiannya berdebu, lengan jaketnya hampir tertutup debu sepenuhnya. Matanya melirik ke arah lemari pendingin di dalam bangunan, kaca depannya hancur dan di dalamnya ada beberapa kaleng minuman bersoda yang tersisa. Kakinya melangkah melewati pintu kaca yang pecah, menuju ke lemari pendingin. Mengambil satu kaleng minuman bersoda, ia pergi ke arah kasir, membersihkan debu dan pecahan kaca, lalu duduk di atasnya.

Tangannya ragu membuka kaleng sodanya, bahkan setelah dibersihkan pun tetap ragu untuk meminumnya. Ketika ia sedang meneguhkan kemauannya untuk meminum sodanya, sebuah mobil berhenti di depan minimarket dengan suara yang keras. Kepalanya menengok ke arah sumber suara, dan melihat sebuah mobil hitam penuh debu terparkir di sana. Pintu pengemudinya terbuka, dan dari dalam mobil keluar seorang pria penuh luka di seluruh tubuhnya.

NoellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang