Naya
Sekali lagi aku mematut diri di kaca, merapikan kembali beberapa helai rambut yang jatuh dari ikatannya. Mataku menelusur dari atas kepala, wajah oke, make up tidak menor, kemeja bersih, rok selututnya tidak begitu ketat, dan kaki jenjangnya dibalut dengan high heels berwarna krem. Sempurna.
I will always remember
The day you kissed my lips
Light as a feather
Kulirik handphone di atas nakas. Segera ku angkat panggilan yang masuk.
"Kenapa beb?"
.......
"Iya, ini juga mau berangkat."
.......
"Iya bawel, begitu gue diterima kerja langsung gue traktir sate pak Mamat, oke?"
Tanpa babibu dan repot-repot mengucapkan salam penutup, aku segera mematikan panggilan itu. Sahabatku yang satu ini memang bawelnya mengalahkan bunda.
***
Abi
"Bi, ini ya daftar pegawai magang yang bakal wawancara sebagai asisten lo,"
Aku mendongak dan menatap sebal perempuan di depan ku ini.
"Bisa ngga sih lo ketuk pintu dulu sebelum masuk? Gue udah bosen ngingetin ribuan kali," dengusku.
Gita terkekeh dan seperti biasa tidak merasa bersalah sama sekali.
"Lagian kenapa juga sih gue harus ketuk pintu? Ga bakal ada apa-apa juga kan di dalem sini. Lo juga ga mungkin lagi pangku-pangkuan atau ciuman sama cewek waktu gue tiba-tiba masuk."
Skakmat. Aku menatap sebal ke arah Gita dan bersiap melemparkan bolpen yang sedang ku pegang, tetapi Gita segera berlari ke luar dengan tawa nya yang terus menggema.
Ku putuskan untuk membuka satu per satu berkas wawancara. Ada sekitar 10 orang. Mataku menelusuri daftar nama itu dengan saksama. Hingga aku melihat satu nama yang mau tidak mau membuatku tertawa.
"Ainaya Citita Familia, eh? Kenapa lucu sekali namanya. Apa ya kira-kira arti nama unik ini?" pikirku.
Baru aku mulai berpikir, pintuku kembali terbuka lebar dan pelakunya adalah orang yang sama. Di depan pintu Gita hanya nyengir tanpa dosa.
"Apa lagi sekarang?"
"Oit, jangan galak-galak dong bos. Tuh di depan udah ada beberapa orang, buruan mulai aja gih."
Aku hanya memberi tanda jempol padanya dan menyuruhnya segera memanggil mereka satu per satu.
***
Seorang gadis terus mengetuk-ngetukkan sepatunya dengan tidak sabar. Kenapa kesialan malah datang di saat dia sedang mempunyai peluang seperti sekarang.
Tak lama sebuah bus berhenti dan dia harus berjuang berdesak-desakkan demi dapat masuk dan segera sampai di tempat tujuan. Kalau saja motornya tidak sedang masuk ke bengkel dan ojek yang dinaikinya tidak bocor ban nya, Naya yakin ia sekarang sudah ada di dalam gedung penerbit PenaKita.
Begitu turun dari bus, Naya segera berlari. Masih sekitar satu kilometer sebelum dia bisa sampai ke gedung tujuannya dan beberapa menit lagi batas waktu wawancara hampir habis. Tak lupa ia lepas high heels nya agar tak mengganggu. Naya sudah tak peduli lagi pada tatapan aneh orang-orang sepanjang ia berlari. Tujuan nya hanya satu, wawancara.
Ia masih terengah-engah begitu sampai di depan gedung PenaKita. Peluh sudah mengalir deras melewati pelipisnya. Segera dipakainya kembali high heelsnya. Menata sedikit rambut lalu mengeluarkan tissue untuk mengusap peluhnya. Matanya langsung membelalak begitu menyadari ia sudah terlambat 5 menit. Bodo amat dengan make up nya yang sudah luntur, ia kemari untuk wawancara dan ia yakin dengan kemampuannya. Naya segera masuk dan menuju ke arah resepsionis di dekat lift.
"Permisi mbak, saya mau wawancara untuk asisten editor, di mana ya?"
Naya sedikit jengah dengan tatapan mbak-mbak resepsionis ini yang seolah menjudge nya tidak layak untuk ikut wawancara dengan kondisi sedikit amburadul seperti ini. Namun, tak urung resepsionis ini memberitahu juga untuk segera ke lantai 3 dan menemui sekertaris perusahaan yang bernama Gita.
***
Abi melirik kembali arlojinya. Sudah pukul 11.10 dan masih ada satu nama yang belum muncul untuk wawancara. Ya sudahlah, mungkin ia berubah pikiran dan tidak ingin mengikuti wawancara. Abi segera membereskan berkas wawancara itu ketika lagi-lagi pintu ruangannya terbuka lebar begitu saja.
"Hehe, hai bos?" Kepala Gita menyembul dari pintu dengan cengiran khasnya.
"Apa lagi sekarang Git?"
"Itu tuh, ada satu orang lagi yang mau wawancara. Tadi gue udah bilang kalau jam wawancaranya udah abis, tapi kasian euy melas gitu mukanya"
Aku menghela nafas. Si nama unik itu bisa-bisanya sudah terlambat bahkan di saat baru wawancara. Namun tetap ku anggukkan kepala memberi izin Gita untuk menyuruhnya masuk. Gita segera keluar dan sepertinya menyuruh perempuan itu untuk masuk karena selanjutnya aku mendengar pekikan girang dan ucapan terima kasih bertubi-tubi.
Tak lama aku mendengar pintu ruangan diketuk berbarengan dengan suara lembut seseorang dan langkah kaki ke dalam ruanganku. Baiklah, kuakui prediksiku saat ini meleset jauh. Ku pikir si nama unik ini akan memiliki tampang yang kekanakan dengan dandanan ala bocah, tetapi yang ku lihat adalah wanita dewasa dengan sisa-sisa peluh yang masih ada di sekitar pelipisnya serta samar-samar parfum beraroma musk.
***
A/N
Halo, aku baru mencoba untuk nulis cerita di sini. Semoga kalian berkenan untuk membaca & menunggu kelanjutan kisah Abi - Naya.
Salam,
Fay.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFEKSI
RomansaMampirlah untuk sejenak mengenal Abi dan Naya, serta luka dan cinta yang mereka bawa. ••••••••• Bukan cerita serius, tapi ngga bercanda juga kok. Soalnya dibercandain itu sakit😌