Hari itu saya melarikan diri. Pasalnya, petang itu saya tiba-tiba disuruh datang ke tempat bimbingan belajar saya untuk les tambahan, sementara petang itu saya harus menonton Enam Hari disalah satu universitas. Jelas saya memilih melarikan diri, memilih bersenang-senang dengan Enam Hari ketimbang harus berkutat dengan koding tebal dan rumus The King yang entah mengapa menjadi hal yang paling saya benci didunia ini.
Dengan keberanian, petang itu saya datang ke sana, kembali menyaksikan Enam Hari untuk yang kesekian kalinya dengan hati yang masih saja berbunga-bunga. Sejatuh hati itu saya pada Enam Hari.
Hari itu saya tidak perlu menunggu lama untuk mereka, karena Enam Hari tampil sebagai pembuka. Sebelum acara dimulai, saya merogoh tas saya, mencari sebuah banner yang saya buat dengan kreatifitas seadanya dari kertas karton sisa bahan mading di sekolah saya. Namun, tanpa sengaja, siku saya menyenggol seseorang disebelah saya membuat orang tersebut sedikit meringis dan agak termundur.
Mendengar ringisan kecil tersebut, saya segera menoleh, "Eh maaf mas," kata saya dengan wajah memelas. Sementara saya menahan ringisan saya sendiri karena rasanya siku saya seperti tersengat listrik, seperti baru saja menghantam benda yang keras. Siku juga mungkin?
Laki-laki itu menggeleng, "Nggak mbak, nggak apa-apa. Saya juga tadi lagi ngambil sesuatu di tas jadinya siku saya juga nabrak siku mbak"
Kemudian, kami tidak lagi terlibat dalam sebuah percakapan. Yaa setidaknya untuk 15 menit, karena tepat setelah 15 menit saya menunggu dan Enam Hari belum juga muncul, tiba-tiba seorang kru wanita naik ke atas panggung. "Maaf untuk penonton semua yang sudah menunggu, kami secara berat hati ingin meminta waktu kepada kalian sebentar karena sound system kami tiba-tiba bermasalah. Kami akan usahakan secepatnya agar kita semua dapat menikmati acara ini hingga selesai ..."
Saya refleks menghela napas dengan mata melebar, dan tiba-tiba laki-laki disebelah saya tadi terkekeh membuat saya menatapnya dengan tatapan bertanya.
"Lucu mbak."
Saya mengeryit. "Apanya?"
"Mbaknya."
Saya sebisa mungkin tersenyum meskipun terlihat sangat canggung. Lagian, waktu itu saya pikir dia random sekali mengatakan hal-hal seperti itu kepada orang yang tidak dikenal. Aneh.
"Mbak."
Saya menoleh, dengan sedikit kesal. Mengapa sih orang ini cerewet sekali? Padahal dulu, saya pikir dia cukup pendiam dilihat dari wajahnya.
"Jangan bilang-bilang ya, kalau saya kabur. Harusnya saya ada jadwal les hari ini."
Sesaat, saya kembali terheran-heran mengapa ia harus mengatakan hal seperti itu kepada saya. Tapi setelahnya saya sadar, bahwa dia juga kabur dari rutinitas les nya, sama seperti saya.
Saya tersenyum, seperti menemukan seseorang dari spesies yang sama dengan saya. "Saya juga mas. Seharusnya saya les, tapi saya ke sini."
Laki-laki itu tersenyum lebar hingga menampilkan giginya, saya baru sadar kalau senyumnya, asdfghjkl membuat saya hampir oleng.
"Saya sering liat kamu nonton Enam Hari. Dua acara sebelumnya kamu juga nonton kan?"
Saya mengangguk antusias. Tanpa saya duga, muncul sedikit perasaan bahagia karena dia sudah menyadari keberadaan saya sebelum ini.
Kemudian, percakapan kami diinterupsi oleh suara kak Jeremi yang naik pertama ke atas panggung sembari menyenandungkan salah satu chorus lagu mereka, Hi Hello, yang diikuti olah sorak semangat penonton. Dibelakangnya ada kak Brian, kak Ale, kak Surya dan terakhir kak Dewa sembari memutar-mutar stik drumnya. Senyum saya refleks mengembang.
Selama hampir setengah jam, saya terlarut oleh lagu-lagu mereka. Kabut-kabut hitam di kepala saya perlahan pergi, terusir oleh suara-suara merdu mereka yang selalu, sangat, akan saya sukai sampai kapanpun.
Setelah penampilan lagu ketiga mereka selesai, kak Brian mengambil alih. "Lagi nggak????????????"
Saya dan penonton lain lantas membalas. "LAGI!!!"
"Hmmm.... Ada nggak sih, seseorang, yang udah sering kalian liat disuatu tempat, tapi kalian nggak pernah atau ga berani ngajak kenalan?"
Penonton riuh akan jawaban membuat kak Brian terkekeh. "Yaps! Hi Hello!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
Saya tersenyum tipis saat suara tenang kak Jeremi mulai mengawali lagu.
Hingga akhirnya penampilan selesai, yang diakhiri dengan celetukan kak Surya "Jangan lupa ajak kenalan ya!"
"Oh iya, nama kamu siapa?"
Saya melirik dan mengulum senyum sebelum menjawab. Kenapa saya jadi sebahagia ini ya?