Kalau boleh berteriak, saya akan berteriak saat ini juga. Tapi sayangnya saya masih memiliki sedikit akal sehat yang menahan saya. Tidak mungkin saya berteriak di kantin sekolah terlebih saat kakak-kakak pentolan sekolah baru saja datang. Saya pasti akan dilabrak dan dituduh tidak menghormati kakak kelas dan sebagainya, karena disekolah saya senioritas masih berlaku.
Kenapa saya ingin berteriak?
Karena Lia, beberapa menit yang lalu baru saja menjawab pertanyaan saya dengan jawaban yang tidak ingin saya dengar. Singkatnya, saya menyesal bertanya. Lebih baik saya merasa abu-abu daripada mendapat penjelasan seperti ini namun malah mengecewakan. Ck, saya jadi sedikit benci Lia karena memberikan jawab yang tidak ingin saya dengar. Jadi begini....
"Eh, Li."
Lia tak membalas, dengan khusyuk menyantap baksonya namun saya tau dia tetap mendengarkan.
"Gajadi deh."
Lia menaruh sendoknya. "Apaan cepet. Gausah php."
Saya menyengir lalu merapat, "Kenal Anan gak?"
Dahi Lia berkerut. Ah, sudah saya duga. Pasti dia tidak kenal. Anan sepertinya bukan tipikal anak hits, sepertinya dia cukup pendiam dan tenang dan dewasa dan saya mulai tertarik, hehe.
"Anan anak mana?"
Saya berpikir sejenak. Dan ternyata saya baru sadar kalau saya tidak tau dia bersekolah dimana. Saya lantas menggeleng, "Gatau."
Lia memutar matanya lalu kembali melahap baksonya.
"Anandra. Namanya Anandra. Kenal ga Li?"
Lia manatap saya, berpikir sejenak sembari menggaruk kecil kepalanya lalu menggeleng. "Anandra yang man——oiya kalau Genandra ada. Gue kenal, anak sebelah."
"Bukaaaan. Eh, tapi siniin fotonya coba."
Lia merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel dan semenit kemudian menyodorkannya kepada saya.
"kenapa sih Anan Anan ini? Lo naksir?"
"Ini Li. Ini Anan." tutur saya menghiraukan pertanyaannya. Saya refleks tersenyum.
"Kan, Azel itu tuh bukan Anan. Inisiatif darimana sih manggil dia Anan." ucap Lia sambil menarik ponselnya kembali.
Saya mencebikkan bibir, "Dia yang ngenalin diri sebagai Anandra. Yaudah gue panggil Anan."
Setelah saya dan Lia menyelesaikan makan, Lia kembali membuka pembicaraan. "Fahzel Genandra Syafiq. Anak Armada Kusuma."
"terus-terus?" tanya saya antusias.
"Lo mau tau soal apa?"
Saya berpikir sejenak. "Jomblo?"
Dan dengan sialnya Lia menggeleng. "Hak paten milik Yeji."
Begitu ceritanya.
Masalahnya, Anan ini pacarnya Yejira Swastika yang terkenal baddas sampe ke sekolah saya. Bagaimana bisa saya, yang seperti ini, melawan Yeji? Seperti seekor cacing melawan ayam. Sudah jelas siapa yang akan menang.
Kalah sebelum berperang. Karam sebelum sempat berlayar.
Setibanya di kelas, saya duduk dan membaringkan kepala saya di atas meja. Menatap keluar jendela dengan earphone yang sudah terpasang, mengantarkan suara kak Jeremy dilagu Somehow milik Enam Hari.
entah bagaimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biar Saya Ceritakan | Kim Seungmin
Fiksi Penggemartentang saya, Dia, dan Enam hari.