part 5

6 1 0
                                    

Hari demi hari pun berlalu. Hingga tak terasa hari ini sudah berada di akhir pekan. Seperti biasa aku berangkat sekolah setiap pagi, tentu saja setelah menyelesaikan pekerjaan yang menjadi rutinitas pagiku di rumah.
Aku duduk santai di bawah pohon taman sekolah. Jam sekarang baru menunjukkan pukul 06.45, lima belas menit lagi baru akan masuk kelas. Kemudian aku berdiri sambil melayangkan pandanganku ke segala penjuru sekolah. Aku sedang mencari - cari seseorang. Namun yang di cari tak nampak batang hidungnya.

"Icha mana sih, kebiasaan deh. Datangnya suka terlambat melulu. Gak bosan apa kena hukum terus..."gerutuku sambil terus melayangkan pandangan ke setiap sudut sekolah berharap yang di cari akan segera nongol.

Aku masih berdiri sambil memandang ke arah pintu gerbang sekolah. Seketika pandanganku terhenti pada sosok yang sedang tersenyum padaku. Bukan Icha, tapi dia... dan, ya Tuhan... sekarang dia sedang menuju ke arahku. Bagaimana nih, badanku sekarang serasa panas dingin. Sementara, dia terus berjalan menghampiriku. Aku harus bagaimana? Jantungku degdegkan...

"Sedang mencari seseorang ya?" Tanyanya setelah jaraknya cukup dekat denganku.

"Emmm... eh, i... iyaa... e... eh.. maksudnya sa... saya sedang menunggu Icha..." jawabku gugup sambil berusaha mengendalikan perasaanku yang kian tak menentu. Sepintas kulihat dia tersenyum karena aku segera menunduk.

"Kayaknya, hari ini Icha gak bakal masuk sekolah deh" katanya sambil duduk di bangku taman dekat aku berdiri. 

"Emang kenapa hari ini Icha gak masuk sekolah?" Tanyaku cepat sambil melotot padanya. Sejenak aku lupa akan ketegangan rasaku.

"Duduk dulu yuk, gak enak bicara sambil berdiri" katanya dengan sunggingan senyum di bibirnya sambil mempersilahkan aku duduk dengan isyarat ekspresi wajahnya. Aku pun menurut saja.

"Rumahnya Icha kan searah dengan rumahku, nah tadi sewaktu mau ke sekolah dan melewati rumahnya aku sempat melihat Icha naik ambulance, kata orang sekitar ibunya Icha lagi sakit dan harus di rawat di rumah sakit" katanya menjelaskan.

"Astaghfirullah, Innalillahi wa inna ilaihi raajiuun... kok Icha nggak cerita sih, pantas saja akhir - akhir ini Icha banyak berubah. Bahkan setelah kakaknya datang menjemputnya sementara jam pelajaran sekolah di awal pekan lalu, ketika esoknya dia masuk sekolah saat kutanya dia hanya menjawab nggak ada apa -apa. tapi sikapnya emang sedikit aneh, dia lebih banyak diam... Tak ku sangka inilah sebabnya, Icha.... Icha... kenapa sih dia harus simpan sendiri..." kataku mengiba dan menyesalkan.

"Mungkin dia belum sempat ajha cerita sama kamu... atau mungkin saja dia nggak mau kamu terlibat masalahnya dan nggak ingin kamu ikutan sedih" Kak mujah mencoba memberiku pengertian.

"Mungkin saja... tapi aku kan sahabatnya..." kataku pelan. Aku merasa seperti ada bongkahan yang menghimpit dadaku. Icha adalah sahabatku, tentu saja aku merasakan kesedihannya. Walaupun kami bersahabat belum lama. Tapi aku merasa persahabatannya begitu tulus.

"Kasihan Icha..." gumamku lirih. Aku ikut terlarut dalam kesedihan Icha sampai - sampai aku tak menyadari orang di depanku terus memperhatikan dan memandangi wajahku yang agak menunduk. Entah kenapa tiba - tiba saja aku mengangkat wajahku dan, akh... kami jadi saling pandang... ya Tuhan, nafasku seketika jadi sesak... kulihat dia menelan ludah sambil terus memandangku... entah berapa lama kami terus saling pandang dan tenggelam dalam rasa dan pikiran masing - masing, sehingga kami di kejutkan dengan bunyi bel pertanda masuk kelas.

"Yuk...?!" Katanya sambil bangkit dari duduknya.

"E... eh, mau kemana?" Tanyaku sambil mengernyitkan dahi.

"Ke bulan... yaaaaa ikut apel pagi dong sayangku... masa iya ke toilet... ngarep yaa?" katanya bergurau membuat pipiku bersemu merah.

"Ih, apaan sih kak Mujah... tau akh... " aku pun segera bangkit dari tempat duduk. Dia mempersilahkan aku jalan terlebih dahulu. Aku menurut saja. Sementara dia menyusul dari belakang. Aku mempercepat langkahku menuju barisan sesuai kelasku demikian pula kak Mujah menyesuaikan barisan sesuai kelasnya.

"Ya Tuhaan... apakah aku salah dengar ya, tadi dia bilang sayang padaku" dalam apel pagi aku sibuk melamun.

"Mungkinkah..." Lamunanku buyar saat Rini menyenggolku.

"Apa kamu akan terus berdiri disini?" Bisik Rini di telingaku.

"E...eh, maaf. Tadi aku ngelamun" kataku agak malu. Beruntung Rini berada di barisan terakhir setelah aku. Jadi yang lain tak menyadari kalau aku sedang melamun karena mereka sudah masuk kelas berurutan sesuai barisan yang ada.

"Kamu masih memikirkan Icha yaa?" Tanya Rini. Aku hanya mengangguk. Dalam hati aku bersyukur karena Rini menyimpulkannya kesitu. Tak apalah aku sedikit berbohong, dari pada nanti di ledekin. Astaghfirullah... ampuni aku ya Allah.

"Ya udah, ntar pulang sekolah kita jenguk sama - sama yuk?!" Ajak Rini

"Beneran nih, itu ide bagus. Tapi, minta izin tanteku dulu ya? Jawabku bersemangat

"Ya tentu saja dong. Aku juga mau minta izin orang rumah terlebih dahulu. Kamu ku singgah nanti, oke?!" Kata Rini

"Oke..." responku semangat.

Aku dan Rini pun bergegas masuk kelas, untuk mengikuti pelajaran sesuai jadwal hari ini.

B e r s a m b u n g . . .

TAKDIR CINTA VIVI (Season 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang