Sejadah Cinta

32 2 4
                                    

Oleh: Nia Daniati

Part 2

Sepulang merantau, ayah kembali menanyakan jawabanku. Awalnya, ku pikir ayah akan lupa, karena pertanyaan yang beliau tuturkan via telepon malam itu terbilang cukup lama, kalau tidak salah tujuh bulan sebelum kepulanganku.
Selama ini Ayah tidak pernah mengungkitnya. Mungkin karena takut mengganggu pelajaranku, tapi entah mengapa belum genap seminggu di kampung, ayah kembali mengungkitnya.
Aku semakin takut mengambil keputusan. Setiap hari ku khususkan waktu ku untuk bermunajab kepadaNya. Meminta jalan keluar yang terbaik. Aku benar-benar di tengah kebimbangan.

Sebenarnya, Ayah sama sekali tak memaksa ku, tapi bagiku ini keputusan yang memang harus ku pikir matang-matang. Aku ragu, rasa yang ada dalam hatiku, mungkin bukan hanya sebatas perasaan seorang adik kepada kakak, jika sewaktu-waktu aku salah dalam mengambil keputusan, aku akan sakit dan menyesal telah menyia-yiakan pria sepertinya.
Ya Allah, sangat berat. Aku terus meminta petunjuk dalam sepertiga malam terakhir ku.
Aku menangis, air mataku tumpah. Apa yang harus ku katakan? Duhai, benar-benar menyesakkan dadaku. Apa yang ada dalam hati ku?
Aku selalu menanyakan pertanyaan yang semisal, lagi dan lagi, setiap saat.

Hingga tiba suatu malam, aku bermimpi berada di ruangan megah, ketemui banyak manusia di sana. Semua yang ada di ruangan tampak bahagia, mengenakan toga didampingi wanita dan lelaki usia senja. Sepertinya wanita dan lelaki itu orang tua mereka.
Aku bingung dan menceritakan mimpiku pada ayah, namun ayah tak memberiku jawaban. Ku ceritakan kembali pada ibu, ''Mungkin kau akan kuliah nanti. Wanita dan lelaki tua dalam mimpimu itu mungkin adalah ibu dan ayah yang mendampingimu saat wisuda, ehehehe,'' jawab ibu dengan canda.

Meskipun memang tak masuk akal, namun menariknya hampir setiap malam aku bermimpi hal yang sama. Seperti Allah memberi jawaban atas kegalauanku selama ini.
Ya, mungkin aku harus kuliah.

Aku memang berasal dari keluarga yang tak mampu, kemarin saja aku menyelesaikan study di luar kota dengan bermodal hafalan dua juz Al-Qur'an. Kini ku pikir harus melanjutkan study ku dan mengejar kembali beasiswa.

Akhirnya aku memutuskan untuk kuliah, dengan tegas aku menyampaikan keputusan ku pada ayah. Ayah ku hanya tersenyum, membelai manja kepalaku yang berbalut kerudung hijau, ''Putri ku sudah dewasa, kau yang menentukan masa depanmu nak, ayah hanya membantumu sebisanya, ibu pun hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk mu.''

~bersambung...

Sejadah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang