PROLOG

89 8 4
                                    

Rintikan hujan mulai membasahi seluruh bagian bumi. Langit seakan mendukungnya, menemani perempuan itu. Menyembunyikan kesedihannya. Perempuan itu tetap berdiri tanpa mau beranjak untuk berlindung dari rintikan hujan yang mulai membesar. Air matanya turun bersamaan dengan rintikan air hujan yang membasahi wajahnya.

"Maaf maaf maaf dan maaf"

"Kalau kata maaf berlaku, untuk apa polisi ada?"

Rambutnya mulai basah, pakaian nya pun turut basah. Padahal jika perempuan itu mau, dia bisa memakai payung yang di bawanya di dalam tas. Tidak membiarkan tubuhnya basah karena hujan.

Menit hingga menit berlalu.

Hujan yang awalnya hanya sebuah rintikan, berubah menjadi sebuah monster air. Turun dengan kecepatan tinggi. Menimbulkan suara yang khas.

Perempuan itu tetap diam, menatap kosong pada hamparan jalan.

"Ferra, kamu di sini nak? Ayah mencari mu kemana - mana"

Pria paruh baya itu, segera memayungi anak perempuannya. Membuka jaket yang di pakainya, lalu memakaikannya pada anak nya itu. Dengan segera ia mengambil tas yang teronggok di rerumputan, memasukan barang - barang yang keluar, tidak peduli dengan payung yang membataskan pergerakkannya.

Tangan kasarnya berhenti bergerak ketika menemukan sebuah kertas kusam yang sebagiannya terkena air hujan. Membaca dengan pelan seolah tidak percaya.

Ferra anak ibu tersayang.....

Beribu kata maaf ibu terakan di kertas putih ini. Maafkan ibu yang meninggalkan mu dan.... Ayahmu.
Sungguh, jika kau tahu. Kau sangat ibu sayang. Bukan tanpa alasan jika ibu meninggalkan kalian. Kami menikah karena sebuah kesalahan dan kau ferra anak ibu. Kau lahir tanpa kesengajaan.

Bukan, bukan berarti ibu menyesal. Ibu tentunya tidak akan pernah menyesal ferra. Ibu sangat sayang kamu. Tapi ibu terpaksa harus pergi. Maaf ferra

"Ferra, ibumu datang?"

"Tanpa di sengaja dia mengatakan jika aku anak yang tak di ingikan" perempuan itu mengeluarkan suaranya dengan teratih - atih.

"Ferra anak Ayah, kau tidak boleh seperti itu. Kami menyayangi mu" pria itu segera memeluk anaknya denga erat, menyalurkan rasa kasih nya.

"Ayah menyayangi mu"

"Saat kau lahir, Ayah sangat senang. Ribuan bunga seakan terbang di sekeliling ayah. Dan saat kau lahir, hidup Ayah sempurna. Kau tidak lahir karena tidak kesengajaan ferra. Kau lahir karena kasih sayang ayah..."

Mereka saling mendekap di tengah hujan, Ferra menangis dengan terisak.

Hidupnya sudah tidak sempurna

Dia tidak yakin bisa menjalani ini, hati kecilnya sudah hancur berkeping - keping.

Maaf....


KRITISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang