"Aku... Mau ngobatin luka ditanganmu. Tadi aku beli betadine sama kapas di warung. Jadi duduklah," ucap Aisha seraya menarik pelan tangan Imran.
"Ini udah biasa," sahut Imran tanpa mau merepotkan. Aisha masih memegang tangannya sambil menatapnya menunggu. Akhirnya Imran kembali duduk. Aisha melepaskan tangannya lalu mengambil plastik putih diatas nakas. Ia menyempatkan diri ke warung untuk membelinya sore tadi. Aisha merubah posisi duduk melipat kedua kakinya. Imran mengenakan t-shirt berlengan pendek.
"Bagimu ini memang udah biasa, tapi bagiku nggak," ucap Aisha sambil mengobati luka dilengannya. Pelan-pelan takut jika Imran keperihan namun pria itu tidak bereaksi sedikitpun. "Untuk masalah anak," lanjutnya. Imran memfokuskan telinganya agar bisa mendengar lebih jelas kata demi kata ucapan Aisha. "Jujur, untuk sekarang bukannya aku nggak mau tapi aku belum siap. Aku butuh waktu, Kak. Kita belum saling mengenal satu sama lain. Apa nggak canggung kalau kita melakukannya?" dalam hati Aisha merasa malu membahas masalah ini. Pipinya merona, syukurlah ia menunduk menyembunyikan wajahnya agar Imran tidak melihat.
"Aku mengerti," jawab Imran pelan.
"Untuk itu, kasih aku waktu sebulan." Imran menoleh padanya. "Kita bisa berpacaran dulu untuk saling mengenal. Dengan begitu kita nggak perlu canggung lagi atau apapun itu."
"Pacaran?" ulang Imran dengan alisnya menyatu.
Aisha mengangkat kepalanya, "ya, pacaran. Selayaknya orang pacaran, bagaimana?"
"Aku belum pernah berpacaran," lirih Imran. Mulut Aisha mengangga lebar, terkejut. Ia tidak percaya Imran belum pernah pacaran.
"Jadi selama tiga puluh enam tahun kamu ngapain?" tanya Aisha shock tapi ingin tertawa namun ditahannya.
Imran malu, "aku sibuk kerja."
"Kamu lucu banget," Aisha terkekeh. Ia melanjutkan mengobati luka Imran. "Bagaimana?" tanyanya melanjutkan mengenai pacaran.
"Kita pacaran dulu?" tanya Imran.
"Iya," sahut Aisha gemas.
"Tapi aku nggak tahu caranya."
"Ya ampun, pacaran itu ngasih perhatian dan juga kasih sayang. Berhubung kita udah nikah .. Eum.. Kamu boleh ngelakuin apapun. Tapi nggak ada pemaksaan, harus suka sama suka. Satu lagi, jangan kasih aku PHP.."
"Apa itu PHP?"
Aisha menepuk jidatnya. "PHP itu pemberi harapan palsu."
"Aku nggak memberimu harapan palsu. Kita udah nikah."
"Oiaya, aku lupa. Aku jadi terbawa suasana saat hubunganku yang hanya di PHP in dulu. Kisah cintaku nggak pernah berhasil semuanya selalu gagal. Karena itulah aku nerima perjodohan ini. Aku udah cape, apalagi aku kasihan sama hatiku yang selalu terluka."
Imran tersenyum tipis, "karena itulah aku nggak mau pacaran." Senyumannya lenyap seketika mengingat seseorang yang membuatnya seperti ini. Seseorang yang telah mengabaikan perasaannya.
"Iya, pacaran setelah menikah itu lebih bagus kan. Aku telah melakukan kesalahan dimasa lalu," ucap Aisha mengambang dengan tatapan sendu.
"Jadi sekarang kita pacaran?" tanya Imran.
"Iya, mulai hari ini." Aisha begitu bersemangat, ia mengulurkan tangannya sebagai tanda jadi mereka. Imran menyambut tangan Aisha. Mereka berjabat tangan. "Kita resmi berpacaran." Mereka saling melempar senyuman. "Lukanya udah aku obatin. Sekarang, kita tidur. Kamu pasti cape seharian ini." Aisha melepaskan tautan tangannya. Ia merapihkan selimut.
"Kamu udah ngantuk?" tanya Imran.
"Memangnya kenapa?" jawab Aisha bingung. Bukannya menjawab Imran malah beranjak lalu berjalan ke lemari. Ia mengambil sesuatu sebuah amplop berwarna coklat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling (GOOGLE PLAY BOOK & KBM APP)
General FictionHanya tersedia di Google Play Book & KBM APP. Sinopsis : Seumur hidup Aisha Hasna Purnawitra sudah pernah merasakan apa yang namanya patah hati, cinta sepihak dan bertemu dengan pria pemberi harapan palsu alias PHP. Di usia yang ke 31 tahun ia s...