BLS - 5

58.4K 3.6K 76
                                    

Olleara melangkah pelan memasuki ruang besar yang terasa dingin itu. Terdapat rak besar yang diisi dengan jajaran buku. Ada sebuah meja kerja besar dengan kursi yang nampak kokoh dan mahal. Lalu di dekat jendela besar yang mengarah ke taman terdapat satu set sofa berwarna putih, sangat kontras dengan ruangan serba coklat tua ini.

Taksaka membalikkan tubuhnya memandang Olleara yang tengah mengagumi ruang kerjanya.
Ia berdehem, memberitahukan gadis itu tentang keberadaannya.

Benar saja, Olleara memutar tubuhnya cepat, mata keduanya bertemu.

"Duduklah," Taksaka memberi isyarat dengan dagunya.

Olleara memandang ke arah sofa dan dengan ragu ia duduk di sofa tunggal, menunduk, menanti Taksaka.

Taksaka mengambil tempat di sofa panjang, di sisi yang terdekat dengan Olleara.

"Ollie, kau masih sekolah?"

Olleara menggeleng. Hatinya nyeri jika mengingat sekolahnya. Bibi Mina tidak mau membayar uang sekolahnya lagi sejak ia menolak untuk dinikahkan dengan bandot tua bernama Rengga itu.

"Kamu tidak bisu bukan?" suara datar dan dingin milik Taksaka membuat nyali Olleara menciut.

Olleara mendongak sesaat dan kembali menunduk dengan gugup saat matanya bertemu dengan mata kelam Taksaka.

"Sa-ya sudah tidak sekolah, Om. Bibi bilang kalau tidak ada biaya untuk sekolah karena saya tidak mau menikah dengan orang itu," Olleara hampir menangis menyadari betapa bodoh dirinya. Ini hasil dari ia menentang Bibinya.

"Kamu masih ingin sekolah?"

Olleara mengangguk lagi. Namun seketika ia menyadari bahwa pria gagah di hadapannya ini tidak suka ia membisu, jadi ia menambahkan dengan ucapan.

"Masih, Om. Saya... saya ingin menjadi pegawai bank. Mereka cantik-cantik, pakaiannya bagus dan...uhm..." Olleara menutup mulutnya melihat tatapan geli Taksaka.

Taksaka berdehem pelan, menautkan jemarinya satu sama lain. Jantungnya berderak mendapati gadis mungil di dekatnya ini dengan mudah bisa ia raih dalam dekapannya. Taksaka tidak mengerti dengan perasaan dan tubuhnya. Ada dorongan kuat untuk merangkum tubuh ringkih itu, membawa gadis itu ke kamar dan menyentuhnya.

"Kalau kamu membolehkanku menikahimu, kamu juga bisa meneruskan cita-citamu, bagaimana?" Taksaka memaki dalam hati suara seraknya karena menginginkan Olleara.

Olleara mengangkat wajahnya. Ada keraguan di raut orientalnya.

"Kamu bahkan tidak perlu menjadi pegawai, Ollie. Kalau kamu lulus sekolah, kamu bahkan bisa menjadi pemiliknya," bujuk Taksaka tidak ingin membuat Olleara mundur dan berpikir lama.

"Benarkah? Aku bisa sekolah sampai lulus? Apakah aku juga boleh kuliah?" mata penuh binar itu berharap.

"Tentu saja, Ollie. Menjadi istriku harus pintar, karena kelak istriku akan membantu mengelola perusahaan yang kupimpin," angguk Taksaka sedikit menaikkan kedua sudut bibirnya.

"Istrimu? Apakah menjadi istrimu berarti aku harus menyiapkan segala keperluanmu? Termasuk memasak, mencuci, menyetrika, mengepel lantai dan-"

"Itu pekerjaan pelayan di sini, Ollie. Kamu akan menjadi istri, bukan pelayan!" Taksaka terkekeh geli.

Olleara menunduk malu. Ia lupa bahwa laki-laki di depannya ini seorang yang sangat kaya.

"Bagaimana? Kamu bersedia?" desak Taksaka. Ia tidak sabar.

"Baiklah. Tapi bisakah Om memberitahuku apa saja yang harus kukerjakan sebagai istri kalau mengepel, mencuci dan menyetrika sudah dikerjakan pelayan?" tanya Olleara bingung.

Billionaires Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang