BLS - 41

16K 2.4K 142
                                    

Felicia menunduk. Di hadapannya Mahaska tampak bersedekap dengan tenang mengamatinya. Sudah hampir sepuluh menit mereka hanya diam. Mahaska juga menyabarkan diri untuk tidak bicara terlebih dulu. Untuk Felicia, bukankah ia mempunyai stok persediaan kesabaran yang sangat banyak?

"Ka," Felicia mengangkat wajahnya. Ia terlihat murung.

Mahaska tersenyum. Gadis itu sudah mulai bersuara. Kalaupun belum, tidak apa-apa. Mahaska masih punya banyak waktu untuk itu.

"Kakek memintaku untuk tetap menikah dengan Sagara. Aku sudah mengatakan pada kakek bahwa aku sudah punya pilihan sendiri yaitu kamu dan kita akan menikah secepatnya. Tapi kakek justru kecewa padaku. Ia mendiamkanku tiga hari ini," keluh Felicia.

"Lalu keputusanmu?" tanya Mahaska ringan.

"Aku tidak tau," Felicia menunduk lagi.

Mahaska menegakkan tubuhnya, menumpukan sikunya pada meja.

"Felicia, aku ini Mahaska. Aku tidak takut dengan siapapun selama aku benar. Katakan padaku, apa maumu. Kalau kau ingin bersamaku, aku akan datang dan memintamu pada kedua orang tua dan kakekmu, apapun resikonya. Tapi kalau kau ingin mewujudkan impian kakekmu, aku akan mundur. Semua tergantung padamu," kata Mahaska. Ia adalah laki-laki dengan pemikiran terbuka. Ia tidak suka dipaksa dan memaksa. Ia juga tipe orang yang memandang segala sesuatunya dengan pemikiran yang positif. Seandainya Felicia tetap bersamanya, itu berarti Felicia-lah jodohnya. Tapi jika gadis itu mundur dan mengikuti keinginan kakeknya, ya anggap saja ia dan Felicia tidak berjodoh. Sesimpel itu.

Dan ucapan Mahaska membuat Felicia tertegun. Pertemanan mereka sejak kecil membuat Felicia menaruh harapan yang begitu tinggi untuk bersanding dengan Mahaska. Namun ia juga tidak tuli. Berita tentang sepak terjang Mahaska selalu ia ikuti, tidak ada yang terlewat. Pria di depannya itu memang pecinta wanita tulen. Tidak ada satupun wanita yang mendekat ditolaknya. Pantang katanya. Itu juga yang membuat Mahasta marah karena setiap kali pacarnya selalu beralih pada Mahaska.

Hati Felicia meragu. Awalnya ia berharap dengan permohonannya untuk dinikahi Mahaska akan memuluskan keinginannya memiliki laki-laki teman kecilnya itu. Tapi, apakah ia sanggup dengan sikap Mahaska seperti ini?

Yang benar saja! Felicia mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa menghentikan perasaannya terhadap Mahaska. Tentu saja Mahaska bersikap dan berkata seperti itu karena Mahaska tidak mencintainya. Hanya cinta sepihak darinya saja. Dan Felicia merasa itu tidak akan cukup untuknya memantapkan hati agar tetap berada di sisi Mahaska.

.

🍁🍁🍁

.

Sagara melirik arlojinya sekali lagi. Seharusnya saat ini ia sudah berada di depan kampus Keisha, menjemput gadis itu. Melewatkan siangnya dengan makan bersama Keisha adalah salah satu hal yang sangat dinantinya.

Tapi saat ini ia tidak bisa berbuat apa-apa. Di hadapannya, Felicia sedang menunggunya menyelesaikan pekerjaan untuk bersama-sama makan siang dengan kedua kakek mereka.

Apalagi kakeknya, Daud Artasenjaya mengirimkan pesan untuk ikut dengan Felicia yang menjemputnya.

Sagara tidak bisa terus-terusan berpura-pura sibuk. Sepertinya Felicia punya kesabaran yang luar biasa untuk menunggunya. Lagipula, Keisha pasti sudah selesai kelas.

Mengambil ponselnya, Sagara mengetikkan pesan pada gadis mungil kesayangannya itu pernohonan maafnya karena tidak bisa menjemputnya, meskipun sebenarnya Keisha tidak pernah memintanya untuk menjemput. Lalu dengan enggan ia membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas mejanya.

"Perlu bantuanku?" tanya Felicia dengan lembut.

Sagara memandang Felicia sebentar dan menggeleng.

Billionaires Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang