Pertukaran Pelajar

44 10 10
                                    


"kaya gue sama lo. Gak masuk akal. Lo pendiem, gue gak. Tapi gak menutup kemungkinan kalo lo sama gue." - Aldira Venesia 





Hari ini semua murid SMA Kartika dikumpulkan di lapangan sekolah . Semua murid dari kelas sepuluh hingga dua belas kini berdiri sejajar membentuk sebuah barisan yang rapi.

Dira tahu hal ini. Mengapa mereka semua dikumpulkan. Sekarang dia hanya berdiri dengan tatapan malas dan memandangi orang yang sedang berbicara di atas mimbar itu dengan lantangnya.

"para siswa dan siswi yang ingin mendapatkan kesempatan untuk bisa mengikuti pertukaran pelajar, akan mengikuti serangkaian tes dan jika semua lulus, kalian bisa mengikuti program ini.

"target saya, akan ada sepuluh hingga lima belas anak yang berhasil kita kirim ke London, Seoul, Wellington, dan Roma."

Kali ini suara gemuruh tepuk tangan memekakan telinga. Semua berantusias tinggi dalam program ini. Memang, SMA Kartika Indonesia ini sudah menjadi langganan untuk program pertukaran pelajar. mengirim murid-muridnya yang sangat berprestasi untuk bisa mendapatkan kesempatan belajar ke luar negri.

Keempat kota besar didunia itu menjadi pilihan semua siswa SMA Kartika untuk berlomba-lomba bisa menjadi salah satu dari lima belas anak yang bisa dikirim.

Sekarang yang ada dipikiran Dira adalah, 'Kapan upacara ini selsai'. Karena membahas hal ini, amanat Pembina upacara sudah menyampaikan amanatnya selama setengah jam lamanya. Kakinya mulai gemetar dan wajahnya sudah dibanjiri keringat karena diterpa matahari pagi.

Dira memutarkan pandangannya. Melihat sekelilingnya yang masih sangat bersemangat mendengarkan semua yang dibicarakan Pembina upacara. Dira bahkan tidak minat untuk mendengarkan. Apalagi, mengikuti program ini. Terimakasih, Dira undur diri.

Tatapannya jatuh pada cowok berambut cokelat yang masih setia menatap kedepan. Rahang cowok itu terlihat tajam dan wajahnya seratus persen lebih tampan karena diterpa sinar matahari. Dira mengamati Rasya dari kejauhan. Karena kelasnya yang berbeda jauh, maka barisan mereka juga terpaut jauh.

"sstt!" bisiknya pada siswi didepannya. Siswi itu menoleh dan melihat Dira yang sedang menatapnya. "manggil gue?" tanyanya. "iyalah."

"ada apaan?" Tanya siswi itu. Setelah dilihat, badge nama cewek itu. Nisa.

"Nis, tolong panggilin Rasya dong." Ucap Dira. Terlihat sok akrab, Nisa hanya mengangguk dan memberika sneyuman kikuk. Kemudian ia mencolek punggung Rasya dan membuat cowok itu menoleh kearahnya. "dipanggil tuh sama dia." Katanya sambil menunjuk Dira yang sedang tersenyum.

Rasya menatap Dira seakan bertanya 'ada apa memanggilnya'.

"halo, selamat pagi." Ucapnya dengan intonasi pelan.

Rasya menautkan kedua alisnya dan memundurkan sedikit kepalanya. Hah? Apa? Bingung dengan tingkah laku cewek aneh itu.

"pagi-pagi aja udah ganteng." Katanya.

Sekarang tidak sedikit pasang mata menatap kearahnya. Merasa tidak peduli, Rasya membalikan kepalanya dan kembali diam bak patung mendengarkan pidato sang Pembina upcara.

Cewek stress. Batinnya meledek.




Akhirnya upacara selesai dengan mulus. Dira berlarian kecil kearan kantin untuk membeli minuman kaleng. Sekarang tenggorokannya yang serasa gurun Sahara yang dilanda kemarau. Sudah kering, makin kering.

DiRasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang